Kewajiban Jihad itu Terus Berlaku sampai Hari Kiamat
Unknown
06.51
0
Sesungguhnya segala puji itu milik Allah. Kami memuji-Nya, memohon pertolongan kepada-Nya dan berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kami dan keburukan amal-amal kami. Barang siapa diberi petunjuk Allah, maka tidak ada yang dapat menyesatkan. Dan barang siapa disesatkan Allah maka tidak ada yang dapat menunjukinya.
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. (QS. Ali ‘Imran :102)
Wa ba’du:
EMPAT SIFAT MULIA
Wahai mereka yang telah ridla Allah sebagai Rabb-nya, Islam sebagai Diennya, serta Muhammad sebagai Nabi dan Rasulnya, ketahuilah bahwa Allah telah menurunkan ayat dalam Surat Al ’Ashr :
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran”. (QS. Al’Ashr : 1-3)
Surat ini pendek, kendati demikian makna yang dikandungnya mencukupi bagi seluruh umat manusia. Sebagaimana kata Imam Syafi’i rahimahullah : “Seandainya tidak diturunkan dari langit kepada manusia selain surat Al ‘Ashr, tentu surat tersebut mencukupi bagi mereka.”
Rabbul ‘Izzati bersumpah dengan masa, sama saja apakah yang dimaksud itu zaman atau waktu antara ‘Ashr dan Maghrib. Karena kemuliaan-Nya, maka Allah bersumpah, bahwa tidak akan selamat dari kerugian dan kesia-siaan kecuali orang yang mempunyai empat sifat :
- Iman
- Beramal shaleh
- Saling menasehati untuk menetapi kebenaran
- Saling menasehati untuk menetapi kesabaran
Al Insan itu adalah bangsa manusia, oleh karena huruf Al menurut kaidah Ushul disebut sebagai Al Istighraqiyah au Asy Syumul, artinya Al yang berfungsi untuk mencakup dan meratai seluruh manusia.
Rabbul ‘Izzati bersumpah (yang bersumpah adalah Allah Subhanahu, yang tidak akan mengingkari, tidak pernah salah dan tidak bodoh, Firman-Nya adalah haq. Tak seorangpun yang dapat merubah hukum-Nya dan menolak ketetapan serta kalimat-kalimat-Nya) bahwa siapapun yang belum meraih keempat sifat ini, maka dia berada dalam kerugian dan kesia-siaan yang nyata.
1. Al Iman.
Rukun iman yang enam telah anda ketahui, yakni : Iman kepada Allah, malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, hari kiamat dan beriman kepada takdir, yang baik maupun yang buruk. Yang pertama kali dari rukun-rukun ini adalah iman kepada Allah. Untuk itu kita akan kembali membahasnya.
2. Amal shaleh.
Apa korelasi antara iman kepada Allah dan amal shaleh ? Iman tanpa amal tidak akan bermanfaat, sebaliknya amal tanpa didasari iman bagaikan debu yang beterbangan. Allah Ta’ala beriman :
“Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan”. (QS. Al Furqan : 23)
3. Saling menasehati untuk menetapi kebenaran.
Ayat-ayat tersebut menunjukkan akan pentingnya Jama’ah Islam. Oleh karena perintah-perintah dan berita-berita dalam ayat tersebut seluruhnya datang dalam bentuk wawu jama’ah (huruf wawu yang menyatakan bentuk jama’), sebab saling menasehati itu tidak mungkin dilaksanakan kecuali dalam sekelompok orang.
Taushiyah bil haq dan taushiyah bis shabr itu mengharuskan suatu jama’ah untuk tetap konsisten di atas prinsip kebajikan, melangkah di jalan yang benar dan menetapi kesabaran diatas jalan tersebut serta tetap terus menjaga kesungguhan meskipun menghadapi berbagai problem dan rintangan.
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus kepada (kaum) Tsamud saudara mereka Shaleh (yang berseru): "Sembahlah Allah". Tetapi tiba-tiba mereka (jadi) dua golongan yang bermusuhan”. (QS. An Naml :45)
Iman kepada Allah terdiri dari:
1. Tauhid Rububiyah,
2. Tauhid Uluhiyah,
3. Tauhid Asma’ dan Sifat.
Tauhid Rububiyah disebut juga Tauhid Ma’rifah wa Itsbat. Maksudnya : engkau meyakini bahwa Allah adalah Sang Pencipta, Pemberi rizki, Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan. Inilah tauhid yang disebut orang-orang sebagai Tauhid Ma’rifat atau Tauhid ‘Ilmi ( tauhid pengetahuan atau teori ).
Adapun tauhid yang berat bagi jiwa untuk menerapkannya dalam kehidupan nyata adalah Tauhid Uluhiyah. Mengingat dengannyalah para Rasul diutus, karena tauhid inilah darah para syuhada’ditumpahkan dan nyawa orang –orang shaleh dibunuh. Dan demi tauhid ini segala pengorbanan dipersembahkan diatas jalan yang panjang dan luhur itu.
