MAKANLAH YANG HALAL
Unknown
03.58
0
Wahai kalian yang telah ridha Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagai Diennya dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasulnya. Ketahuilah bahwasanya Allah Azza wa Jalla telah menurunkan di dalam Al-Qur'an :
“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mukminun : 51)
Sebuah ayat yang mengandung berkah dalam Kitabullah, melalui ayat ini Allah memerintahkan hamba-hamba pilihan-Nya dengan dua perkara penting yang saling berkaitan, yakni : memakan yang halal dan beramal shaleh. Satu sama lain saling bisa menaikkan. Maka menjadi kemestian untuk beramal shaleh sehingga amal tersebut bisa naik dengan memakan barang yang halal. Dan menjadi keharusan memakan yang halal sehingga Allah menerimanya.
“Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah kemuliaan itu semuanya.Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya.” (QS. Fathir : 10)
Amal yang shaleh menaikkan perkataan yang baik, dan harta yang halal menaikkan amal yang shaleh. Rasulullah saw bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim :
“Sesungguhnya Allah itu Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang yang beriman seperti apa yang Dia perintahkan kepada para rasul. Firman-Nya : Wahai rasul-rasul,makanlah kalian dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal shaleh. Firman-Nya : Wahai orang-orang yang beriman, makanlah kalian dari makanan yang baik-baik yang Kami rezkikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah. Kemudian Nabi saw menyebutkan perihal seorang laki-laki yang rambutnya kusut, berdebu karena melakukan perjalanan yang amat jauh. Orang tersebut mengangkat kedua tangannya ke langit seraya memohon : “Ya Tuhanku, ya Tuhanku.”, akan tetapi makanannya dari barang yang haram dan pakaiannya dari barang haram, maka bagaimana mungkin doanya dikabulkan?” 1)
A. Mencari Yang Halal
Orang-orang salaf sangat memperhatikan betul apa-apa yang akan masuk ke dalam mulut mereka dan apa-apa yang keluar dari mulut mereka. Mereka bersikap amat ketat terhadap dirimr sendiri. Mereka sangat berhati-hati dan bersikap wara’ terhadap diri mereka atas apa yang hendak mereka makan dan apa yang hendak mereka percakapkan. Sebab Rasulullah saw telah memberikan jaminan kepada mereka –dalam sebuah hadits shahih— bahwa siapa saja yang menjaga apa yang ada di antara kedua jambangnya dan kedua kakinya, maka akan dipeliharakan baginya surga.
(Barangsiapa yang memberikan jaminan padaku –dalam riwayat yang lain disebutkan “Barangsiapa memelihara untukku”— apa yang ada di antara kedua jambangnya –yakni mulutnya— dan kedua kakinya –yakni farjinya—, maka aku menjamin surga baginya atau aku akan memeliharakan surga baginya) 2)
Mulut hendaknya dipelihara dari makanan dan perkataan. Jangan sampai memasukkan makanan ke dalam mulut kecuali makanan yang baik. Dan jangan sampai mengeluarkan perkataan dari mulut kecuali yang baik. Orang beriman itu perkataannya baik, jasadnya baik, makanannya baik, jiwanya baik, dan apa saja yang ada padanya adalah baik. Ketika mencabut ruh yang beriman, malaikat mengatakan (Keluarlah hai ruh yang baik, yang berada danl jasad yang baik. Engkau telah mendiami jasad itu di dunia)
Para malaikat bergembira bertemu dengan orang-orang yang baik di antara mereka. Dan mereka memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang baik di antara mereka dengan surga.
“(Yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): "Salaamun 'alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. An-Nahl : 32)
Allah Azza wa Jalla membuat perumpamaan bagi orang yang beriman, bahwa mereka seperti pohon yang baik. Perkataannya juga seperti pohon yang baik.
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik. Akarnya kokoh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (QS. Ibrahim : 24-25)
Datang riwayat dalam sebuah hadits –namun di dalamnya ada perbincangan— dari Ibnu Abbas r.a., dia berkata : “Saya membaca ayat “Yaa ayyuhar rasuulu kuluu minath thayyibati wa’maluu shaaliha, artinya Wahai rasul-rasul makanlah kalian dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal shaleh.” Di hadapan Rasulullah saw mendadak Sa’ad berkata : “Wahai Rasulullah, mohonkanlah kepada Allah agar Dia menjadikan aku orang yang do’anya mustajab.”
Beliau berkata : “Hai Sa’ad perbaikilah makananmu –makanlah dari makanan yang baik-baik—, niscaya do’amu dikabulkan.” “Sesungguhnya ada seorang yang memasukkan sesuap makananharam ke dalam mulutnya,maka Allah dan menerima shalatnya selama empat puluh hari.”3)
Kemudian dalam riwayat lain dalam Musnad Ahmad –di dalamnya ada perbincangan pula— disebutkan :
“Sesungguhnya ada seseorang yang membeli baju dengan harga sepuluh Dirham. Namun dari sepuluh Dirham itu ada satu Dirham yang haram. Maka Allah tidak menerima amalannya selama baju itu masih lekat padanya.” 4)
Oleh karena itu, maka orang-orang salaf –semoga Allah meridhai mereka semua— betul-betul memperhatikan apa yang masuk dan apa yang keluar dari mulut mereka. Ibnu ‘Abbas r.a. mengatakan : “Allah tidak menerima shalat seseorang yang di dalam perutnya ada sedikit makanan haram.”
