Select Menu
Select Menu

Favorit

Buku Referensi

Buku

Pergerakan Islam

Tokoh

Rumah Adat

Syamina

Pantai

Seni Budaya

Kuliner

» » » Setan Menghadang di Atas Jalan Jihad


Unknown 05.05 0


Kemarin saya telah berbicara tentang hukum jihad. Dan saya katakan bahwa hukum jihad sekarang ini adalah fardhu ‘Ain. Bukan sekarang saja, bahkan sejak jatuhnya Andalusia, sampai kembalinya petak terakhir  wilayah Islam yang dahulu kaum muslimin pernah mengibarkan di atasnya bendera “laa ilaaha illallaah”.

Maka dari itu, seandainya jihad di Afghanistan berakhir, kewajiban itu tidak akan gugur darimu. Jihad masih terus berlangsung. Kita akan pergi ke Palestina -insya Allah- dan membebaskannya. Kita akan pergi ke tempat mana saja yang ada jihad, sampai kita dapat membersihkan seluruh negeri dari cengkeraman orang-orang kafir –Insya Allah-. Jihad adalah fardhu ‘ain dan tidak ada kewajiban bagi seorang mukallaf untuk meminta izin kepada kedua orang tua dalam mengerjakan fardhu-fardhu ‘ain.


 Mengutamakan Ridha Allah

Hari ini ada seorang pemuda yang berkata pada saya: “Tadi saya menelpon ayah saya,  ia berkata: ‘Saya marah betul padamu’. Lantas apa pendapat tuan dengan kasus saya ini?” Saya katakan padanya: “Ia memarahimu karena kamu membuat Allah ridha. Kemarahan itu akan berakhir kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Adakah Allah ‘Azza wa Jalla akan murka kepada hamba yang membuat-Nya ridha dan membuat marah manusia?”. Keridhaan, kemurkaan, dan laknat semuanya dari Allah ‘Azza wa Jalla. Permohonan itu adalah permintaan yang naik dari kedua orang tua kepada ar Rahman. Dan ar Rahman akan mengembalikannya kepada mereka. Oleh karena mereka memarahimu, sedangkan engkau membuat ridha Allah ‘Azza wa Jalla. Jadi tidak penting bagimu, apakah kedua orang tuamu ridha atau marah, yang penting Allah ridha –dengan perbuatanmu-.

Ada satu dari dua alternatif: Membuat ridha Allah, atau membuat ridha kedua orang tua. Ridha kedua orang tua, baru bernilai apabila disertai dengan keridhaan Allah ‘Azza wa Jalla. Adakah perbuatan membuat ridha kedua orang tua dikatakan ibadah, apabila ternyata di dalamnya ada hal yang membuat murka Allah? Maka membuat ridha kedua orang tua menjadi perbuatan maksiat, dan menjadi dosa, apabila caramu membuat ridha kedua orang tuamu adalah dengan sesuatu yang mendatangkan murka Allah. Misalkan: Ibumu, bapakmu duduk dalam satu kumpulan bersama karib kerabatmu, anak perempuan pamanmu dari pihak ayah, anak-anak perempuan pamanmu dari pihak ibu, dan anak-anak perempuan bibimu dari pihak ibu. Semuanya duduk dalam satu ruang di depan televisi untuk menyaksikan tayangan film. Lalu kamu menegur dan berdiri: “Ini tidak boleh!” Lantas ibumu bilang: “Jika kamu ingin aku meridhaimu, maka tetaplah duduk bersama kami, dan jangan mengacaukan kerukunan kami serta mengeruhkan suasana”. Jika kamu menta’ati ibumu, maka itu berarti kamu telah bermaksiat kepada Allah. Dalam kasus seperti ini, ta’at kepada ibu bukan merupakan ibadah, bahkan menjadi dosa dan maksiat. Masalah ini harus menjadi jelas bahwa ta’at kepada kedua orang tua yang demikian bukan termasuk ibadah, sebaliknya bernilai maksiat.

Ta’at kepada Ulil Amri juga demikian. Ta’at kepada Ulil Amri terikat dengan keta’atan kepada Allah. Artinya keta’atan tersebut dibolehkan selama dalam kerangka keta’atan kepada Allah. Maka apabila keta’atan kepada Ulil Amri itu dalam hal maksiat pada Allah, maka Allah ‘Azza wa Jalla akan murka kepadamu. Oleh karena keta’atan kepada mereka terikat dengan keta’atan kepada Ar Rahman.

Sebagaimana perkataan Abu Bakar, sewaktu beliau dipilih dan diangkat menjadi Khalifah sepeninggal Nabi: “Ta’atlah kalian kepadaku selama aku ta’at kepada Allah. Dan jika aku bermaksiat kepada Allah, maka tidak ada kewajiban ta’at atas kalian”.

Dalam hadits shahih, Rasulullah saw, bersabda:

“Sesungguhnya ta’at itu hanya dalam hal yang ma’ruf”.[1]

Dalam hadits shahih yang lain, beliau bersabda:

“Tidak ada keta’atan pada makhluk dalam bermaksiat kepada  Khaliq”.[2]

Ta’at kepada kedua orang tua dan taat kepada Ulil Amri adalah dalam rangka ketaatan kepada Allah dan mencari ridha-Nya. Apabila taat kepada kedua orang tua, atau Ulil Amri, atau ulama itu terdapat unsur maksiat kepada Allah di dalamnya, maka sesungguhnya ketaatan itu berubah dari yang semula bernilai menjadi tidak bernilai, dari hasanah (baik) menjadi sayyi’ah (buruk), dan dari taat menjadi maksiat. Oleh karena yang menjadi pokoknya adalah taat kepada Allah. Dan semua orang harus mengembalikan ketaatan mereka pada pokoknya, yakni taat kepada Allah. Maka tidak ada kewajiban taat kepada kedua orang tua, tidak ada kewajiban taat kepada Syeikh, tidak ada kewajiban taat kepada amir jamaah, tidak ada kewajiban taat kepada partai, tidak ada kewajiban taat kepada seorangpun, apabila mereka membenci jihad, atau meniadakan jihad atau melarang manusia dari jihad. Tidak ada ketaatan pada makhluk dalam bermaksiat kepada  Khaliq.

Rasulullah saw bersabda:

“Barangsiapa menukar keridhaan manusia dengan kemurkaan Allah, maka Allah akan murka padanya dan menjadikan manusia marah padanya. Barangsiapa menukar keridhaan Allah dengan kemarahan manusia, maka Allah akan meridhainya dan menjadikan manusia ridha padanya’.[3]

Barangsiapa menukar keridhaan Allah dengan kemarahan manusia, yakni: Dia tidak peduli dengan kemarahan orang dan kebencian mereka asal Allah meridhainya pada amal yang diperbuatnya; maka Allah akan meridhainya dan menjadikan manusia ridha padanya. Dan barangsiapa menukar kemurkaan Allah dengan keridhaan manusia, yakni: Dia berani meninggalkan perintah Allah dan mendatangi larangan-Nya supaya manusia tidak benci dan tidak marah padanya; maka Allah akan memurkainya dan menjadikan manusia marah padanya.

Maka dari itu yang pertama harus kamu cari adalah keridhaan Allah lebih dahulu.

Allah Ta’ala berfirman:

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mentaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik”. (Qs. Lukman: 15).

Andaikan Ibumu berkata kepadamu: “Kamu jangan shalat Shubuh!” Apakah kamu boleh mentaatinya? Taat kepadanya berarti durhaka kepada Allah dan membuat Allah murka!.

Misalnya Ibumu berkata kepadamu: “Cukurlah jenggotmu wahai anakku, oleh karena banyak intel yang mengawasimu. Mereka akan melaporkanmu kepada penguasa”.