Menetapkan Tauhid Uluhiyah dibumi atau Tauhid ‘Amali, maksudnya adalah engkau memindahkan iman yang sifatnya teoritis kepada iman yang sifatnya praktis dan berpindah dari sekedar sikap ilmu menjadi sikap amal, yakni : engkau menyembah hanya kepada Allah saja dan tidak menyekutukan sesuatu dengan-Nya. Itulah yang dinamakan Tauhid ‘Ubudiyah. Adapun manifestasi dari Tauhid ‘Ubudiyah itu ialah : engkau melakukan shalat, shiyam dan engkau bernadzar hanya untuk Allah saja. Engkau berhukum kepada Allah saja, engkau bersumpah hanya dengan nama Allah saja dan engkau mengerjakan segala sesuatu sementara niatmu menghadap kepada Allah, Yang Maha Tunggal lagi Maha Perkasa. Dan itu merupakan jalan yang sulit lagi mendaki. Jarang sekali manusia yang dapat memikulnya dan sedikit pula yang mengetahui niatnya kecuali beberapa gelintir orang saja.
Adapun Tauhid Asma’ wa Sifat, pengertiannya adalah : menetapkan bahwa Allah ‘Azza wa Jalla mempunyai nama-nama yang bagus dan sifat-sifat yang tinggi dan luhur, seperti yang disebut dalam Kitabullah dan Sunnah yang shahih. Nama-nama ini, kita tetapkan sebagaimana adanya tanpa tahrif (memalingkan), tanpa ta’wil (interpretasi), tanpa tasybih (menyerupakan), tanpa ta’thil (meniadakan) dan tanpa tamtsil (menyamakan)nya. Allah menyebut diri-Nya, Jabbaar, maka kita tidak boleh menyebutnya Jaabir. Oleh karena tidak boleh me-musytaq-kan (memecahkan kata kepada bentuk yang lain) terhadap nama Allah Azza wa Jalla. Demikian menurut pendapat jumhur ulama salaf dan khalaf. Mereka juga melarang membuat nama-nama baru bagi Allah dari hasil pengambilan dari asal suatu kata (istiqaq), contohnya : kalian tidak boleh menggelari Allah ‘Azza wa Jalla dengan nama Mustawi ( Maha Bersemayam), dengan mengambil asal katanya dari ayat :
“(Yaitu) Yang Maha Pemurah, istawaa (yang bersemayam) di atas 'Arsy”. (QS. Thaaha : 5)
Berpijak dari keterangan diatas, maka wajib bagi kita mengetahui sifat-sifat Allah dan asma-asma-Nya serta mengagungkan-Nya. Dan jangan sampai kita membuat nama-nama baru bagi-Nya dan kufur terhadap asma-asma-Nya. Jika Allah swt berfirman :
“Tangan Allah di atas tangan mereka”. (QS. Al Fath : 10)
Maka kita menetapkan bahwa Allah mempunyai sifat yang namanya “Tangan”. Tak boleh kita menanyakan: “Apakah tangan Allah seperti tangan kita”, atau “Bagaimana bentuk tangan Allah itu?”. Oleh sebab akal manusia itu terbatas jangkauannya, hanya untuk memikirkan kewajibannya di permukaan bumi ini, tak akan mampu melewati orbitnya kecuali jika ada onta masuk ke lubang jarum. Ilmu kita tidak meliputi Dzat Allah, maka kita harus menerima nash-nash yang datang itu seperti apa adanya. Kita harus mengamalkan nash-nash tersebut sebagaimana orang-orang salaf mengamalkannya. Tidak menyamakan, tidak menggambarkan dan tidak meniadakan sifat-sifat Allah dan nama-nama-Nya. Kita katakan : ”Sesungguhnya orang–orang salaf, --semoga Allah meridhai mereka semua-- mengetahui makna-makna sifat itu. Mereka mengetahui makna Istiwa’ (bersemayam), makna Nuzuul (turun), akan tetapi bila mereka ditanya dengan kata “Bagaimana?”; maka mereka menjawab seperti apa yang menjadi jawaban Imam Malik kepada orang yang menanyakan “Bagaimana Allah Yang Maha Pemurah itu istiwaa’ (bersemayam ) di atas ‘Arsy?”
Beliau berkata : ”Al Istiwaa’ (bersemayam ) itu telah ma’lum (dimengerti), bagaimana cara bersemayam–Nya itu majhul (tidak diketahui), mengimaninya itu wajib dan menanyakannya itu bid’ah”.
Dan beliau memerintahkan agar orang yang bertanya tadi diusir dari halaqah (majlis pengajian) yang diadakannya di masjid.
Kita beriman kepada sifat-sifat itu, karena ia datang dari sisi Rabbul ‘Alamin. Tanpa bertanya, tanpa memikirkan dan tanpa menduga-duga, sebab :
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS. As Syuura :11)
Kita tidak mengatakan (mengartikan) bahwa “Tangan Allah” adalah ”Kekuasaan Allah”. Atau mengatakan : “Tangan Allah seperti tangan-tangan kita”, atau meniadakan tangan-Nya. Kita tidak meniadakan sifat tangan yang dimiliki Allah ‘Azza wa Jalla dengan mengatakan : ”Tangan-Nya adalah kekuasaan-Nya, mata-Nya adalah pertolongan /inayah-Nya dan rahmat-Nya.”
Kita tidak mampu mengagungkan Allah swt, lebih dari pengagungan Allah kepada diri-Nya sendiri. Kita tidak mampu mengagungkan Allah swt, lebih dari pengagungan Rasulullah saw kepada-Nya. Jadi apabila Rasulullah saw bersabda kepada kita :
“Rabb kita turun pada sepertiga malam yang akhir ke langit dunia…”. (HR. Al Bukhari) 1
Maka kita harus berhenti (tidak mempersoalkan) isi hadits ini dan menyakini bahwa Allah memiliki sifat yang namanya “Nuzuul” (Turun).