Di dalam Al-Qur'anul Karim disebutkan :
“Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Maidah : 27)
Adalah orang-orang salaf apabila membaca ayat ini tubuh mereka berguncang, hati mereka bergetar dan bertambah-tambah rasa ketakutan dan kekhawatiran mereka. Mereka merasa khawatir jangan-jangan Allah tidak menerima amalan mereka, karena Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa. Sebab “Innamaa (sesungguhnya … hanya/hanya sanya)” apabila masuk dalam sebuah kalimat, maka ia akan berfungsi sebagai pembatas. Maksudnya sesungguhnya penerimaan itu terbatas hanya pada orang-orang yang bertakwa. Sesungguhnya penerimaan dari Allah hanya terbatas untuk amal-amal yang dikerjakan orang-orang bertakwa saja.
Pernah suatu ketika Imam Ahmad ditanya : “Apa makna orang-orang yang bertakwa dalam ayat ini?” Maka ia menjawab : “Yang sangat berhati-hati terhadap segala sesuatu sehingga tidak jatuh pada sesuatu yang tidak halal.”
B. LIMA PERKARA YANG MEMBUAT SEMPURNANYA AMAL.
Berkata Abu `Abdullah AL baji:”Lima perkara yang membuat sempurnanya ama. Jika salah satu ada yang hilang, maka amal tersebut tidak dapat naik –untuk diterima dan diberi ganjaran-. Yakni: Iman kepada Allah Azza wa Jalla; mengetaui kebenaran; ikhlas dalam beramal karena Allah; mengetaui sunnah dan memakan barang yang halal. Kelima perkara ini jika ada salah satu yang ketinggalan, maka Allah tidak akan menerima amal seorang mu`min. Sebab Allah tidak akan menerima amalan seorang yang tidak mengenal-Nya. Maka sudah menjadi keharusan bagi orang yang beramal untuk mengenal Allah dan mematui-Nya.
Apabila seorang telah mengenal Tuhannya, maka ia harus mengenal kebenaran dan mengikutinya. Bagaimana mungkin bisa seseorang mengikuti kebenaran kalau ia sendri tidak mengetaui / mengenalnya?? Jika ia telah mengikuti kebenaran, maka ia harus mengetaui petunjuk dan bimbingan sayyidul mursalin dalam penerapan nash-nash Allah. Karena itu ia harus mengetaui sunnah.
Semua itu tidak akan mungkin diterima Allah jika tidak nampak keikhlasan dan kebenaran dalam niat sipelaku amal. Dan semua itu tergantung pada tenaga kekuatan yang dipakai untuk berbicara dan tenaga untuk mengerakkan tangan dan anggota badan sehingga angauta badan bisa melakukan amal., shalat malam, puasa dan beristighfar diwaktu sahur. Jika tenaga yang dipakai yang dipakai itu bersumber dari makanan yang haram, maka Allah tidak akan menerima perkataan dan amalan yang bahan bakarnya dari makanan yang haram.
Wahab bin Ward berkata:”Walaupun kamu berdiri seperti bersirinya tiang ini dalam keadaan shalat dan puasa, namun Allah tidak akan menerima amalanmu sampai engkau memperhatikan apa yang masuk kedalam perutmu, apakah ia dari makanan yang hala atau haram.
Dalam sebuah hadits shahih,Rasulullah Saw, bersabda: “ Allah tidak akan menerima shalat kecuali dengan wudhu` dan tidak menerima shadaqah dari harta ghulul.”
Ghulul adalah harta haram, baik yang diambil secara khianat dari ghanimah perang atau fai`nya ataupun yang diambil dengan jalan menipu dan merampas harta milik orang-orang beriman.
Dalam Musnad Ahmad disebutkan sebuah hadits :
“Apabila seorang hamba mencari harta yang haram, maka tidak akan diberkahi jika ia menginfakkannya dan tidak akan diterima Allah jika ia mensedekahkannya. Dan tiadalah ia menaruh harta haram itu di belakang punggungnya, melainkan harta itu hanya akan menjadi bekalnya di neraka. Sesungguhnya Allah tidak menghapuskan kejelekan dengan kejelekan akan tetapi menghapuskan kejelekan dengan kebaikan.” 6)
Dan dari Abu Darda’ serta Abu Maisarah, keduanya mengatakan : “Berinfak dari harta yang haram adalah seperti mengambil harta anak yatim untuk membeli pakaian buat para janda.”
Dari Al-Hasan Al-Bashri, dia mengatakan : “Hai engkau yang bersedekah kepada orang miskin karena kasihan padanya, belas kasihanilah orang yang engkau aniaya hartanya.”
Ibnu ‘Abbas dan Ibnu Mas’ud pernah ditanya tentang seseorang yang berlaku zhalim dan mengambil harta haram, lalu ia bertaubat, bersedekah dan mengerjakan ibadah haji. Maka jawaban mereka adalah : “Sesungguhnya yang buruk tidak dapat menghapus yang buruk.”
Para sahabat r.a. sangat bertindak keras terhadap diri mereka sendiri terhadap harta yang mereka gunakan dan terhadap Dirham yang mereka ambil dan mereka peroleh. Pernah suatu ketika Ibnu Umar r.a. mengunjungi Abdullah bin Amir yang sedang sakit keras. Abdullah bin Amir waktu itu adalah gubernur di Bashrah. Orang-orang pun pada memuji dan menyanjung jasa baiknya. Mereka hendak menentramkanhati Ibnu Amir dengan mengatakan bahwa ia telah banyak membuat jalan, menggali mata air dan melakukan berbagai perbaikan. Namun Ibnu Umar hanya diam saja. Lalu Ibnu Amir bertanya : “Apa pendapatmu wahai Ibnu Umar?” Dia menjawab : “Allah tidak menerima shadaqah dari harta ghulul … sesungguhnya yang buruk tidak dapat menghapuskan yang buruk.”