“Tidak ada ketaatan pada makhluk dalam bermaksiat kepada Khaliq”.

Ibumu berkata kepadamu: “Nikahilah sepupu perempuanmu!” Karena ia ingin keponakan perempuannya itu tinggal bersamanya. Sedangkan sepupu perempuannya itu tidak bernilai 1 Qirsy (mata uang) pun pada hari-hari yang mahal.  - Boleh jadi yang dimaksud Syeikh adalah hari kiamat, penj-. Sebab gadis itu suka terbuka kepalanya dan telanjang kedua betisnya. Jika kamu mentaati Ibumu, maka sesungguhnya kamu telah bermaksiat kepada Allah.

“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada  Khaliq”.

Ibumu berkata padamu: “Jangan kamu pergi berjihad. Oleh karena saya akan sakit”. Sedangkan Allah memerintah:

“Dan berperanglah kamu sekalian di jalan Allah” (Qs. Al Baqarah: 244).

“Telah diwajibkan atas kalian berperang”.(Qs. Al Baqarah: 216)

Telah diwajibkan atas kalian berperang, sementara Ibumu berkata: “Wahai anakku, aku akan sakit bila engkau pergi”.

Dia sakit atau sembuh -Insya Allah Rabb kita akan menyembuhkannya- saya sekali-kali tidak akan membuat Allah murka lantaran dirimu. Apabila setiap pemuda mentaati ibunya maka siapa yang akan berperang di jalan Allah? Sebab setiap Ibu akan menangisi putra-putranya apabila mereka hendak pergi berjihad.

Kisah sahabat Saad bin Abi Waqqash dengan Ibunya, dan demikian juga dengan kisah Mush’ab bin Umair, adalah kisah yang sangat membekas di dalam hati kita. Berkata Ibu Saad tatkala anaknya masuk Islam: “Demi Allah, saya tidak akan makan dan minum sampai engkau kembali menyembah Lata dan ‘Uzza”. Namun ancaman ini sama sekali tidak mempengaruhi ketetapan hati Saad. Bahkan ia memberikan jawaban yang tegas kepada Ibunya: “Demi Allah, wahai ibu, andaikan engkau mempunyai seratus nyawa, lalu nyawa itu keluar  satu per satu sampai yang terakhir kali, maka saya tidak akan berpaling dari Dien ini”.

Ibu Saad melaksanakan ancamannya, namun usaha itu  tidak juga dapat merubah pendirian putranya. Akhirnya Ia pun putus asa dan menghentikan mogok makannya.

Ibumu telah putus asa darimu akibat keteguhan hatimu –maka selesailah- ia akan sembuh. Ia akan terus sakit selama ia masih berangan-angan bisa mengembalikanmu lagi kepada dunia dan kemewahannya, mengembalikanmu lagi ke dalam jahiliyah, mengembalikanmu lagi ke jalan-jalan beserta kemungkarannya.

Namun apabila ia telah putus asa, karena kamu telah memberikan jawaban yang tegas dan pasti padanya: “Saya tidak akan kembali selama-lamanya. Dan saya akan selalu berdoa kepada Allah, agar Dia menyembuhkan Ibu”. Maka mungkin ia akan terserang sesak nafas karenanya. Namun mudah-mudahan Allah berkenan menyembuhkannya. Doakan Ibumu di medan jihad, khususnya ketika kamu sedang berpuasa pada hari Senin. Sebab Rasulullah saw telah bersabda:

“Barangsiapa berpuasa sehari di jalan Allah, maka Allah akan menjauhkan antara dirinya dengan neraka sejauh tujuh puluh tahun”.[4]

Sehari di jalan Allah maksudnya adalah: sehari di dalam jihad. Hari-hari (dalam jihad) itu adalah hari-hari kemuliaan bagi seorang mu’min.

Maka perbanyaklah puasa pada hari-hari itu. Setiap hari Allah menjauhkan antara dirimu dengan Neraka sejauh perjalanan tujuh puluh tahun. Dan doakan agar Rabb kita menyembuhkan Ibumu. Ia terserang sesak nafas, tapi kamu jangan khawatir. Insya Allah Rabb kita akan menyembuhkannya.

Yang penting, setelah ia berputus asa akan kepulangan dirimu, maka jangan kamu beri janji ia dengan kepulanganmu. Katakan padanya: “Wahai ibu, susul saja putra ibu yang ada di Bangkok, dan bujuklah dia supaya mau kembali bersama Ibu. Bawalah balik saudaraku yang ada di Amerika, yang ada di Britania, yang ada di Perancis. Saya akan pergi di jalan Allah. Jika aku terbunuh, maka aku akan dapat memberi syafa’at kepada ibu kepada tujuh puluh orang karib kerabat kita. Adapun putra ibu yang di Bangkok, jika mati, berapa banyak karib kerabat kita yang akan ditariknya ke dalam neraka?”

Berapa banyak mansuia yang tertidur? Akherat tidak masuk perhitungan dalam mizan mereka. Maka luruskanlah perhitungan itu bagi mereka. Perkataan tidak akan bisa meluruskan perhitungan, dan tidak bisa membenarkan mizan.

Adapun mereka, yakni: Syeikh Amir, Pemimpin partai, pemimpin jamaah, kepala sekolah, direktur dan lain, tidak mengapa kamu mintai nasehat dan bimbingan. Tapi jika dia mengatakan padamu: “Jangan engkau pergi berjihad”, maka katakan padanya: “Keputusan sudah final. Saya hanya ingin minta pengarahan tuan. Allah telah memerintah, maka saya menyambut perintahnya. Dan Dia menyeru, maka saya bangkit untuk menyambut seruan-Nya. Tidak ada alasan bagi kita untuk tidak mengikuti Rasulullah saw dan tidak patut bagi kita untuk lebih mencintai diri kita daripada dirinya. Dia telah memimpin jalan kita, maka kita mengikuti di belakangnya dan berjalan mengikuti langkahnya -Insya Allah-.

Jika dia mengatakan padamu: “Negerimu lebih membutuhkanmu”, maka katakan padanya: “Banyak orang sepertiku di negeri ini. Negeri Afghanlah yang sebenarnya membutuhkanku. Mujahidin membutuhkanku. Mereka yang tidak tahu membaca Al Qur’an dengan benar akan saya ajari. Mengajar mereka membaca Al Qur’an lebih baik dari keberadaan saya di negeri ini”.

Jika dia mengatakan: ‘Sekolahmu yang akan memberi ijazah padamu”. Maka katakan padanya: “Ijazah yang menantiku lebih tinggi dari ijazah yang hendak kamu berikan kepadaku”.

Apa yang akan kamu ambil? Ijazah Sarjaan Teknik Sipil, atau Kimia atau Listrik? Gajinya 4000 Reyal -Itupun jika kamu mendapatkan pekerjaan- Oleh karena perusahaan-perusahaan sekarang mulai menutup pintunya dari para pencari lowongan kerja. Sekitar 8000 orang insinyur di Yordania tidak mendapatkan pekerjaan. Dan sejumlah dokter dalam hitungan yang serupa atau bahkan lebih, juga tidak mendapatkan pekerjaan. Mereka mengajukan usulan kepada pemerintah agar dipekerjakan di rumah-rumah sakit sebagai tenaga sukarela, dengan harapan dapat memperoleh izin praktek. Akan tetapi rumah-rumah sakit yang ada tidak mampu menampung jumlah mereka yang terlalu banyak. Lantas apa yang kamu ambil?

Sekarang kamu ingin supaya saya belajar delapan tahun pada Fakultas Kedokteran untuk meraih gelar dokter, dan tinggal di tanah air? Seandainya saya menjual semangka, maka itu akan lebih baik daripada waktu delapan tahun untuk meraih gelar dokter!.