Bagaimana turun-Nya Allah? Bagaimana turun-Nya itu majhul, turun itu ma’lum, mengimaninya adalah wajib dan menanyakannya adalah bid’ah. Kita tidak boleh mengatakan : “(Yang dimaksud dengan) Turun-Nya Allah Azza wa Jalla adalah rahmat-Nya menampak di langit dunia “, ini namanya ta’wil. Sedangkan ta’wil itu merupakan kategori ta’thil (peniadaan), baik itu jauh maupun dekat.
//Tiadalah kami menyamakan sifat-Nya dengan sifat-sifat kami
sesungguhnya orang yang menyamakan itu adalah penyembah berhala
sekali-kali tidak!, kami tidak akan menghilangkan sifat-sifat –Nya
sesungguhnya orang yang meniadakan itu adalah penyembah kebohongan//
Orang yang meniadakan berarti menyembah sesuatu yang tidak ada, sedangkan orang yang menyamakan berarti menyembah berhala. Kita tidak menyembah berhala dan tidak pula menyembah sesuatu yang tidak ada. Kita menetapkan bagi Allah, apa yang telah dia tetapkan bagi diri–Nya. Kita tidak mampu mengungkapkan sesuatu yang lebih bagus dari pada kalam Allah Azza wa Jalla, dan kita tidak mampu menggelari Allah dengan nama-nama yang lebih baik dari nama–nama yang datang dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Jika kita hendak menghindar dari tasybih dan tamtsil ( penyerupaan dan penyamaan) lalu mengatakan :”Tangan Allah adalah inayah-Nya atau kekuasaan-Nya”, maka seakan-akan kita menyangka kita dapat mensucikan/menjauhkan Allah Azza wa Jalla dari hal-hal yang tidak baik, lebih dari pensucian Nabi saw atas diri-Nya dan lebih dari pensucian Allah swt atas diri-Nya sendiri. Ini --demi kebenaran--, adalah kedustaan yang nyata dan kesesatan yang jauh.
Oleh karenanya, kaidah tentang asma dan sifat Allah ini harus menghunjam betul dalam sanubari, harus kuat dan kokoh, karena ia merupakan bagian dari pada iman yang tidak terpisahkan. Dan ini adalah kunci pertama bagi agama ini, dan ia juga merupakan pintu pertama bagi sikap yakin terhadap Rabbul ‘Alamin.
Dalam persoalan Tauhid Rububiyah, kebanyakan manusia sama tingkat keyakinannya. Anda akan mendapati bahwa seorang pencuri, penodong, perampok dan lain-lain mengetahui bahwa Allah adalah Pencipta dan Pemberi rezki. Akan tetapi penerapannya dalam kehidupan nyata, sering anda temui orang yang menyatakan bahwa “Allah adalah Pemberi rezki “, menyuguhkan minuman keras pada bulan Ramadhan atau diluar Ramadhan kepada bos-bosnya, demi mengejar karier. Di mana aqidah tauhid dalam sanubari orang semacam ini? Di mana aqidah bahwa Allah adalah Pemberi rezki, dalam dirinya atau dalam relung hatinya?
Sesungguhnya orang yang selalu mengulang-ulang perkataan “Allah Pemberi rezki”, namun belum pernah sekalipun menerapkan dalam peristiwa nyata yang membuktikan di dalamnya terdapat Tauhid Uluhiyah dalam persoalan tersebut, maka bagaimana kita percaya bahwa dia benar-benar yakin bahwa Allah adalah Pemberi rezki? Bahwa Allah adalah Pencipta ?
Keadaannya seperti orang yang bertanya tentang siapa pemilik istana ini? Lalu dijawab: “Milik si Fulan”. Tapi jawaban tersebut tidak mengusik ketenangan mereka, tidak merubah perilaku mereka, tidak mendidik akhlak mereka, tidak membersihkan perasaan mereka dan tidak meningkatkan perhatian mereka.
Demikian mereka bertanya : ”Siapa pemilik alam semesta ini ?”. Lalu dijawab: ”Milik Allah, Rabb semesta alam ”. ….”Milik siapa istana ini ?” “Milik si Fulan”. Memang, alam semesta ini diciptakan oleh Rabbul ‘Alamien. Namum hanya dengan mempercayai saja tidak akan merubah kepedulian, perasaan, budi pekerti dan kehidupan seseorang. Oleh sebab itu kita harus berupaya untuk mengimplementasikan aqidah tauhid rububiyah menjadi tauhid uluhiyah. Dari kenyataan teoritis menjadi kenyataan praktis, dari ilmu menjadi amal. Inilah tauhid yang karenanya segala rintangan diterjang dan diatas jalan ini darah dikucurkan dan nyawa orang-orang shaleh dibunuh.
Wahai saudara–saudaraku !
Sesungguhnya kewajiban seorang muslim dalam hidupnya adalah mengikrarkan tauhid uluhiyah di bumi, sesudah mengikrarkannya di dalam hati. Diawali dengan mengikrarkan tauhid uluhiyah di dalam sanubari, kemudian kedua mengikrarkannya pada perilaku, ketiga pada keluarganya dan yang keempat pada masyarakatnya. Tujuan ini tiada akan berakhir hingga ruh berpisah dengan jasadnya. Karena itu tugas seorang muslim ini harus selalu terpampang jelas di depan kedua penglihatannya : “Sesungguhnya aku diciptakan di dunia ini adalah untuk tauhid uluhiyah ,….untuk tauhid!”.