Karena itu ketika Ibnu Umar ditanya Abdullah bin Amir : “Apa pendapatmu tentang rintangan-rintangan yang telah kami singkirkan –yakni meratakan jalan—dan mata air-mata air telah kami pancarkan. Bukankah kami mendapatkan pahala dari semua itu?” Ibnu Umar menjawab : “Sesungguhnya yang buruk tidak dapat menghapuskan yang buruk.”
Pernah juga pada suatu ketika Abdullah bin Amir, Gubernur Bashrah, menanyakan padanya tentang shadaqah dan budak yang ia merdekakan. Namun Ibnu Umar menjawab : “Permisalanmu adalah seperti permisalan orang yang mencuri onta milik orang yang bepergian haji lalu berjihad dengannya.”
Oleh karena itu mereka, para sahabat, sangat berhati-hati terhadap apa yang mereka terima dan apa yang mereka makan, terhadap apa yang masuk ke dalam perut mereka dan apa yang masuk ke dalam kantong mereka.
Ini adalah cerita mengenai kewara’an Abu Hanifah rhm. Pernah suatu ketika Abu Hanifah mengirim rekan kongsinya dalam suatu ekspedisi dagang. Sebelum berangkat Abu Hanifah mengatakan kepada rekankongsinya karena ia sendiri hendak bepergian : “Sesungguhnya dalam barang dagangan ini ada baju milik si fulan. Baju tersebut ada cacatnya. Maka kalau engkau menjualnya terangkan lebih dahulu cacatnya kepada pembeli.” Akan tetapi rekan kongsi Abu Hanifah lupa menerangkan cacat baju tersebut kepada pembeli. Kemudian ketika Abu Hanifah kembali, dia menanyakan tentang baju itu. Kata rekan kongsinya : “Saya telah menjualnya.” Lalu Abu Hanifah bertanya : ……….? “Ya.” Jawabnya. Maka kemudian Abu Hanifah berkata : “Dari sekarang kita membagi-bagi bagian kita.” Lalu Abu Hanifah membagi harta tersebut bersama rekan kongsinya dan kemudian menyisakan harga yang ada cacatnya itu.
Dan ini adalah cerita mengenai kewara’an Ahmad binHanbal rhm. suatu hari Ahmad bin Hanbal terkena sakit. Lalu oleh Thabib ia dianjurkan supaya makan kepala kambing yang sudah dipanggang. Kemudian tatkala selesai membeli kepala kambing, ia berkata : “Dimana kita akan memanggangnya?” “Di tempat pamanmu Shalih.” Kata orang yang menemaninya. Namun Ahmad bin Hanbal menolak seraya mengatakan : “Tidak, jangan di situ. Sebab dia telah bergaul dengan penguasa.” Ahmad bin Hanbal menolak membakar kepala kambing tadi di dapur pemanggangan pamannya hanya karena pamannya telah bergaul dengan penguasa. Ketika anak-anaknya menerima hadiah dari Amirul Mukminin, maka ia menutup pintu bagi anak-anaknya dan memutuskan hubungannya dengan mereka.
Bahkan sebagian tabi’in ada yang lebih dari itu tingkat wara’nya –dalam perkara ini—. Mereka tidak mau memanfaatkan bangunan-bangunan, jembatan-jembatan dan masjid-masjid yang dibangun oleh penguasa. Adalah Wahab bin Ward dan Thawus tidak mau shalat di masjid yang dibangun sultan. Mereka beralasan bahwa harta penguasa tersebut telah bercampur dengan harta haram dan kemasukan sebagian harta pajak dan harta hasil sitaan.
Apakah kalian bisa membayangkan bagaimana mereka tidak menyeberang jembatan yang dibangun oleh sultan. Mereka tidak melewati jalan yang ada jembatannya, apabila jembatan itu dibangun oleh sultan dari harta yang bercampur dengan harta haram. Adapun Ahmad, maka dia mengatakan : “Tidak mengapa memanfaatkannya namun dengan satu syarat engkau mengetahui bahwa masjid itu tidak dibangun dari harta haram. Jik engkau tahu bahwa penguasa tadi merampas harta orang lalu dengan harta itu dia membangun masjid atau mendirikan madrasah atau meninggikan bangunan, maka tidak boleh bagimu memanfaatkannya.”
Semoga Allah memberikan rahmat kepada wanita yang datang menemui Ahmad rhm. untuk bertanya : “Apakah kami boleh memintal di bawah lampu penerangan para penguasa? –Adalah para penguasa pada malam hari menghidupkan lampu agar jalan-jalan menjadi terang—, oleh karena kami tidak dapat memastikan dari mana bahan bakar lampu-lampu tadi, apakah ia dari harta haram atau halal?” Imam Ahmad agak tertegun mendengar pertanyaan wanita ini, lalu ia pun bertanya : “Siapakah engkau?” Saudari si Fulan.” Jawabnya. Lantas Imam Ahmad berkata : “Dari rumah kalian keluar orang yang wara’.”
(Wara’ artinya shalih, menjauhkan diri dari perkara-perkara yang masih syubhat apalagi yang haram –pent.).