Jika dia mengatakan: “Kamu bisa memberi manfaat kepada mujahidin setelah lulus dan meraih gelar dokter. Maka tunggulah beberapa tahun lagi”. Maka katakan padanya: “Apakah saya harus menunggu sampai tidak mendapatkan lagi kesempatan?”

Berhajilah kalian sebelum kesempatan itu hilang, dan berjihadlah kalian sebelum hilang kesempatan kalian untuk berjihad. Manfaatkanlah kesempatan yang kalian miliki, dan berlomba-lombalah dalam kebaikan, sebagaimana ucapan sahabat Ali r.a.:

“Manfaatkan kesempatan dengan baik, sesungguhnya ksempatan itu lebih cepat lenyapnya daripada mendung”.

Wahai anakku, para intel ada di belakangmu; melalui pasport, visa dan lain-lainnya, mereka akan segera tahu data-datamu. Besok jika kamu kembali, mereka akan memutuskan jalan rezekimu, sehingga kamu tidak dapat lagi bekerja. Dan kami bukanlah orang yang bertanggung jawab atas dirimu.

Katakan padanya: “Dzat yang saya pergi karenanya, adalah yang bertanggung jawab atas diriku”.

“...dan barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya dia akan mengadakan jalan keluar baginya. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya”. (Qs. At Thalaq: 2-3).

Bagi  Allah-lah Perbendaharaan Langit dan Bumi.

Demi Allah wahai saudara-saudara, kami dahulu turut dalam perang Palestina. Sebelumnya kami mempunyai pekerjaan tetap, lalu kami tinggalkan pekerjaan itu dan berangkat ke Palestina. Kami hidup sangat sederhana dalam jihad. Lalu jihad berakhir karena mereka (penguasa Yordania) menghalangi kami dari jihad di Palestina. Jadilah keadaan saat itu, apabila kami menembakkan 10 butir peluru, di belakang kami orang-orang Arab yang terhormat, membantai para sukarelawan di Yordania. Mereka mengatakan kepada sukarelawan tersebut: “Tidak ada perdamaian antara kami dengan kalian, kecuali jika kalian bersedia meninggalkan kota dan tinggal di hutan jauh dari kota sehingga kalian tidak menimbulkan kegoncangan lagi”. Lalu para sukarelawan tersebut berkumpul dan tinggal  di hutan. Tapi apa yang terjadi? Mereka mengerahkan tank-tank, mortir dan pesawat terbang untuk menyerang dan membakar hutan tempat para sukarelawan berlindung.

Singkatnya, kami kembali lagi pada kehidupan dunia. Kami kembali dari jihad kepada kehidupan dunia. Tak seorangpun diantara kami, melainkan kondisi hidupnya secara materi menjadi baik.

Kamu merasa khawatir? Bukankah Allah mencukupi hamba-Nya dan menjaganya dari segala sesuatu yang dikhawatirkannya?

Mereka mengatakan padamu: “Hati-hatilah terhadap para intel, mereka akan menghalangimu untuk mendapatkan pekerjaan dan akan terputus jalan rezkimu. Bagaimana jika mereka mengetahui datamu melalui visamu? Bagaimana kamu mencari pekerjaan di masa mendatang? Kamu akan dilarang bepergian, kamu akan dilarang masuk Universitas, kamu akan dilarang demikian dan demikian...”

“Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi, serta apa yang ada di dalamnya; dan dia Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (Qs. Al Maidah: 120).

“Dan kepunyaan-Nyalah siapa saja yang ada di langit dan di bumi. Semuanya tunduk kepadanya (Qs. Ar Ruum: 26).

“Katakanlah: “Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah. Mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrahpun di langit dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu sahampun dalam (penciptaan) langit dan bumi, dan sekali-kali tidak ada diantara mereka menjadi pembantu bagi-Nya”. (Qs. Saba’: 22).

Rajamu, Presidenmu, Kepala Negerimu, Panglimamu, tidak mempunyai kekuasaan seberat satu zarrahpun di langit dan di bumi. Harta simpanan pemimpinmu, dari mana ia memperolehnya? Bukankah dari tangan Dzat yang mempunyai kunci-kunci (perbendaharaan) langit dan bumi? Harta kekayaan negerimu, dari mana berasal? Bukankah dari langit? Bukankah dari dzat yang memiliki kunci-kunci perbendaharaan langit dan bumi?

“Merekalah, orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang Anshar): “Janganlah kalian memberikan perbelanjaan kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada di sisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan beliau). Padahal kepunyaan Allahlah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami”. (Qs. Al Munafiqun: 7).

Wahaisaudaraku!
Apakah kamu mengkhawatirkan rezkimu? Dalam Shahih Muslim Rasulullah saw bersabda:

“Allah telah menentukan qadha’ dan qadar semua makhluk, lima puluh ribu tahun sebelum Dia ciptakan langit dan bumi”. (HR. Al Bukhari, hadits shahih).

Telah tertulis atas Fulan bin Fulan, bahwa dia akan mendapat jatah rezki sekian di dunia. Si Fulan sekian dan si Fulan sekian. Hal itu telah tertulis sebelum penciptaan langit dan bumi. Maka kamu tidak akan meninggalkan alam dunia sampai kamu ambil seluruh rezki yang telah ditetapkan bagimu. Dan sesungguhnya rezki itu, betul-betul mencari hamba lebih dari yang dimauinya. Yakni, rezki itu mencarimu.

Sungguh saya telah melihat orang-orang yang menjadi kaya di luar kemauannya.

Inilah cerita tentang paman Wa’il Jalidan, yang bernama Ibrahim Jalidan. Lelaki ini sekarang tergolong orang terkaya di Arab Saudi. Di kalangan orang Saudi, namanya begitu dikenal. Dialah yang mendirikan Mu’assasah (Yayasan) Madinah Munawwarah. Salah satu rumah yatim yang menyantuni 500 orang anak yatim.

Dulu, dia adalah seorang pekerja rendahan yang miskin. Sebelum bekerja, dia menjual sayur-sayuran hijau yang ditumpangkan di atas keledainya, di kota Madinah. Suatu hari, sebelum dibangunnya lapangan terbang kota Madinah, seorang pangeran menemuinya dan mengatakan: “Belikan untukku tanah di sekitar sini (yakni di tempat yang kemudian hari dibangun lapangan terbang)”. Lalu ia membelinya dengan harga 40.000 Reyal. Kemudian ia mendatangi pangeran tersebut dan mengatakan padanya: “Yang Mulia Pangeran, saya telah membelikan tanah untuk tuan seharga 40.000 Reyal. Uang itu saya pinjam dari si Fulan, Fulan dan Fulan”. Tapi sang pangeran membatalkan niatnya. Dia berkata: “Saya tidak lagi menginginkan tanah!”. Mendengar jawaban sang Pangeran, maka Ibrahim Jalidan menjadi kelabakan. Dia berkata memelas: “Wahai yang Mulia Pangeran, mudah-mudahan panjang umur Tuan, dari mana saya mendapatkan uang untuk menutup hutang itu. Seumur hidup, saya tidak akan bisa menutupnya”.

Pangeran menjawab: “Sudahlah, atasi sendiri persoalanmu, saya tidak dapat membelinya, kembalikan saja tanah itu”. Ibrahim Jalidan akhirnya hanya bisa berkata: “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Seumur hidup, saya akan terus berhutang”. Selanjutnya yang dia kerjakan adalah: Mengambil topi si Ini dan memakaikannya pada si Itu, maksudnya: gali lubang tutup lubang, dia berhutang dari si Fulan untuk membayar si Fulan, kemudian berhutang lagi pada Fulan untuk membayar si Fulan. Demikianlah upayanya untuk menutup hutang. Sampai akhirnya pemerintah Arab Saudi membangun lapangan terbang di sana, sehingga harga tanah yang dulu dibelinya dengan harga 40.000 Reyal melambung tinggi menjadi 40.000.000 Reyal. Maka Ibrahim Jalidan menjadi orang kaya tanpa ia kehendaki. Bukankah demikian? Tanpa ia kehendaki, rezki itu mendorong pintu dan masuk.