Kecuali untuk ibadah. Dan ibadah itu sendiri adalah tauhid uluhiyah. Sedangkan tauhid uluhiyah meliputi juga tauhid rububiyah, namun tidak sebaliknya.
Tahukah engkau, wahai saudaraku, mengapa kamu hidup? Untuk apa kamu diciptakan? Dan apa sebenarnya tugas kamu dalam kehidupan ini? Di mana akan berakhir perjalananmu? Di tempat yang mana kelak kamu akan menetap? Di mana akan kamu lemparkan sauhmu?
DINAMIKA SEJARAH ISLAM BERGANTUNG KEPADA JIHAD
Wahai saudaraku, engkau harus mengetahui bahwa tugasmu dalam hidup ini adalah menegakkan Dienullah (agama Allah). Dan menegakkan Dienullah di bumi merupakan suatu pekerjaaan yang mesti disertai jihad, tak pernah lepas darinya untuk selamanya. Dan mesti pula disertai taushiyah bil haq dan taushiyah bish shabr. Adapun orang-orang yang menyangka bahwa kehidupan atau jihad itu hanyalah perangnya suatu kaum saja atau satu hari saja atau sebuah pergulatan demi mempertahankan hidup atau mengusir musuh yang menguasai sejengkal tanah, berarti mereka itu tidak mengetahui tabi’at agama ini dan tidak pula mengerti sunnah Sayyidil Mursalin saw. Sesunguhnya jihad itu adalah tugas wajib yang tergantung di leher setiap muslim sejak qalam (pena) berjalan mencatat amal perbuatannya, sampai dia bertemu dengan Allah (mati), atau sampai qalam tersebut diangkat karena dia gila atau pingsan atau karena sebab yang lain. Tanpa alasan itu, maka tugas jihad akan tetap terus berlaku. Tak ada jalan lolos baginya. Jika seseorang meninggalkan kewajiban jihad, yang lebih didahulukan daripada shalat, seperti masa-masa sekarang ini, maka boleh jadi dia menjadi orang fasiq atau pendurhaka. Kewajiban jihad lebih didahulukan atas shalat dan puasa, seperti kata Ibnu Taimiyah :
“Tiada sesuatu yang lebih wajib hukumnya setelah iman kepada Allah daripada menolak musuh yang menyerang kehormatan dan agama”. 2
Lalu apa kehidupan itu? Apa sejarah itu?
Mereka menyebutnya dengan istilah: “As Sairu wa Al Maghazi”, maksudnya kisah perjalanan dan peperangan. Perjalanan jihad adalah perjalanan hidup para tokoh. Jihad itu adalah kisah-kisah para pahlawan’. Sirah agama adalah kisahnya para tokoh dan gerak perjuangannya dalam menegakkan agama ini. Dan itu adalah perjalanan agama ini. Kumpulan kisah itu disebut kumpulan sirah (perjalanan hidup). Sirah si Fulan, si Fulan, dan si Fulan, keseluruhannya disebut sair (kisah-kisah perjalanan). Dan “sair” mereka adalah jihad dan peperangan.
Oleh karenanya terkadang syetan masuk dalam hatimu untuk membisikkan rasa was-was dan menggoda. Dia berkata ; “Apa perlumu wahai saudaraku, membuang-buang waktu bersama orang-orang Afghan? Kaum yang tak memahami aqidah, kaum yang shalat mereka tidak tenang dan tidak khusyu’, kaum yang para pemimpin mereka saling bermusuhan dalam soal politik dan kekuasaan, kaum yang diantara mereka terdapat para pembohong dan pencuri, kaum yang hendak menghisap harta kekayaanmu”.
Maka bertambahlah keraguan, kebimbangan dan kebingungan manakala bertambah kepedihan dalam perjalanan jihad. Akan tetapi tidak ada jalan keluar. Jika engkau meninggalkan bumi jihad dan kembali ke negerimu, maka engkau akan membawa gelar fasiq dari Allah.
“Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasiq”. (QS. At Taubah : 24)
Egkau membawa gelar fasiq, meskipun engkau mengerjakan shalat di malam hari dan shiyam di siang hari. Meski engkau mengerjakan shalat malam di negerimu dan shiyam, namun engkau tetap fasiq. Setiap orang yang tidak berjihad di muka bumi sekarang ini, maka dia adalah fasiq. Meskipun dia adalah aktifis masjid, meskipun dia adalah dari golongan abid (ahli ibadah) dan zahid ( ahli zuhud).
Demi Allah, kutanyakan kepada kalian, ibadah apa, kezuhudan apa dan ghirah iman yang bagaimana yang ada pada mereka yang menyaksikan kehormatan dirusak, kesucian diinjak-injak, kaum muslimin dibantai, darah mereka mengalir sia-sia, batas-batas mereka dihalalkan, agama mereka dihina dan dilecehkan?.
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya memberi Aku makan”. (QS. Adz Dzariyat : 56-57)
Ya, mungkin pengorbanan itu amat tinggi, mungkin beban tersebut sangat berat. Boleh jadi jalan yang akan kamu lalui menyusahkan, di sana-sini penuh dengan onak dan duri. Akan tetapi, tidak ada tempat lari dan tidak ada jalan untuk meloloskan diri, engkau duduk dengan kefasikan atau engkau berjihad dengan keimanan dan engkau mencapai Jannah dengan jihadmu itu.