Tatkala masjid Bashrah mulai lemah/rapuh pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, maka khalifah berkata kepada kaum muslimin : “Perbaiki yang pecah-pecah saja, jangan melebihi itu –perbaiki yang terbelah saja, jangan lebih dari itu—, sebab aku tidak menemukanhak bagi bangunan masjid itu pada harta Allah. Dan tidak perlu bagi kaum muslimin memperbaiki/membangun sesuatu yang bisa merugikan Baitul Mal mereka.”
C. Hukum Harta Haram
Atha’ pernah ditanya tentang seseorang yang mendapat harta haram, sedangkan ia tidak mengetahui siapa pemiliknya, maka Atha’ menjawab : ”Hendaknya ia sedekahkan hartaitun namun saya tidak mengatakan bahwa ia diberi pahala atas sekedahnya.” Kata Malik : “Perkataan ini –yakni, hendaknya ia sedekahkan harta itu namun saya tidak mengatakan bahwa ia diberi pahala atas sekedahnya— lebih aku sukai daripada perhiasan emas sekian dan sekian.”
Para ulama salaf berbeda-beda pendapat mengenai seseorang yang memiliki harta haram, sedangkan ia tidak mengetahui siapa pemiliknya. Umar bin Khatthab dan Asy-syafi’I berpendapat : “Dia harus simpan dan jaga sampai ketahuan siapa pemiliknya.” Sedangkan Fudhail bin Iyadh berpendapat : “Barangsiapa yang memiliki harta haram, mkhendaklah ia membuangnya ke laut dan jangan bersedekah dengannya.” Adapun jumhur ulama, maka mereka mengatakan : “Hendaknya ia sedekahkan itu, namun tidak ada pahala baginya, sebab merusakkan/melenyapkan harta itu tidak boleh.”
Kemudian kita harus berhenti sesaat untuk meninjau lebih jauh perjalanan hidup mereka inilah kaum salafus shalih, yang telah membangun agama ini, mendirikan tiangnya nan kokoh dan menegakkan bangunannya yang besar dan menjulang tinggi. Bagaimana cara mereka membangunnya? Bagaimana cara mereka mendirikannya? Dan bagaimana pula mereka meruntuhkan istana Kisra dan Caesar? Bagaimana mereka menaklukkan separuh belahan dunia hanya dalam tempo setengah abad? Sesungguhnya itu semua adalah karena :
“Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban/amalan) dari orang-orang yang bertakwa.”
Kehidupan mereka kita sangka bagaikan khayalan atau semacam dongengan, akan tetapi semua itu adalah realita yang berjalan di atas bumi dan terjadi dengan sesungguhnya.
C. Bersama Mulla Ramadhan
Suatu hari Mulla Ramadhan masuk ke rumah saya. Beliau adalah ayah Doktor Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthi. Beliau adalah seorang ulama besar Syafi’i di Syam. Saya tawarkan padanya makanan, namun beliau menolaknya. Saya terus memaksanya, namun beliau tetap saja menolak. Lalu teman yang mengiring jalannya mengatakan : “Makanlah makanan ‘Abdullah!” Maka beliau menjadi malu pada saya dan akhirnya mengatakan dengan terus terang : “Saya akan memakan makananmu, akan tetapi saya tidak akan makan makanan anak saya, sebab dia menerima gaji dari pemerintah.” Beliau tak mau memakan makanan anaknya yang bekerja sebagai dosen di Fakultas Syari’ah! Putranya adalah ustadz/dosen kami. Beliau tidak mau makan dari makanan putranya karena dia menerima gajinya dari pemerintah. Beliau memandang harta/uang pemerintah telah bercampur, yang halal dengan yang haram, pajak biasa dengan pajak minuman keras dan lain-lain. Maka dari itu, beliau tidak mau memasukkan makanan anaknya ke dalam mulutnya.
Oleh karenanya, penduduk Syam banyak yang mengambil berkat dari do’anya.
Syaikh Sa’id Hawa bercerita padaku. Katanya : “Ketika si Babi Besaar; Si Kafir Nusairi yang menguasai negeri Syiria, yang kerjanya merusak kehormatan wanita muslimat dan membelah perut wanita-wanita hamil. Si Babi besar ini pula yang duduk bersila di atas pundak kaum muslimin, merusak kehormatan mereka dan menodai kesucian mereka; menghapus materi undang-undang nomor satu atau dua –yang menyatakan bahwa undang-undang negara adalah Islam--, maka bangkitlah perlawanan menentangnya.” Lalu Sa’id Hawa melanjutkan ceritanya : “Maka kami pergi menemui Syaikh Hasan Habenkan Rahimahullah dan mengatakan padanya : “Kenapa tuan tidak bicara? Sungguh keadaan telah demikian genting dan krisis telah mencapai puncaknya. Sementara kami diam dan kalian juga tidak angkat bicara. Sampai kapan kalian akan tetap diam? Tidakkah engkau mau bicara? Tidakkah engkau mau bicara? Tidakkah engkau mau berkhotbah?” Akhirnya Syaikh Hasan berkata : “Baik, saya akan bicara tapi dengan satu syarat : “Kalian semua memberikan jaminan pada saya kalu Mulla Ramadahan bersedia mendo’akan saya. Sebab pada saat demikian –insya Allah— saya berada dalam penjagaan dari tangan orang-orang zhalim dan orang-orang lalim.
Jika demikian, makanan yang baik inilah yang menjadikan laki-laki itu berada pada maqam (kedudukan), di mana orang-orang mengambil berkat dari do’anya. Pada maqam, di mana orang-orang yang hendak melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar minta jaminan do’anya sebagai syarat, oleh sebab mereka mempunyai persangkaan yang kuat bahwa Allah tidak akan menolak do’anya sebab mereka menganggapnya termasuk di antara orang-orang yang bertakwa.