Sungguh, saya pernah mendapat cerita dari  Syeikh Tamim tentang rezki –saya tidak tahu, apakah dia telah menceritakan kepada kalian atau belum!- Ada seorang lelaki pengusaha kaya. Tapi lelaki ini menderita sakit keras. Sementara dia sakit anak-anaknya menghabiskan sebagian besar kekayaannya. Singkat cerita: Suatu hari, lelaki ini ingin mencari udara segar. Maka ia berkata kepada anak-anaknya: “Bawalah aku keluar kota Damasyqus dengan mobil”, maka anak-anaknya pun membawa dia keluar kota Damasyqus. Di tengah jalan, dia berkata kepada anak-anaknya, “Hentikan mobil, saya hendak membuang hajat”. Lalu ia turun di suatu tanah lapang dan tidak sengaja bertemu dengan seorang pengusaha lain (kenalan sekaligus saingannya). Lelaki kenalannya ini sangat gusar melihat kedatangannya dan tiba-tiba dia berkata: “Sampai di sini, kamu masih juga menyusul saya. Ambillah satu juta dariku dan kembalilah”. Lelaki pengusaha pertama tadi sebenarnya tidak paham apa maksud perkataan kenalannya tadi, tapi dia mencoba mengikuti kehendak kenalannya dan berkata: “Tidak! Saya minta 3 juta”. Maka lelaki pengusaha kenalannya tersebut menaikkan tawarannya: “Baik, saya akan memberimu dua juta Riyal, asal kamu segera pergi meninggalkan tempat ini. Biarkan transaksi itu saya sendiri yang pegang”.

Seelah tercapai kata sepakat, maka lelaki itu menulis cek sebesar 2 juta Reyal untuk lelaki yang menjadi saingannya. Selanjutnya, lelaki yang semula turun untuk buang hajat itu mengambil cek tersebut dan segera pergi meninggalkannya.

Ternyata tempat tersebut, pada hari itu akan ditinggalkan oleh pasukan Perancis yang bermarkas di sana. Mereka hendak melelang kamp-kamp beserta barang berharga lainnya. Lelaki yang mengeluarkan cek itu datang untuk membelinya, dan dia mengira kalau lelaki pengusaha saingannya tadi juga datang untuk membelinya.

Maka dua juta Reyal diperolehnya, padahal dia turun untuk buang hajat. Rezki itu datang, tanpa dimauinya.

Sungguh rezki itu betul-betul mencari hamba lebih dari yang dimauinya.

Dalam hadits shahih, Rasulullah saw bersabda:

“Ruhul Amin (Jibril) mengilhamkan dalam hatiku, bahwasanya tidak akan mati suatu jiwa sampai disempurnakan lebih dahulu rezki dan ajalnya. Maka dari itu bertaqwalah kalian kepada Allah, dan carilah rezki dengan cara yang baik”.[5]

Allah ‘Azza wa Jalla telah menjanjikan orang-orang yang berjihad di jalan-Nya, bahwa Dia akan memberi rezki kepada mereka. Janji itu difirmankan Allah dalam kitab-Nya di beberapa tempat.

“Dan barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya ia akan mendapati di muka bui ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak”.(Qs. An Nisaa’ :100)

Orang-orang Chechen (Chechnya) dan Syircus[6] dahulu lari dari Rusia untuk menyelamatkan keyakinan mereka. Mereka datang ke Yordania dalam keadaan miskin dan menderita. Oleh Raja Abdullah mereka diberi tempat pemukiman di Oman, di daerah pegunungan dan sekitarnya. Kemudian waktu berputar dan keadaanpun berubah, orang-orang Palestina berhijrah ke daerah tersebut, maka menjadi besarlah kota Oman, bahkan akhirnya menjadi ibukota negara Yordania. Daerah yang semula tidak bernilai itu, menjadi kawasan yang sangat mahal harganya. Maka orang-orang Chechnya (chechen)  dan  Syircus yang bermukim di daerah tersebut menjadi kaya raya, padahal sewaktu mereka datang pertama kali ke tempat itu mereka tidak memiliki kekayaan apapun.

Allah Taala berfirman:

“Dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka terbunuh atau mati, benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezki yang baik (Jannah). Dan Allah adalah sebaik-baik pemberi rezki” (Qs. Al Hajj: 58).

Ini di akherat...

Allah Taala berfirman:

“Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mana mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang baik kepada mereka di dunia” (Qs. An Nahl: 41).

Maksudnya: Sungguh Kami akan meninggikan kedudukan mereka di dunia, dan Kami akan berikan rezki kepada mereka...

Allah Taala berfirman:

“Wahai hamba-hambaKu yang beriman, sesungguhnya bumi-Ku luas, maka sembahlah Aku saja. Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shaleh, sesungguhnya akan Kami tempatkan mereka pada tempat-tempat yang tinggi di dalam Jannah, yang mengalir sungai-sungai di bawahnya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah sebaik-baik pembalasan bagi orang-orang yang beramal” (Qs. Al Ankabut: 56-58).

Anak burung yang belum bisa melihat dan belum tumbuh bulunya saja bisa makan dan kenyang. Padahal ia tinggal dalam sarang, bergantung pada pepohonan. Adakah Dzat yang memberi makan burung kecil ini tidak kuasa memberimu makan?! Subhanallahu!! Kamu mengkhawatirkan rezki? Binatang melata saja, diberi makan Allah. Allah memberinya rezki!! Jika kalian mengkhawatirkan soal rizki, soal pekerjaan, soal perusahaan...(maka ingatlah).

“Dan berapa banyak binatang yang tidak dapat membawa (mengurus) rezkinya sendiri. Allahlah yang memberi rezki kepadanya dan kepada kalian”. (Qs. Al Ankaabut: 60).

Adakah binatang mengurus sendiri rezkinya? Ia punya perbekalan setahun? Ia punya simpanan makanan? (…tidak dapat membawa (mengurus) sendiri rezkinya, Allahlah yang memberikan rezki kepadanya dan kepada kalian)).

Rasulullah saw bersabda:

“Sekiranya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, niscaya Allah akan memberikan rezki kepada kalian sebagaimana Dia memberikan rezki kepada burung. Terbang keluar di pagi hari dengan perut kosong dan kembali di senja hari dengan perut kenyang” (hadits shahih riwayat At Tirmidzi).

Pagi hari, burung  terbang dalam keadaan lapar, dan sore hari pulang dengan perut penuh berisi makanan. Adakah Dzat yang memberi rezki bangsa burung (di udara) tidak kuasa untuk memberimu makan?! Engkau, -maasyaa’allah-, panjang tubuhmu 175 cm, beratmu 82 kg, adakah Allah tidak kuasa? Adakah Allah lupa? Adakah Dia lalai untuk memberimu rezki? Engkau keluar di jalanNya, adakah Dia akan melupakanmu? Subhanallah!!

Maka dari itu, terhadap orang yang menakut-nakutimu dengan soal: intel, rezki, pekerjaan dan lain-lain; maka katakan padanya:

“Wahai hamba-hambaKu yang beriman, sesungguhnya bumiKu luas...”.

Katakan padanya:

“Dan berapa banyak binatang yang tidak dapat membawa (mengurus) sendiri rezkinya. Allahlah yang memberi rezki kepadanya dan kepada kalian”.