Saya katakan kepada salah seorang ikhwan yang hendak meninggalkan tempat ini (kamp. Latihan) ke dalam wilayah Afghanistan : “Saya mohon kepada Allah supaya Dia memberimu karunia syahadah. Atau saya berdoa kepada Allah supaya memberi karunia pada diri saya dan kepada dirimu syahadah”.
Sesungguhnya mati syahid di Afghanistan berarti mati syahid di atas bumi Islam, hal ini tidak perlu dibantah atau diperdebatkan. Mereka berperang di bawah bendera Laa ilaaha illallaah muhammadur rasulullah, bukan di bawah bendera nasionalisme dan bukan di bawah bendera sekularisme. Sedangkan kaum (mujahidin) yang berperang bersama mereka tidak keluar dari iman dan tidak menyimpang dari Islam. Memang mereka mempunyai kesalahan dan kekhilafan, dan kalian lihat diantara mereka ada yang tergelincir dalam dosa. Akan tetapi jika tidak kamu bantu menguranginya, maka siapa lagi yang akan membantu mereka ?!?
//Kau habiskan umurmu wahai si miskin dengan rintihan dan kesedihan.
Kau hanya duduk berpangku tangan seraya berkata : “Zaman telah memerangiku.”
Jika engkau tidak mau memikul beban itu maka siapa lagi yang akan memikulnya?//
Jika para pemuda Islam enggan memikul beban tersebut, jika kalian tidak mau membawa bendera itu, maka siapa lagi yang akan membawanya? Jika kalian sendiri tidak mau menentang dan mengusir musuh, apakah kalian berharap pada mereka, orang-orang bodoh, pemuda-pemuda jalanan yang sesat dan buta, untuk melawan ghazwul fikri, pasukan yang besar , dan doktrin-doktrin yang merusak itu?
Apakah karena engkau seorang dokter, atau seorang Insinyur, atau guru atau dosen, dan engkau mempunyai ranjang tidur yang empuk dan kain sutera, sedangkan mereka ( Mujahidin Afghan ) itu darahnya tak berharga. Jadi tidak ada persoalan kalau darah mereka tertumpah atau nyawa mereka hilang. Karena engkau menyangka bahwa timbanganmu lebih berat dari timbangan mereka. Jika kamu ingin dirimu berat bobotnya dalam timbangan, maka majulah untuk mengerjakan suatu amalan yang akan memperberat timbanganmu disisi Rabbul ‘Alamien.
PENGALAMAN JIHADKU
Dalam sebuah hadits shahih disebutkan :
“Ribath sehari di jalan Allah lebih Aku sukai daripada berdiri shalat pada malam lailatul qadar di dekat Hajar Aswad”. (HR. Ibnu Hibban)5
Hadits ini diriwayatkan secara mauquf dan marfu’ kepada Rasulullah SAW. Kedua riwayat tersebut sama-sama shahih.
Dari Abu Hurairah ra. berkata :
Lebih baik dari seribu hari. Coba hitung saja kalau tiap hari yang kamu lewatkan di Peshawar sebanding dengan seribu hari di negerimu, maka berapa banyak pahala yang kamu dapatkan. Dan sungguh engkau telah menyia-nyiakan pahala yang besar itu jika engkau kembali ke negerimu dan hidup bersama orang-orang yang tenggelam dalam tanah dan debu. Keinginan mereka hanya syahwat belaka, pembicaraan mereka membosankan, mereka berdebat dan bermusuhan dalam persoalan yang remeh dan tiada guna. Engkau tidak mendapati orang-orang seperti mereka memiliki tujuan luhur atau cita-cita yang besar. Sebagian besar kegairahan dan semangat mereka hanya tertuju kepada “Apa yang akan mereka makan, mereka minum dan mereka kenakan”. Bagaimana model celananya? Bagaimana bentuk dan merk sepatunya? Apa warna dasinya? Bagaimana bentuk penampilan rambutnya? Bagaimana dia dapat membuat orang puas? Bagaimana dia dapat merangkai kata-kata dan pembicaraan yang indah? Sehingga orang-orang akan bertepuk tangan, meniup terompet baginya, terpesona dan puas dengan penampilannya. Inginkah engkau hidup dalam kehidupan yang membosankan itu??? Engkau ingin hidup seperti kehidupan binatang ternak itu???
“Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka)”. (QS. Al Hijr : 3)
“Maka biarkanlah mereka tenggelam (dalam kebatilan) dan bermain-main sampai mereka menjumpai hari yang diancamkan kepada mereka. (yaitu) pada hari mereka keluar dari kubur dengan cepat seakan-akan mereka pergi dengan segera kepada berhala-berhala (sewaktu di dunia), dalam keadaan mereka menekurkan pandangannya (serta) diliputi kehinaan. Itulah hari yang dahulunya diancamkan kepada mereka”. (QS. Al Ma’aarij : 42-44)
Ini bukan datang dari diri saya atau dari para ‘ulama, sesungguhnya ia adalah nash-nash yang terdapat dalam Al Qur’an dan dalam as Sunnah bahwasannya siapa yang menjumpai Allah 'Azza wa Jalla dalam masa seperti saat-saat sekarang ini, maka Allah akan mencap dirinya sebagai orang fasiq atau munafiq.
“Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta izin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertaqwa. Sesungguhnya yang meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya”. (QS. At Taubah : 44-45)
“Barangsiapa yang mati, sedang dia belum pernah berperang atau meniatkan pada dirinya untuk berperang, maka ia mati pada salah satu cabang nifak”. (HR. Muslim) 7
Hari-hari dimana perbatasan negeri dalam keadaan aman. Hari-hari dimana perbatasan negeri ramai oleh kaum muslimin. Hari-hari dimana negara dalam keadaan selamat. Hari-hari dimana kehormatan dalam keadaan terlindungi. Ketika dalam kondisi seperti itu, barangsiapa yang mati, sedang dia belum pernah berperang atau berniat berperang, maka dia mati pada salah satu cabang nifak. Bagaimana tidak? jika di atas Masjidil Aqsha bertengger bintang persegi enam (bintang Daud, maksudnya Masjidil Aqsha dan Palestina dikuasai kaum Zionis Israel, --penerj.)
//Isra’il menaikkan bendera diatas langit Al Aqsha dan Al Haram
Duh Tuhanku, tempatku berlindung
Telah lepas jeritanku sepenuh mulut bayi yatim menyentuh telinga mereka,
akan tetapi tidak menyentuh keberanian para pelindung.//
Jika agama telah hilang, maka di mana gerangan kejantanan para lelaki? Jika keperwiraan telah hilang, maka di mana gerangan harga diri? Tidak ada harga diri, tidak ada keperwiraan, tak ada agama!! Jika demikian, yang ada hanyalah binatang dari binatang ternak yang merumput di atas bumi mencari birsim (rumput yang ditanam untuk makanan ternak). Seluruh keinginan dan cita-cita hanya tertuju pada, bagaimana cara mengisi perutnya? Bagaimana bersendawa dari makanan yang telah ditelannya?
KETEGUHAN ITU PENTING DALAM JIHAD
Wahai saudara-saudaraku.
Ya… jihad itu memang sulit. Jalannya panjang dan menunggunya berat. Akan tetapi, pertama kali kamu harus menguasai syetan dengan cara memancangkan di hadapanmu empat atau lima hal berikut ini :
Pertama:
Risalah jihad itu selalu menyertai kehidupan. Dan kewajiban jihad itu sendiri tidak akan berakhir sampai ruh berpisah dengan badan. Jika engkau ragu atas apa yang saya katakan, maka berilah jawaban padaku demi Tuhanmu : “Di mana para sahabat Nabi SAW meninggal dunia? Di mana mereka dikuburkan? Di mana mereka?
Sesungguhnya kota Madinah yang menjadi tempat menetapnya wahyu dan menjadi tempat para pembela Nabi SAW tidak memendam di dalam tanahnya selain dua ratusan jasad para sahabat Nabi SAW. Kurang lebih sekitar 250 jasad sahabat. Lalu di mana gerangan jasad para sahabat yang lain?. Di mana jasad 114.000 sahabat yang melakukan ibadah haji bersama Nabi saat Haji Wada’? Mereka tersebar di muka bumi. Kubur mereka memberikan bukti kepada kita hingga hari kiamat bahwa risalah jihad akan terus berlanjut sampai datangnya Dajjal. Sampai Allah mewarisi bumi dan semua makhluk yang menghuninya. Jihad itu terus berlaku, meski dalam riwayat Abu Dawud ada yang lemah :
“Jihad itu terus berlaku sampai hari kiamat, tidak akan menggugurkannya ketidakadilan pemimpin lalim maupun keadilan pemimpin adil”. 8
Sesungguhnya engkau berjihad demi mempertahankan kehormatan kaum muslimin sesungguhnya engkau berjihad demi membela dan melindungi golongan mustadh’afin.
“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdo'a: "Ya Rabb kami, keluarkanlah kami dari negeri (Mekah) yang zalim penduduknya ini dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau”. (QS. An Nisa’ : 75)
Mereka minta pelindung dan penolong dari Allah Ta’ala setelah penduduk bumi cuci tangan dari kewajiban menolong mereka. Sesudah para lelaki enggan melindungi mereka. Golongan lemah dari kaum lelaki tua renta, wanita serta anak-anak tidak mempunyai pilihan lain kecuali hanya menyumpahi kaum lelaki dan minta pertolongan Allah dengan do’a mereka.
Wahai saudara-saudaraku.
Semut akan melaknat mereka yang enggan berjihad. Dan ikan di laut hanya memintakan ampunan bagi mereka yang mau berjihad saja. Sebab merekalah yang mengajarkan kebajikan kepada manusia serta menjaga dan melindungi kebajikan itu dengan pedang, ruh dan darah mereka. Dan sesungguhnya kepik di liangnya mengadu kepada Allah akan kezhaliman mereka yang duduk-duduk di rumah dan enggan berjihad. Sebab lantaran keengganan mereka pergi berjihad, maka langit berhenti menurunkan hujannya, tumbuh-tumbuhan di bumi berkurang, kekeringan tambah meluas dan kelaparanpun melanda. Maka kepik yang hidup di bawah tanah pun merasa bahwa bani Adam telah meninggalkan dakwah kepada kebajikan. Lalu mereka memohon kepada Allah supaya melaknat mereka. Demikianlah menurut keterangan yang datang dari Mujahid dan Qatadah bahkan juga riwayat hasan yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Rasulullah SAW mengenai ayat :
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat mela'nat”. (QS. Al Baqarah : 159)
Bersabda Rasulullah SAW, tentang Firman Allah: “Yal’anuhumullahu wa yal’anuhumul laa’inuun” ( Mereka itu dilaknat oleh Allah, dan dilaknat (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknat).