D. Bersama Imam Nawawi
Diriwayatkan dari Imam Nawawi rhm, bahwasanya ia menghabiskan sebagian besar umurnya di negeri Syam. Beliau berasal dari Nawa, sebuah desa di daerah Huran. Kemudian masuk wilayah Syam dan menjadi orang alimnya –bahkan menjadi tokoh ulama yang mendapat gelaran Muhyiddin (menghidupkan agama) An-Nawawi—. Bahkan boleh jadi tak ada dalam perjalanan sejarah fiqih Islam seseorang yang lebih mendalam pengertian fiqihnya daripada Imam Nawawi. Kata Ibnu Katsir dalam kitabnya Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab : “Tak pernah sama sekali disusun suatu karangan secepat/seproduktif karangannya. Dan tak ada sama sekali kitab karangan yang menyerupai kitab karangannya.”
Dan memang betul, saya telah mendalami karya-karyanya dan saya tidak melihat sama sekali kitab karangan yang disusun menyerupai kitab karangannya. Saya katakan : “Imam Nawawi hidup di negeri Syam, dan beliau tinggal di sana hampir dalam sebagian besar masa hidupnya. Namun demikian beliau tidak pernah makan buah-buahan negeri tersebut. Tatkala orang-orang menanyakan padanya : “Mengapa tuan tidak makan buah-buahan negeri Syam?” Maka beliau menjawab : “Di sana ada kebun-kebun wakaf yang telah hilang. Maka saya khawatir makan buah-buahan dari kebun-kebun itu.”
Oleh karena itu, hati mereka bagaikan hati singa dan jiwa mereka laksana jiwa pendeta. Mereka laksana pendeta di malam hari dan bagaikan ksatria berkuda di siang hari. Mereka tak sudi berhenti di depan rintangan. Halangan dan rintangan yang bagaimanapun tingginya dan bagaimanapun sukarnya akanmr terobos dan mereka lompati.
Tatkala tentara Tartar menyerbu negeri Syam, Zhahir Baibras berkata : “Saya menghendaki fatwa dari kalian wahai para ulama agar saya dapat menghimpun dana untuk membeli senjata guna menghadapi serangan bangsa Tartar.” Maka seluruh ulama memberikan fatwa seperti yang diminta oleh Zhahir Baibras kecuali seorang. Dia adalah Muhyiddin Nawawi. Zhahir bertanya : “Mana tanda tangan Nawawi?” Mereka menjawab : “Dia menolak memberikan tanda tangan.” Lalu Zhahir mengutus seseorang untuk menjemputnya. Setelah Imam Nawawi datang Zhahir bertanya : “Kenapa anda mencegah saya mengumpulkan dana untuk mengusir serangan musuh. Serangan orang-orang kafir terhadap kaum muslimin?” Maka Imam Nawawi menjawab : “Ketahuilah, dahulu engkau datang pada kami hanya sebagai budak. Dan sekarang saya melihatmu mempunyai banyak istana, pelayan lelaki dan wanita, emas, tanah dan perkebunan. Jika semua itu telah engkau jual untuk membeli senjata, kemudian sesudahnya engkau masih memerlukan dana untuk mempersiapkan pasukan muslimin, maka saya akan memberikan fatwa itu padamu.” Zhahir Baibras amat marah mendengar ucapan Imam Nawawi, maka dia berkata : “Keluarlah engkau dari negeri Syam.” Lalu beliau keluar dari Syam dan menetap di rumahnya yang asli di desa Nawa. Pengusiran Imam Nawawi menimbulkan kemarahan para ulama, mereka datang menemui Zhahir Baibras dan berkata : “Kami tak mampu hidup tanpa kehadiran Nawawi.” Maka Zhahir pun mengatakan : “Kembalikan ia ke Syam.” Selanjutnya mereka pergi ke Nawa untuk membawa balik Imam Nawawi. Akan tetapi Imam Nawawi menolak ajakan mereka seraya mengatakan : “Demi Allah, saya tidak akan masuk negeri Syam selama Zhahir masih ada di sana.” Akhirnya Allah memperkenankan sumpahnya, Zhahir mati sebulan sesudah ia mengucapkan sumpah. Maka kembalilah Imam Nawawi ke negeri Syam.
Imam Nawawi menjadi guru besar di perguruan Darul Hadits di Syam. Lalu kira-kira tujuh puluh tahun sesudahnya datang As-Subki rhm. As-Subki tergolong ulama yang mencapai derajat mujtahid dalam Madzhab Syafi’i. Dia mendendangkan dua bait sya’ir tentang Imam Nawawi.
Di Darul Hadits kutemukan makna
Di atas hamparannya aku merindu dan bertempat
Mudah-mudahan akan kuperoleh dengan pipi wajahku
Suatu tempat yang telah diinjak kaki Nawawi
Sesungguhnya doa mempunyai beberapa persyaratan supaya diterima/dikabulkan. Dikabulkan di sini maksudnya : Diberi pahala atau dipuji para malaikat atau boleh jadi amalannya tidak sah secara keseluruhan. Datang suatu keterangan dalam beberapa hadits antara lain ialah :
“Sesungguhnya Allah tidak menerima shalat seseorang, yang mendatangi ahli nujum dan membenarkan kata-katanya, selama empat puluh hari.”
“Barangsiapa mendatangi ahli nujum (dukun), lalu ia bertanya padanya dan kemudian membenarkan kata-katanya, maka Allah tidak akan menerima shalawatnya selama empat puluh hari.”