Katakan padanya: “Sesungguhnya Dzat yang memberi rezki semut yang ada di liangnya pada musim dingin dan musim panas mampu untuk memberiku rezki”.

Katakan padanya: “jika para intel itu mampu memutuskan sumber rezkiku,silahkan mereka kerjakan. Jika rezkiku berada di tangan mereka atau berada di tangan tuannya, maka silahkan mereka memutuskannya! Adapun aku tetap meyakini bahwa rezkiku ada di tangan Tuannya tuan mereka (Allah), dan rezki tuan mereka di tangan Tuanku (Allah). Rezki Raja mereka dan penguasa mereka ada di tangan Rajaku dan Penguasaku, yakni Rabbul ‘Alamien.

Salah seorang Khalifah  Bani Umayyah pernah berkata kepada Sufyan ats Tsauri: “Berilah aku wasiat”. Maka Sufyan ats Tsauri berkata: “Saya menyaksikan kematian ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz dan kematian Hisyam bin Abdul Malik. Adapun ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz, maka dia menangis ketika melihat anak-anaknya berdiri di samping pembaringannya. Lalu orang-orang bertanya, apakah gerangan yang membuat anda menangis wahai Amirul Mukminin? Dia menjawab: “Aku menangis karena mereka tidak saya tinggali kecuali uang sebesar 17 dirham”. Sufyan melanjutkan: “Dan aku menyaksikan kematian Hisyam bin Abdul Malik. Dia meninggalkan warisan berupa emas-emas yang tidak dapat dibelah dengan kampak. Dan aku menyaksikan salah seorang putra Umar bin Abdul Aziz –mereka ada tiga belas orang. adapun harta yang diwariskan Umar bin Abdul Aziz sebanyak 17 Dirham, sehingga masing-masing anaknya mendapat kurang dari 1,5 dirham- sesudah itu, menyumbangkan 100 ekor kuda tunggangan untuk keperluan jihad fie sabilillah. Dan aku menyaksikan salah seorang putra Hisyam bin Abdul Malik sesudah itu, minta belas kasihan kepada orang di salah satu pintu masjid di negeri timur”. Jadi, kemana perginya emas (warisan Hisyam) tersebut?!

Ada seorang shaleh menginfaqkan seluruh hartanya, lalu orang-orang bilang padanya: “Engkau telah menginfaqkan seluruh hartamu, lalu apa yang engkau tinggalkan bagi anak-anak dan keluargamu?” Ia menjawab, “Aku telah menyimpan hartaku disisi Rabbku, dan aku pasrahkan urusan mereka kepada Rabbku”.

“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang seandainya mereka meninggalkan di belakangnya anak-anak yang lemah, yang mereka khawatirkan (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka takut kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”. (QS An Nisa’: 9).

Yakni: Barangsiapa mengkhawatirkan kesejahteraan anak-anak di belakangnya, maka hendaklah ia takut kepada Allah.

“Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak muda yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah orang yang shaleh..."”(Qs. Al Kahfi: 82).

Demi Allah, sesungguhnya Dzat yang berada di tangan-Nya kunci-kunci perbendaharaan langit dan bumi, tidak akan bakhil terhadap anak-anakmu jika engkau memang benar-benar shaleh. Allah Ta’ala sekali-kali tidak  akan berlaku bakhil, dan Dia adalah Dzat Yang Maha Murah hati dan Maha Dermawan. Allah tiada akan sekali-kali melupakan anak-anakmu ataupun orang tuamu, Dia akan meratakan kebaikan kepada mereka dengan berkahmu, jangan engkau khawatir, Allah yang akan memberi rezki mereka...Allah yang akan memberi rezki, dan tidak seorangpun (yang berjihad di jalan-Nya) mati karena lapar.…..Kemudian apa saja yang digunakan sebagai alat untuk menakut-nakutimu, seperti: menteri dalam negeri, kepala dinas intelejen, inspektur polisi, dan sebagainya; wahai saudaraku, itu semua telah kami lupakan. Mereka semua berada dalam genggaman Rabbul ‘Alamien. Dia mengangkat rezki seseorang dan menurunkannya. Dia melenyapkan kekuasaan manusia dalam sekejap. Sekarang dimana Raja Faruq? Dimana Zhahir Syah? Dimana raja-raja yang lain? Dimana Anwar Sadat? Dimana mereka?

Raja Faruq adalah otak yang mendalangi pembunuhan Hasan Albana rahimahullah. Pada hari ulang tahunnya, ia mengeluarkan perintah rahasia untuk membunuh Hasan Albana. Dan ia juga melarang orang-orang menghadiri pemakaman jenazah Hasan Albana. Jenazahnya diusung ke pemakaman dengan kawalan barisan tank, dan hanya dishalati oleh lima orang wanita.

Faruq mati di salah satu bar di Italia atau di salah satu tempat hiburan di benua Eropa. Lalu keluarganya meminta izin kepada pemerintah Mesir untuk mengubur mayat Faruq di tanah kelahirannya. Hanya dua wanita saja yang menghadiri pemakaman jenazahnya.

Muhammad Quthb dan saudara perempuannya, Hamidah Quthb dimasukkan dalam rumah penjara yang sama, yakni: Rumah penjara Qanathir Khairiyah. Di dalam penjara itu, Muhammad Quthb minta diberi kesempatan untuk menengok saudara perempuannya. Tapi direktur penjara menolak permintaannya dan mengatakan: “Saya tidak bisa memberi izin”.

Direktur penjara itu tidak berani memenuhi permintaan Muhammad Quthb, karena  takut kepada atasannya. “Baik, jika kamu tidak bisa, maka berilah saya kesempatan untuk melihatnya dari jauh”, Pinta Muhammad Quthb. Tapi, direktur penjara itu tetap tidak berani, ia mengatakan: “Saya tidak bisa melakukannya”. Menteri dalam negeri –Sya’rawi Jam’ah- berpesan kepada saya: “Katakan kepada Muhammad Quthb, bahwa ia tidak akan bisa melihat saudara perempuannya, baik ketika masih hidup ataupun sesudah matinya”.

Belum sempat perkataannya itu berlalu setahun, Menteri Dalam Negeri Sya’rawi Jam’ah dijebloskan ke penjara sementara Muhammad Quthb dan Hamidah Quthb telah dibebaskan dari penjara.

Di tangan Allahlah semua urusan, dan semua urusan itu akan kembali kepada-Nya.

Sewaktu Sya’rawi Jam’ah masih menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri, ia memerintahkan pegawai penjara untuk melarang siapa saja yang bermaksud memberikan buah-buahan kepada orang-orang muslim yang dipenjara. Namun, ketika ia dijebloskan ke penjara, maka ia menjadi korban dari aturan yang dibuatnya sendiri.

Ketika Sya’rawi mendekam di penjara, ia dijenguk istrinya dengan membawakannya buah-buahan. Tapi sebelum istrinya sempat bertemu dengannya, ia ditanya oleh sipir penjara yang menjaga pintu masuk.

“Hendak menjenguk siapa kamu?”

“Saya hendak menjenguk Sya’rawi”. Jawabnya.

“Kamu ini apanya?” Tanya sipir penjara.

“Saya istrinya”. Jawabnya.

“Ia telah memberimu izin?” Tanyanya.

“Ya. Jawabnya.

Lalu sipir itu berkata: “Dahulu ia adalah pimpinan kami. Ia memerintahkan kepada kami supaya melarang siapapun yang hendak memberikan buah-buahan kepada orang-orang yang dipenjara. Dan saya mentaati aturannya sewaktu ia berada di luar penjara. Dan saya akan tetap mentaati aturannya, meski kini ia berada di dalam penjara. Demi Allah, ia tidak akan merasakan buah sebijipun”.