“Al Laa’inuun, yaitu: binatang-binatang melata di bumi”. (HR. Ibnu Majjah) 9
Jengkerik melaknat orang-orang yang hanya duduk-duduk tidak enggan berjihad, enggan menyampaikan kebajikan/kebenaran dan enggan melindunginya.
Wahai saudara-saudara!
Sesungguhnya jihad itu betul-betul merupakan perkara yang sangat penting. Ketahuilah, bahwa kalian adalah pelopor kaum kalian. Kalian adalah perintis kebangkitan di negeri kalian. Kalian laksana detonator yang akan meledakkan explosive (bahan peledak) di negeri kalian. Sesungguhnya explosive yang non aktif membutuhkan detonator, dan kalianlah detonator-detonator itu dengan izin Allah. Beribu-ribu ton bahan explosive tanpa ada detonator yang kecil itu, tidak akan berarti apapun, tidak bernilai seberat sayap nyamukpun dalam merubah sesuatu. Maka kekuatannya yang dahsyat tersebut belum dapat dimanfaatkan, selagi detonator yang kecil itu tidak ada. Dan kalian adalah detonator-detonator itu dengan izin Allah, karena itu jangan merasa jemu. Allah tiada akan membuat kalian jemu sehingga kamu sendiri merasa jemu. Dan janganlah kalian berputus asa.
“Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”. (QS. Yusuf : 87)
Hisab itu akan bertambah seiring dengan problematika yang menyertainya serta zaman dan masa dimana mereka hidup di dalamnya. Adapun dosa bagi mereka yang tidak peduli terhadap persoalan Palestina, Afghanistan, Philipina, Lebanon dan lain-lain sekarang ini, lebih berat dari dosa yang akan ditanggung generasi mendatang. Sebab kitalah yang hidup dalam persoalan tersebut dan kita pula yang mengabaikannya. Seperti kata salah seorang Afghan : “Saya pernah mendengar Sayyaf mengatakan : “Kita memetik duri akibat dosa-dosa bapak-bapak kita, dan kita menuai buah akibat kelalaian bapak-bapak kita. Dahulu bapak-bapak kita enggan menolong saudara-saudara mereka di Bukhara. Maka akibatnya anak turun mereka menuai duri dalam perjalanan hidup mereka. Yang mereka dapati adalah kepedihan, pengusiran, perpecahan kehancuran dan pembantaian”.
Dahulu, Ibrahim Bek melarikan diri dari Bukhara. Sebelum dia bersama sekelompok mujahid membentuk gerakan jihad yang mereka namai Bastamtasyi. Gerakan ini mengadakan perlawanan terhadap bangsa Rusia dalam waktu yang relatif lama. Akhirnya mereka terdesak dan lari ke wilayah Takhar, ke Badakhsyan dan ke Kunduz. Dari wilayah Takhar, Ibrahim Bek mengirim tentaranya ke Bukhara. Lenin mengirim surat kepada Raja Amanullah, penguasa Afghanistan, yang isinya meminta supaya mau mengekstradisi Ibrahim Bek ke Rusia. Kemudian tentara Amanalullah, raja muslim Afghan, atau yang dikatakan sebagai raja muslim Afghan, mengepung pasukan Ibrahim Bek untuk menangkap kemudian menyerahkannya kepada Lenin. Namun Ibrahim Bek dapat lolos dari sergapan mereka dan selanjutnya keluar dari daerah Afghanistan. Dan dia mengucapkan perkataan yang masyhur di saat mengucapkan salam perpisahan pada bumi Takhar : “Besok Rusia akan datang kepada kalian…”. Peristiwa yang serupa kini terulang. Putra-putra Afghan melarikan diri ke Peshawar atau berhijrah ke Peshawar. Mereka memerangi Rusia di dalam negerinya. Sementara beberapa pihak di kalangan rakyat Pakistan merasa jengkel terhadap mereka. Dada mereka sesak dengan kehadiranorang-orang Afghan. Mereka menyebar selebaran-selebaran berisi kalimat-kalimat yang sangat pedas, …: “Apa maunya mereka itu, hidup diantara kita dan ikut makan nasi/roti bersama kita, mereka membuat harga barang di pasar menjadi naik sehingga semua jadi mahal. Harga tanah meningkat, upah dan ongkos naik, keamanan tak terkendali, usir saja mereka ke negerinya kembali, dan ciptakan hubungan yang harmonis dengan pemerintahan Kabul…”
Jagalah diri kalian, wahai orang Pakistan, dari bahaya kedatangan Rusia. Rusia akan datang menyerang kalian jika kalian mengusir orang-orang Afghan dari Peshawar, maka orang-orang Afghan itu akan kembali menyampaikan kata-kata : “Rusia akan datang kepada kalian”, di telinga kalian.
Jihad itu risalahnya terus berlaku sampai hari kiamat. Dan engkau dengan hembusan nafasmu yang terakhir, hendaknya kau akhiri dengan butir peluru yang kau tembakkan ke musuh-musuh Allah 'Azza wa Jalla. Nafas terakhirmu tetap bertautan dengan detik akhir kehidupanmu, di dalam jihad. Sebab seorang muslim sama sekali tidak mengenal kata diam dari tugas jihad.
Kedua:
Sesungguhnya kita ini berperang tidak lain hanyalah untuk mencari pahala. Sementara pahala jihad yang agung dan melimpah itu membutuhkan kesabaran, kebenaran niat serta keikhlasan hati.