Boleh jadi shalat yang ia kerjakan batal (tidak sah), atau boleh jadi pahalanya yang tertolak sehingga dia tidak mendapatkan pahala atas shalatnya namun fardhu shalat telah gugur daripadanya. Sementara para ulama menguatkan pendapat yang mengatakan shalatnya tidak diberi pahala. Artinya, sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak memberinya pahala dan tidak memujinya di kalangan para malaikat. Adapun fardhu shalatnya sendiri telah gugur atasnya.
F. Syarat Diterimanya Doa
Doa mempunyai beberapa syarat supaya diterima. Di samping memakan yang halal juga memperhatikan adab-adab yang telah disebutkan oleh Rasulullah saw.
Di antara hadits yang menyebut hal itu antara lain :
“Beliau menuturkan perihal seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh, pakaiannya lusuh dan berdebu. Dia menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa : “Ya Tuhanku, ya Tuhanku.” Namun makanan dan minumannya dari barang yang haram dan pakaiannya dari barang yang haram, maka bagaimana mungkin doanya dikabulkan?”
Ini adalah beberapa petunjuk tentang adab berdoa :
Pertama : Perjalanan jauh. Sebab seorang musafir jauh dari keluarga, handai taulan, tetangga dan orang-orang yang dicintainya. Padahal orang-orang tersebut mempunyai kedudukan dan tempat yang istimewa di dalam hatinya. Makanya ketika ia jauh dari mereka, hatinya terasa patah dan merasa kesepian. Sedangkan Allah Azza wa Jalla menerima doa orang-orang yang hatinya sedang patah. Jadi jauhnya perjalanan termasuk di antara tanda doa yang diterima. Rasulullah saw bersabda :
“Tiga golongan yang permohonan mereka tidak akan dihampakan : 1. Orang yang berpuasa hingga berbuka, 2. Musafir, 3. Doa orang tua untuk anaknya.”
Kedua : Kusut pakaiannya dan berdebu. Sebab memakai pakaian yang rusak, usang dan buruk merupakan tanda kerendahan hati. Allah Azza wa Jalla tidak menerima amal perbuatan orang-orang yang sombong dan Dia tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan dirinya.
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lai membanggakan dirinya.” (QS. Luqman : 18)
Dalam sebuah hadits shahih disebutkan :
“Adakalanya seseorang yang kusut rambutnya dan berdebu, memakai dua kain yang buruk, tidak dipedulikan orang, namun kalau dia telah bersumpah (memohon) kepada Allah, niscaya Allah akan memperkenankannya.” 8)
Kusut rambutnya dan berdebu. Melakukan perjalanan yang jauh. Menengadahkan kedua tangannya ke langit.
Menegadahkan kedua tangan ke langit juga merupakan salah satu faktor yang membantu diterimanya doa. Dalam sebuah hadits shahih disebutkan :
“Sesungguhnya Allah Maha Hidup lagi Maha Mulia. Dia malu, apabila seseorang telah mengangkat kedua tangan memohon kepada-Nya, mengembalikan kedua tangan tersebut dalam keadaan hampa dan sia-sia.” 9)
Dan diriwayatkan pula bahwa : Rasulullah saw dalam shalat istisqa’ mengangkat kedua tangannya, hingga kelihatan kedua ketiaknya yang putih. 10)
Ketiga : Demikian pula si musafir tersebut mengatakan : Ya Tuhanku, ya Tuhanku. Dia memohon kepada Allah Azza wa Jalla dengan lafadz Rububiyah, yakni Rabbul ‘Alamin (Tuhan semesta alam). Lafazh ini adalah bentuk ungkapan yang maksudnya adalah meminta rahmat, belas dan kasih dari Rabbul ‘alamin yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Kamu harus memperhatikan dirimu sendiri. Khususnya karena kamu telah memutuskan belenggu dunia dalam dirimu. Dan kamu telah keluar untuk berjihad fi sabilillah serta memotong-motong tali yang mengikat tubuhmu di bumi. Kamu harus melepaskan diri dari tali-tali menjerat di bumi. Kamu harus membebaskan dirimu dari kubangan lumpur materi. Kamu harus naik dari genangan lumpur. Dunia –seluruhnya— adalah genangan lumpur.
Cukuplah, bahwa Rasulullah saw telah membuat perumpamaan dunia dengan bangkai anak kambing. Ketika beliau memegang anak kambing yang telah menjadi bangkai (Maka beliau bertanya : “Siapakah di antara kalian yang mau membeli bangkai anak kambing ini dengan harta 1 Dirham?” “Tak seorang pun.” Jawab mereka. Lalu beliau bersabda : “Sesungguhnya dunia itu lebih hina dalam pandangan Allah daripada bangkai anak kambing ini dalam pandangan kalian.”) Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim.
Dalam sebuah hadits juga disebutkan : (Sesungguhnya Allah membuat permisalan dunia seperti kotoran manusia. Dia berfirman :
“Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman di bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak.” (QS. Yunus : 24) 11)
Kemudian setelah dimakan, ke mana larinya makanan itu? Kalian semua sudah tahu.
Wahai kalian yang telah berhijrah dan pergi berjihad di jalan Allah, murnikanlah niat kalian, kenalilah Rabb kalian, tetaplah kalian berada di tempat-tempat perbatasan, takutlah kalian kepada Allah dan perbanyaklah dzikir dan doa. Takutlah pada Allah terhadap sesuatu yang masuk dalam mulut kalian dan sesuatu yang keluar daripadanya. Takutlah pada Allah pada diri kalian dan anggota badan kalian. Takutlah pada Allah di dalam menyeleksi makananhalal yang akan masuk ke perut kalian. Sebab Rasulullah saw pernah bersabda : “Setiap daging yang tumbuh dari makanan haram, maka neraka lebih patut menerimanya.”