Rabbmulah yang mengatur urusan seluruh makhlukNya. Adakah kamu berfikir urusan itu ada di tanganmu atau di tangan orang yang kamu khawatiri akan melaporkan aktifitasmu kepada aparat keamanan? Sudahlah, kita lupakan saja belenggu (ketakutan pada) intelejen itu. Dan belenggu itu akan lepas manakala kita melupakannya. Apa saja yang memberati benakmu lupakanlah.! Kamu datang untuk mencari syahadah di jalan Allah. Nyawamu berada di tanganmu, kamu berikan dan kamu persembahkan kepada Allah untuk diterima siang dan malam. Kamu khawatir soal kertas? Jangan khawatir...Janganlah kamu mengkhawatirkan apa yang tertulis di kertas ini dan di kertas itu. Biarkan saja mereka menulis dan melaporkan tentang dirimu...biarkan saja mereka memata-mataimu. Kita berdoa kepada Allah, mudah-mudahan Dia menjadikan kita semua sebagai orang-orang yang shaleh, shidiq, dan mukmin.

Demi Allah, orang yang datang untuk menulis laporan tentang dirimu boleh jadi diberi ampunan oleh Allah dan dilapangkan dadanya untuk berjihad dan tidak kembali lagi ke negerimu, seperti kisah Abbad ath Thaliqani. Ia membawa risalah Harun ar Rasyid untuk Sufyan ats Tsauri. Lalu Sufyan ats Tsauri menulis surat jawaban kepada Harun ar Rasyid. Isinya keras sekali. Sementara Abbad ath Thaliqani lupa bahwa dirinya adalah utusan raja. Lalu berteriak-teriaklah ia di jalan: “Siapa yang mau membeli hamba yang lari dari Allah dan kembali kepada Allah?!!”

Orang-orang menyangka ‘Abbad menginginkan uang, maka mereka datang menghampirinya untuk memberinya uang. Namun Abbad menolaknya dan berkata: “Tidak! Bukan uang yang kuharap. Siapa yang mau memberiku baju kasar, maka aku akan melepas pakaian serta lencana kerajaan yang kupakai ini untuknya di tengah-tengah pasar Kufah?!"

Lalu Abbad melempar pakaian kerajaan yang ia kenakan kemudian memakai baju kasar. Ia kembali menghadap Harun ar Rasyid, dalam keadaan telah menceraikan dunia. Penampilannya yang lusuh itu menyebabkan ia ditertawakan orang-orang yang berada di sekeliling ar Rasyid. Namun Harus ar Rasyid sendiri menangis begitu melihatnya. Ia berkata diantara isak tangisnya: “Sang utusan memperoleh manfaat, sedangkan yang mengutus tidak berhasil, usahanya merugi”.

Orang-orang seperti ini, yakni: intel, mata-mata, informan, dan sebagainya, terkadang diberi manfaat oleh Allah dan dilapangkan dadanya untuk turut serta berjihad. Ia orang yang malang, hatinya tertutup, tidak mendapatkan pekerjaan kecuali memata-matai orang Islam yang pergi berjihad ke Afganistan. Pekerjaannya mencari-cari aurat kaum muslimin. Ia makan dari hasil mengkoyak-koyak kehormatan kaum muslimin dan menumpahkan darah mereka. Semakin keras ia menyiksa mereka, semakin bertambah besar isi perut dan isi kantongnya.

Ia datang kemari dengan tujuan itu, tapi ketika ia melihat di sekelilingnya orang-orang yang benar, melihat para syuhada’ yang gugur dalam jihad, terbukalah matanya. Allah memberi petunjuk kepadanya, maka ia buang kertas dan pena yang digunakannya untuk mencatat laporan. Lalu ia pergi berjihad bersama mujahidin ke medan pertempuran.

Pernah suatu ketika saya bertanya kepada seorang pemuda (Arab). Demi Allah, saya belum pernah menjumpai pemuda yang teguh dan konsisten dalam jihad seperti pemuda ini. Ia laksana potongan besi yang menancap kokoh di bumi Afghan. Atau laksana sebuah gunung yang tegak diam tak bergerak. Percayalah, dalam setiap pertempuran yang diikutinya, maka ia gigih berjuang menentang musuh dan tak pernah mundur. Ketika saya bertanya: “Apa yang kamu kerjakan di negerimu?” Maka ia menjawab: “Wahai syeikh Abdullah, mudah-mudahan Allah mengampuni saya”.

Allah akn mengampuninya. Pemuda ini, mempunyai kelakukan yang baik, memiliki fitrah, tapi ia miskin. Air liurnya mengalir melihat tawaran (iming-iming) sejumlah Dirham atau Reyal atau Dinar. Orang miskin itulah yang selalu kamu ingat...ingin kau pukuli kepalanya dan kau lukai. Tapi ia telah kembali kepada Allah dan bertaubat. Kini ia gigih berjuang di jalan Allah.

Maka dari itu janganlah kamu khawatir dan jangan kamu menoleh-noleh ke kanan dan ke kiri seperti orang yang ketakutan. Janganlah kamu takut. Berjalanlah ke depan dan jangan menoleh ke belakang ataupun ke samping. Pasrahkan dirimu kepada Allah dan tenanglah. Tenanglah dan serahkan urusanmu kepada Rabbmu, yang memegang semua urusan, dan kepada-Nyalah semua urusan itu akan kembali...Dialah yang mengatur segala urusan...

“Tiada seorangpun yang akan memberi syafaat kecuali sesudah ada keidzinanNya”. (Qs. Yunus: 3).

Tidak ada yang menolak kehendak-Nya, dan tidak ada yang dapat menahan ketentuan-Nya. Maka kemarilah untuk berjihad. Taatilah Ar Rahman dan lupakan manusia. Apa yang dimiliki makhluk yang bernama manusia? Ia tidak memiliki sesuatu apapun!!.

Sesungguhnya Rabb kamu dapat saja membinasakan para penguasa zhalim itu untuk menyelamatkanmu. Bisa saja Allah menghancurkan seluruh bumi demi menyelamatkan sekelompok kecil orang-orang yang beriman. Sebagaimana Allah pernah menenggelamkan bumi beserta manusia-manusianya, hewan-hewannya, dan pepohonan-pepohonannya demi menyelamatkan 12 orang beriman yang masuk kapal bersama Nabi Nuh.

Seluruh bumi...demi Allah, kami menyaksikan sendiri bagaimana Allah ‘Azza wa Jalla memenangkan hamba-Nya.…..Bagaimana Allah menyiksa musuh-Nya. Meski dia adalah seorang thaghut besar, sementara kamu adalah orang miskin, tidak mempunyai pekerjaan besar di negerimu, ataupun hal lain yang berarti...Allah azza wa Jalla memenangkanmu...

“Maka dia mengadu kepada Rabbnya “Bahwasanya aku ini adalah orang yang dikalahkan, oleh sebab itu menangkanlah (aku)”. (Qs. Al Qamar: 10).

Tatkala Abdul Qadir Audah digiring ke tiang gantungan dan para algojo siap mengeksekusinya, maka ia menengadah ke langit dan berdoa : “Sesungguhnya aku ini orang yang dikalahkan. Ya Allah, jadikanlah darahku sebagai laknat bagi para tokoh revolusi”. Dan akhirnya benar-benar menjadi kenyataan, darah Abdul Qadir menjadi laknat atas mereka. Mayat mereka busuk sekali baunya. Tak seorangpun diantara mereka yang mati melainkan mati dalam keadaan hina.

Maka dari itu, serahkan urusanmu kepada Allah, serahkanlah kepada Rabbul alamien. Kamu datang kepada Allah Azza wa Jalla dan menghadap kepada-Nya.