Sesungguhnya kita berperang bukan untuk meraih hasil dan sasaran yang segera/dekat. Kita hanya berjihad bukan sampai orang-orang Afghan mencapai kemenangan. Tidak, tidak demikian!. Sebab jihad itu wajib bagi kita baik mereka mendapat kemenangan atau menderita kekalahan.
“Jika kiamat datang kepada salah seorang diantara kamu, sedangkan di tangannya ada bibit tunas pohon kurma, maka hendaklah dia menanamnya”. (HR. Ahmad III/184)
Apa manfaat tunas pohon kurma ketika kiamat telah tiba?
“Pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya”. (QS. Al Hajj : 2)
Jika orang-orang Afghan menderita kekalahan, --semoga Allah tidak mengizinkannya--, maka pahala yang bakal kita peroleh tetap sempurna. Dan jika mereka menang, kemudian kita mendapatkan bagian dari hasil ghanimah (rampasan perang) atau merasakan manisnya buah kemenangan tersebut, maka sesungguhnya kita telah menyegerakan dua pertiga dari pahala kita, dalam shahih Muslim disebutkan :
“Tidaklah seorang prajurit atau sekelompok pasukan yang berhasil mendapatkan ghanimah dan mereka selamat, melainkan mereka telah menyegerakan duapertiga dari pahalanya. Dan tidaklah seorang prajurit atau sekelompok pasukan yang gagal dan tertimpa musibah, melainkan mereka akan mendapat pahalanya secara penuh”.(HR. Muslim) 10.
Maka dari itu, tidak penting bagi kita apakah orang-orang Afghan itu menang atau kalah. Sebab takdir menang dan kalah itu berada di tangan Allah, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana, takdir ada di tangan Yang Maha Mengetahui lagi Maha Berkuasa. Engkau tidak dapat menentukan sendiri hasil usahamu. Karena itu, niatmu mesti murni seratus persen. Tidak terikat kepada apa saja bahkan kepada kemenangan sekalipun. Tidak terikat kepada bumi, tidak terikat kepada kebebasan. Sesungguhnya niat harus hanya terikat kepada pahala dan surga. Demikian jual beli itu berlangsung.
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu'min, diri dan harta mereka dengan memberikan Jannah untuk mereka...”. (QS. At Taubah : 111)
Bukan mengatakan bahwa bagi mereka kemenangan atau bagi mereka ghanimah atau bagi mereka Daulah Islamiyah, tetapi …(dengan memberikan Jannah bagi mereka. Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh dan dibunuh).
Sayyid Quthb dan Abul Hasan An Nadawi mengatakan tentang orang-orang salaf, tentang orang-orang pilhan, tentang generasi sahabat yang mulia, generasi yang unik. Katanya ; “Tatkala jiwa mereka telah bersih dari segala keterikatan, dan Allah mengetahui bahwa mereka tidak mempunyai keinginan di muka bumi ini, hingga agama ini menang di tangan mereka namun jiwa mereka tetap tidak kembali bergantung atas kemenangan tersebut. Tatkala Allah mengetahui semuanya itu dari mereka, maka tahulah Dia bahwa mereka telah bisa dipercaya mengemban syari’at-Nya. Lalu Allah pun menjadikan mereka penguasa di atas bumi dan mengkokohkan dien mereka yang diridhai-Nya”. Kita harus membersihkan jiwa dan niat kita dari segala keterikatan di muka bumi.
Keempat persoalan ini harus kita letakkan di hadapan kita dan camkan betul-betul. Persoalan pertama ialah risalah jihad ini tetap berlanjut dan tiada berakhir sampai kehidupan itu sendiri berakhir. Persoalan kedua, kita tidak berperang untuk mendapatkan kemenangan atau untuk mendapatkan ghanimah. Jika kita berdo’a kepada Allah untuk dimenangkan dan kita sendiri ingin menang sudah menjadi tabi’at manusia. Watak manusia memang senang menang :
“Dan (ada lagi) karunia lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya)”. (QS. Ash Saff : 13)
Dan persoalan ketiga ialah, sesungguhnya jika kita beroleh kemenangan maka kita tidak akan rugi. Dan jika kita menderita kekalahan, maka kita juga tidak akan rugi. Setiap apa yang kita ambil di dunia ini akan membuat neraca timbangan di akherat terangkat. Dan setiap neraca timbangan ini terangkat, maka sesungguhnya pahala itu diletakkan di neraca timbangan akherat.
****
Footnote
1. Shahih Al Jami’ Ash Shaghir, oleh Al Albani no. 8165
2. Majmu’ Fatawa, Ibnu Taimiyah 4/184
3. Yang dimaksud Syeikh adalah bahwa syetan menggoda hatinya seakan-akan cerai-berainya mereka itu merupakan kerusakan yang besar.
4. Yang dimaksud Syeikh adalah: mereka lari dari bumi jihad oleh karena dada mereka sesak dan sempit menghadapi realita yang terjadi di jalan jihad.
5. Shahih Al Jami’ Ash Shaghir no. 6636
6. Tuhfatul Ahwaady Syarh At Tirmidzi 5/309
7. Shahih Al Jami’ Ash Shaghir no. 6548
8. Hadits ini meski sanadnya ada Irsal (tidak mencantumkan nama sahabat), namun maknanya telah menjadi kesepakatan di kalangan kaum muslimin.
9. Al Qurthubi berkata : “Isnadnya Hasan”. Lihat Kitab Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an, oleh Al Qurthubi : 2/187.
10. Lihat At Targhib wa At Tarhib : 2/87
Tidak ada komentar