Harta kekayaan juga sangat berat/keras perhitungannya di sisi Allah Azza wa Jalla. Dalam sebuah hadits shahih disebutkan :
“Tidak bergeser kedua kaki seorang hamba dari tempatnya semula pada hari kiamat sampai ditanyakan padanya tentang empat perkara : tentang umurnya, untuk apa ia gunakan, tentang waktu mudanya, untuk apa ia habiskan, tentang hartanya dari mana ia mendapatkan dan untuk apa ia belanjakan, dan tentang ilmunya, apa yang ia perbuat dengannya.” 12)
Wahai para muhajir, wahai para mujahid, wahai kalian yang telah meninggalkan negeri, harta kekayaan, handai taulan dan orang-orang yang kalian cintai. Telah kalian tinggalkan bumi tempatmu dahulu merangkak, telah kalian tinggalkan tanah tempat kelahiranmu, telah kalian tinggalkan dunia ini seluruhnya. Jangan sampai kalian campuri amal-amal baik kalian dengan yang buruk,jangan sampai kalian menodai jihad kalian, jangan sampai kalian mengotori hijrah kalian, jangan sampai kalian mencoreng amal-amal shalih kalian. Berlaku benarlah pada Allah, murnikan niat kalian hanya untuk-Nya, penuhilah/isilah perut kalian dengan makanan yang halal, cukupkan dengan sesuatu yang mencukupimu, menguatkanmu, mendorongmu dan menjamin keberadaanmu untuk menempuh perjalanan ini dan untuk melanjutkan kelangsungan hidupmu di atas jalan kesungguhan ini.
Wahai orang-orang yang kucintai, wahai para muhajir, wahai para mujahid, takutlah Allah, takutlah Allah perihal hijrah kalian. Takutlah Allah … takutlah Allah perihal jihad kalian. Takutlah Allah … takutlah Allah perihal diri kalian. Ketahuilah, bahwasanya ketika ‘Aisyah r.a. mendengar Zaid bin Arqam berjualan dengan sistem ‘Inah –Dia menjual seorang budak dengan harga 800 Dirham kepada orang secara tempo (hutang), lalu budak itu dia beli kembali dengan harga 600 Dirham secara tunai (kontan). Inilah jual beli ‘Inah—maka ia mengatakan kepada wanita yang menyampaikan khabar kepadanya : “Sampaikan pada Zaid bin Arqam dariku bahwa Allah telah menghapuskan jihadnya bersama Rasulullah saw jika ia tidak bertaubat.” –Jika ia tidak menghentikan dan bertaubat dari jual beli ‘Inah, yang saya tidak yakin Zaid bin Arqam mengetahui hukumnya—Lalu ‘Aisyah menjelaskan hukum jual beli ‘Inah pada Arqam dan menerangkan padanya akan akibat dari memakan harta yang bercampur halal dan haramnya.
Takwalah kamu sekalian kepada Allah dan takutlah pada-Nya. Ketahuilah bahwa kamu sekalian akan menjumpai-Nya dan kepada-Nya kalian akan kembali.
Saya cukupkan sampai di sini, dan saya mohon ampunan Allah untuk diri saya dan diri kalian.
G. Khotbah Kedua
Alhamdulillah tsumma alhamdulillah was shalaatu wassalaamu ‘alaa Rasuulillah sayyidinaa Muhammadin ibni ‘Abdillah, wa ‘alaa aalihi wa shahbihi waman waalaah, artinya : Segala puji bagi Allah, kemudian segala puji bagi Allah. Mudah-mudahan kesejahteraan dan keselamatan senantiasa dilimpahkan kepada Rasulullah junjungan kita Muhammad bin ‘Abdullah, serta kepada keluarga, sahabat dan orang-orang yang mengikutinya.
“Sesungguhnya Allah itu Maha Baik dan Dia tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintah orang-orang beriman seperti apa yang diperintahkan-Nya kepada para rasul).
Sesungguhnya orang beriman itu baik makanannya, minumannya, pakaiannya, kehidupannya, perkataannya, matinya, ruhnya dan jasadnya. Maka jadilah kalian orang-orang yang baik, agar supaya para malaikat yang baik menyambut kalian seraya mengatakan :
“Selamat sejahteraaa bagimu berkat kesabaranmu, maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (QS. Ar-Ra’dan : 24)
“(Kepada mereka) para malaikat mengatakan : "Selamat sejahtera bagimu, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. An-Nahl : 32)
Awasilah dirimu, awasilah ibadahmu! Jika tidak, maka kamu tidak akan mampu meneruskan perjalanan. Untuk itu, maka bahan bakar energi yang kamu gunakan haruslah mengandung berkat, makananmu harus dari yang halal sehingga kamu dapat melanjutkan perjalanan yang mubarak (diberkati) yang mendatangkan buahnya yang mubarak, dan kamu menjadi seperti pohon yang baik.
“Akarnya kokoh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Rabbnya.” (QS. Ibrahim : 24-25)
Pernah pada suatu kali saya bersama Sayyaf. Dia mengatakan padaku : “Kebanyakan doa yang saya panjatkan kepada Allah di Multazam dan ketika mengusap/menyentuh Hajar Aswad adalah semoga Allah memaafkanku dari kesudahan pertanyaan tentang harta yang telah Dia letakkan pada kedua tanganku. Oleh karena meski saya telah berusaha untuk berlaku keras/ketat terhadap keluarga dan diri saya sendiri, namun saya menganggap diri saya masih makan dari makanan mujahidin. Demikian pula, saya merasa takut tidak berlaku cermat dan adil terhadap apa yang saya bagi-bagikan kepada mujahidin. Sehingga pada saat itu perhitungan dosaku sangat besar di sisi Rabbul ‘Alamin.