Delegasi Allah ada tiga, salah satu diantaranya adalah: Orang yang berjihad di jalan Allah. Kamu adalah delegasi Allah, adakah kamu menyangka bahwa Allah tidak memuliakanmu? Apabila kamu singgah di tempat saya, sementara saya adalah orang miskin dan insan yang tidak punya, maka saya tetap akan memuliakanmu. Lantas bagaimana jika kamu singgah dalam jamuan Ar Rahman?

Nabi saw bersabda:

“Ada tiga golongan yang wajib bagi Allah untuk menolong mereka: Orang yang berjihad di jalan Allah...”

Kalian sekarang berada pada derajat pertama di atas jalan menuju (keridhaan) Allah. Maka, dalam masa-masa waktu tersebut, syetan semakin kuat menghasut kalian dengan bisikan-bisikan jahatnya.

Kamu meninggalkan sekolahmu wahai anakku, dimana akal sehatmu? Kamu terlalu bersemangat, kamu bertindak gegabah. Begitu kamu membaca sebuah artikel di majalah jihad, langsung saja kamu terbang. Kamu tidak bersabar menunggu sampai akhir tahun. Kamu tidak menunggu sampai kamu selesaikan dahulu tahun ketiga atau tahun keempat di Fakultas Teknik. Kamu tidak menunggu sampai kamu minta pendapat terlebih dahulu kepada ibu dan bapakmu. Kamu datang ke sini, lalu apa yang terjadi? Tidak ada wajah yang kamu kenal dan tidak ada uang saku di kantongmu. Di sana ada mobilmu dan rumahmu. Di samping rumahmu ada masjid. Kamu shalat di situ, dan mengajarkan Al Qur’an kepada sejumlah  pemuda. Di sekolahmu kamu mempunyai sejumlah teman-teman yang baik. Kamu bekerja sama dengan mereka dan saling tolong menolong dalam beramal untuk Allah. Kamu bisa menyeru kepada yang ma’ruf, mencegah yang mungkar, dan menutup lubang-lubang kekurangan yang ada”. Demikian apa yang dikatakan syetan kepadamu.

“Kamu bisa lebih memberikan manfaat jika tinggal di negerimu. Seandainya kamu mengumpulkan sejumlah uang atau kamu tetap bekerja, lalu pada setiap akhir bulan kamu kirimkan sejumlah uang untuk membantu mereka, bukankah yang demikian itu lebih baik? Bukankah lebih baik jika kamu alihkan saja harga uang tiketmu untuk membeli sebuah baju buat orang Afghan? Atau kamu kirimkan uang itu untuk membantu kehidupan anak-anak yatim? Kamu datang ke sini bergelut dengan hawa dingin dan rasa lapar. Manfaat apa yang dapat kamu berikan? Orang-orang tidak memahamimu. Demikian juga kamupun tidak memahami (bahasa) mereka. Mereka ada yang berasal dari suku Phoston dan ada yang berasal dari suku Parsi”.

“Wahai saudaraku, fikirlah baik-baik. Kamu masih muda belia. Perjalanan hari-harimu masih panjang. Kesempatan yang kamu miliki untuk berjihad masih banyak, apakah jihad hanya di Afganistan saja?!”

“wahai saudaraku, persiapkanlah dirimu di negerimu. Berolahragalah dan masuklah klub-klub olahraga, dan sebagainya. Bermain sepak bola...persiapkan fisikmu.…..Kamu sekarang masih lemah, tidak bisa mengikuti program olah raga fisik yang diadakan setiap pagi di sana. Kamu tidak mampu mendaki gunung-gunungnya. Lalu manfaat apa yang kamu berikan sesudah itu?” Demikian apa yang dikatakan syetan untuk menghasut dirimu.

Demi Allah, sesungguhnya negerimu, serta apa saja yang ada di dalamnya, tidak berarti sedikitpun dibanding dengan sejenak waktu keberadaanmu di sini.

“Sesunguhnya Ribath sehari di jalan Allah lebih baik daripada dunia dan seisinya”. (HR. Al Bukhari dan Muslim).

Bukan hanya lebih baik dari Oman dan negeri sekitarnya, atau dari kota Zarqa’, Jeddah, Qahirah dan kota-kota lainnya. Tapi lebih baik dari dunia dan seisinya.

Timbangan Mujahid

Andaikan seluruh kekayaan dunia dikumpulkan jadi satu, maka semua itu tidak dapat menyamai pahala ribathmu sehari di sini. Seperti ucapan Syeikh Sayyaf pada seorang putra raja di satu negeri Arab. Waktu itu Syeikh Sayyaf berkunjung ke salah satu negeri Arab. Tak seorangpun yang datang menyambutnya. Baik rajanya sendiri maupun salah seorang wakil resminya. Setelah tiga hari menginap di hotel tanpa ada yang menemuinya, maka Syeikh sayyaf menemui putra raja –yang baik sikapnya terhadap Islam dan jihad- dan mengatakan padanya: “Dengarkanlah, andaikan saya ini adalah pemain bola ternama, pastilah raja beserta para ajudannya menyempatkan diri untuk menemui saya. Tolong sampaikan pada ayahmu. Demi Allah, sesungguhnya status tahta seperti ayahmu tidaklah dapat saya samakan (nilainya) dengan sebentar waktu saja dalam jihad”.

Memang benar, apakah nilai dunia sekarang di negeri-negeri Islam? Pada saat manusia telah berubah menjadi binatang ternak. Mereka tidak berfikir kecuali tentang makanan, pakaian dan kesenangan. Makan apa pagi ini? Makan apa siang ini? Makan apa malam ini? Kendaraan mana yang pantas dipakai? Inilah apa yang mereka fikirkan setiap saat. Mereka bersenang-senang dan makan-minum layaknya binatang ternak.

Oleh karena itu, hari-hari yang kamu lalui di sini amat jauh bernilai dibandingkan dengan hari-hari yang kamu lalui di negerimu. Terjadi peningkatan yang cukup drastis pada dirimu, baik itu dalam hal ilmu, tilawatil Qur’an, Qiyamullail maupun dalam hal pendekatan diri kepada Allah. Kapan terjadi dalam hidupmu, kamu membaca Al Qur’an seperti kamu membaca Al Qur’an di sini? Kapan terjadi dalam hidupmu, kamu melewati hari tanpa suatu kesalahan seperti di sini? Kapan terjadi dalam hidupmu, kamu merasakan kebahagiaan seperti yang kamu rasakan di sini? Kapan terjadi dalam hidupmu, kamu mengerjakan shalat malam seperti yang kamu kerjakan di sini? Kapan terjadi dalam hidupmu, dan di masjid mana di negerimu, kamu dapat membongkar pasang senjata anti pesawat terbang ZPU, atau mortir, atau pistol, atau kamu pernah merasakan kemerdekaan dan kebebasan seperti di sini, tidak ada yang mengawasimu selain Rabbul Alamien?!!.

Maka dari itu, janganlah sampai diri kalian diperdaya oleh hasutan syetan.

“Sesungguhnya syetan menghadang Ibnu Adam di semua jalannya. Ia menghadang Ibnu Adam di jalan Islam. Kata syetan: “Adakah kamu mau masuk Islam, dan meninggalkan agama bapak-bapakmu dan nenek moyangmu?” Kemudian ia menghadang di jalan hijrah. Kata syetan: “Adakah kamu mau berhijrah, dan meninggalkan negerimu, bumimu, langitmu, keluargamu dan tetanggamu?” Kemudian ia menghadang di jalan jihad. Kata syetan: “Adakah kamu mau berjihad, jika kamu terbunuh, maka istrimu akan dinikahi orang dan anak-anakmu akan terlantar?”[7]

Dan sekarang ini, Syetan menghadang kalian di jalan hijrah.