Seperti yang telah saya katakan : Kamu telah meninggalkan kehidupan dunia dan telah meletakkan ruh/nyawamu di telapak tanganmu. Kamu telah menyerahkan ruhmu –yang menjadi modal hidupmu—, karena hendak berkorban dengannya. Maka berwaspadalah kamu kepada pengorbanan yang lebih rendah daripada itu. Mengingat kamu telah mengorbankan yang besar, maka korbankanlah pula yang kecil. Dan sesungguhnya yang demikian itu betul-betul terasa mudah bagi orang yang dimudahkan Allah atasnya.
Sesungguhnya jalan ini amat panjang dan jauh, perjalanannyapun amat payah dan menyusahkan. Sesungguhnya jihad ini sungguh berat, tidak ada yang mampu menanggungnya kecuali mereka yang telah diteguhkan oleh Rabbul ‘alamin. Karena itu, jika engkau mendapatkan dalam hatimu rasa takut untuk memasuki front pertempuran, rasa takut menghadapi musuh, atau rasa takut untuk memerintah yang ma’ruf dan melarang yang mungkar, maka telitilah kembali makananmu. Jika hatimu lemah, maka kelemahan itu mesti datang dari racun haram. Sebagian besar dari rasa ketakutan itu adalah disebabkan oleh makanan. Dan sebagian lagi lantaran panah yang lepas dari mata.
“Sesungguhnya memandang –yang haram— itu adalah anak panah dari anak-anak panah Iblis yang beracun. Barangsiapa meninggalkannya karena takut kepada-Ku, maka Aku (Allah) akan menggantikan untuknya kemanisan yang ia dapatkan dalam hatinya.”
Jika kamu merasa beratt atau merasa takut atau merasa gentar terjun ke kancah peperangan, maka evaluasilah kembali dirimu. Apa penyebab/rahasia kelemahan yang menimpa hatimu? Apa rahasia rasa ketakutan ini dari dalam diri anak manusia? Padahal Allah Azza wa Jalla telah menjamin untuk meneguhkan dirimu jika kamu benar-benar beriman.
“(Ingatlah), ketika Rabbmu mewahyukan kepada para malaikat : "Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman." Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala-kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.” (QS. Al-Anfal : 12)
“Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mu'min supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Fath : 4)
Ketenangan adalah tentara yang dimasukkan Allah Azza wa Jalla ke dalam hati orang yang dikehendaki-Nya. Hati yang tumbuh dengan makanan halal, yang tiada berenyut melainkan dengan keikhlasan kepada Dzat Yang memiliki sifat kemuliaan dan keagungan. Ketahuilah bahwa lidahmu terkadang bisa merintangi perjalananmu, telingamu terkadang bisa merintangi perjalananmu dan tanganmu bisa merintangi perjalananmu.
Konon pada suatu ketika, Bani Israil ditimpa kemarau panjang. Lalu mereka datang kepada salah seorang nabi mereka dan berkata : “Biarkanlah kami keluar untuk meminta pertolongan Allah dan minta hujan.” Kemudian mereka keluar ke lapangan dan menengadahkan tangan mereka ke langit. Lalu Allah mewahyukan kepada Nabi-Nya bahwa kalian datang menemui-Ku dengan perut penuh berisi makanan haram, dan tangan yang kau angkat kotor dengan darah haram, kemudian kalian menginginkan Aku mengabulkan doa kalian? Kembalilah kalian, tak akan Aku mengabulkan doa kalian?!! Kembalilah kalian, sekali-kali Aku tidak akan mempedulikan kalian!!
Waspadalah selalu terhadap dirimu, waspadalah selalu terhadap anggota badanmu, waspadalah selalu terhadap lidahmu, waspadalah selalu terhadap telingamu apa yang masuk ke dalamnya, terhadap mulutmu, apa yang masuk dan keluar dari sana; terhadap tanganmu, untuk apa kamu pergunakan, terhadap kakimu, ke mana ia kau bawa pergi. Dan jika kamu berlaku benar, maka sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang benar.
1. HR. Al-Bukhari dan At-Tirmidzi
2. HR. Al-Bukhari dengan lafazh “Man yadhamanu lii maa baina lihyaihi …”
3. HR. At-Thabrani. Lihat kitab At-Targhib wat Tarhib oleh Al-Mundziri juz 2 hal. 547
4. HR. Ahmad dengan lafazh “Manisytaraa tsaauban …” Lihat kitab At-Targhib wat Tarhib oleh Al-Mundziri juz 2 hal. 548.
5. HR. Muslim
6. HR. Ahmad. At-Targhib wat Tarhib oleh Al-Mundziri juz 2 hal. 550
7. HR. Muslim
8. Lihat Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir no. 3487
9. Lihat Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir no. 1757
10. Diriwayatkan oleh Al-Hakim dan dishahihkan oleh Abu Dawud. Kata Abu Dawud : Hadits ini gharib namun isnadnya baik. Lihat buku Fiqh Sunnah juz I hal. 182,183.
11. Seperti itu dalam hahih Al-Jami’ Ash-Shaghir no. 2195
12. Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir no. 730
Tidak ada komentar