Bergembiralah wahai saudara-saudaraku! Setiap hari di sini (di Kamp Latihan) lebih baik daripada dunia dan seisinya. Ketahuilah, kamu di sini memperoleh pahala yang lebih banyak daripada pahala seorang murabith yang tidak terlatih. Kita di sini melaksanakan dua faridhah, yaitu Faridhah I’dad dan Faridhah Ribath, walaupun ribath di sini tidaklah sempurna betul, mungkin separuh sampai tiga per empat faridhah ribath. Sementara mereka yang berribath tanpa lebih dahulu melakukan I’dad, maka mereka hanya mengerjakan satu faridhah.

Janganlah kamu tergesa-gesa ingin segera pergi ke Joji. Joji tidak akan lari…..Percayalah Joji tidak akan lari. Janganlah kamu tergesa-gesa, ketahuilah setiap hari yang kamu lalui di sini akan menambah kematangan dan kebersihan jiwamu... bertambah wawasanmu, bertambah pengetahuanmu tentang tabi’at bangsa Afghan, bertambah pengetahuanmu tentang berbagai taktik peperangan. Setiap hari yang kamu lalui di sini, akan memberimu manfaat di wilayah Afghan nanti. Jika kamu tergesa-gesa, maka ibaratnya seperti orang yang terburu-buru memetik buah sebelum waktunya masak.

Barangsiapa terburu-buru mendapatkan sesuatu sebelum tiba waktunya, maka berakibat tidak mendapatkan apa yang dicarinya.

Banyak pemuda yang baru singgah sebentar di sini, lalu mereka ingin segera bergabung dengan mujahidin... Hei Fulan!, tinggallah sementara waktu untuk berlatih.…. Demi Allah, saya ingin berperang, saya datang untuk berperang. Apa yang saya kerjakan jika tinggal di sini?... Lalu dia pergi... tetapi orang-orang Afghan tidak mempercayainya, mengapa?... Karena dia tidak/belum tahu cara mempergunakan senjata (anti pesawat) ZPU maupun DScK. Ketika disodori senjata DScK, maka ia bertanya: “Dari mana kalian membelinya?” Tentu saja, orang-orang Afghan tidak mempercayainya!. Dan orang-orang Arabpun tidak akan menaruh kepercayaan kepadanya. Mereka tidak akan mempercayakan tugas apapun kepadanya, dan tidak akan mempercayainya. Karena dia tidak tahu cara mempergunakan senjata, maka ia jatuh dalam pandangan mereka. Apalagi bila ia juga tidak bisa membaca Al Qur’an dengan baik, maka keadaannya semakin lebih menyedihkan lagi. Ia tinggal bersama mereka seperti ibu penganten yang sibuk sendiri, bengong, salah tingkah dan tidak mengerjakan apa-apa.

Mereka bersikeras hendak pergi, kemana?... “Saya mau pergi ke Joji, beribath”! Jawabnya ... Lalu ia pergi ke sana dan tinggal selama seminggu –sementara ia tinggal di sini tidak sampai seminggu -  Ketika di Joji tidak ada pertempuran, maka ia balik lagi membawa ranselnya ... Lalu ke mana lagi ia pergi ? Ke markas  Jalaluddin di Khust!. Ia pergi ke sana dan tinggal selama seminggu sampai dua minggu. Tapi di sana juga tidak ada pertempuran. Maka ia memanggul lagi ranselnya dan kembali ke sini. “Tidak ada pertempuran!” Katanya pada ikhwan-ikhwan yang berlatih senjata di sini.... Lalu ia mendengar bahwa di Kandahar terjadi pertempuran.... Mari ke Kandahar!... Tidak! Sebenarnya ia tidak akan melakukan sesuatu apapun di sana.

Selama enam bulan atau sembilan bulan kalian dapat pergi ke front, kemudian kembali lagi ke sini untuk berlatih lagi. Lantas siapa yang melatih mereka? Shuhaib dan rekan-rekannya yang seangkatan daurahnya dengan mereka.

Jika mereka benar-benar mau bersabar, mereka akan menjadi matang dan menguasai persenjataan. Mereka bisa menjadi pelatih dan instruktur.

Ketika pertempuran pecah di daerah Joji, maka yang kami butuhkan hanya para pemuda yang terlatih baik. Mereka yang pandai menembak, mengetahui dengan baik taktik penyerangan, mengetahui cara withdrawl (taktik mundur) dari pertempuran, bukan melarikan diri, mengetahui dengan baik cara mempergunakan senjata RPG. Maka kami dapat mempercayai mereka... Adapun pemuda yang datang seperti perwira lagaknya, dan ingin kembali (dari front) seperti seorang perwira..., maka yang seperti ini tidak kami butuhkan. Kewajiban kami di Shada ini adalah untuk menahan siapapun yang berlagak seperti perwira dan memompa keluar udara yang menggembung di dalam dadanya dan mengembalikannya menjadi seorang prajurit. Agar ia tahu apa itu ta’at?! Tahu apa itu ‘Kumpul!’ ’Bubar!’, Tahu apa makna ‘Berjaga’ ?! Oleh karena jihad adalah ‘Ibadah Jama’iyah. Dan ibadah Jama’iyah itu hanya mempunyai satu imam.

Sebagaimana shalat, berapa imamnya? Boleh jadi kamu dahulu menjadi imam di tempat asalmu. Tetapi di sini kami mengajarimu untuk menjadi makmum. Kamu mempunyai satu orang imam saja. Janganlah kamu mendahului imam,  janganlah kamu ruku’ sebelum imam ruku’.

“Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti. Maka dari itu, apabila ia ruku’, ruku’lah kalian. Apabila ia sujud, sujudlah kalian”.(Al Hadits)

Kamu tidak boleh bersaing dengannya, dengan   membarenginya ataupun mendahuluinya. Jika kamu tidak mengikutinya, maka shalatmu batal, tidak sah. Demikian juga halnya dalam jihad. Jika kamu tidak mentaati Amir, maka kamu kembali (dari jihad) dalam keadaan berdosa, bukannya membawa pahala. Dalam hadits dinyatakan:

“Ia tidak kembali dengan sesuatu yang mencukupi”


Maksudnya: Ia kembali dalam keadaan berdosa, tidak mendapat pahala. Oleh karena dalam jihad itu ada adab dan hukum-hukum yang harus kamu ketahui. Tanpa mengetahui hal tersebut, maka keberadaanmu dalam jihad tiada berguna. Kamu akan lebih banyak membuat kerusakan daripada perbaikan. Maka dari itu, janganlah kalian tergesa-gesa. Jika kalian ingin melanjutkan jihad, itu maknanya kalian harus melakukan i’dad. Allah Azza wa Jalla menjadikan i’dad sebagai tanda/alamat bagi orang yang memiliki tekad kuat untuk melanjutkan jihad. Sebagaimana firmanNya:

“Dan jika mereka mau berangkat (berperang), tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu”. (Qs. At Taubah: 46).


[1] Lihat Mukhtashar Muslim no: 1225
[2] Lihat Shahih Al Jami’ Ash Shaghir no: 7520
[3] Hadits shahih diriwayatkan Ibnu Hibban, At Tirmidzi dan yang lain.
[4] Hadits shahih. Lihat shahih Al Jami’ Ash Shaghir, no: 6332.
[5] Hadits shahih. Lihat kitab “Misykat” no: 5300.
[6] Bangsa yang dahulunya bertempat tinggal di bagian Barat Daya Caucasus dan pantai timur Laut Hitam. Sebagain besar dari mereka berhijrah ke negeri Turki, Syiria dan Yordania.
[7] Hadits shahih...Lihat Sahih Al Jami’Ash Shaghir no: 1625.

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar

Leave a Reply