Select Menu
Select Menu

Favorit

Buku Referensi

Buku

Pergerakan Islam

Tokoh

Rumah Adat

Syamina

Pantai

Seni Budaya

Kuliner

» » » Kabar Gembira Bagi Orang-Orang yang Sabar


Unknown 05.19 2

Dengan kesabaran bani Isra’il, maka Allah memberi mereka kekuasaan di atas bumi. Huruf Ba’ pada kalimat “bimaa shabaruu” adalah Ba’ Sababiyah, artinya: dengan sebab kesabaran mereka, maka Allah memberi kekuasaan kepada mereka di atas bumi, dan mewariskan kepada mereka negeri yang telah diberkahiNya, yakni Negeri Palestina.
Setelah mereka memasuki negeri tersebut sepeninggal nabi Musa as, maka mereka memasukinya bersama nabi Dawud a.s. dan memasukinya bersama Nabi Sulaiman a.s. Mereka memerintah Palestina dengan dasar tauhid,  yakni dengan kalimat “Laa Ilaaha illallaah”.



Wahai kalian yang telah ridha Allah sebagai Rabb kalian, Islam sebagai dien kalian, dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul kalian; ketahuilah bahwasanya Allah telah menurunkan firman-Nya dalam Al Qur’anul Karim:

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang sabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas”. (Qs. Az Zumar: 10)
“dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar”. (Qs Al Baqarah: 155)


dan di ayat lain ...

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, “Rabb kami adalah Allah”, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (istiqamah), maka malaikat akan turun kepada mereka (seraya mengatakan): “Janganlah kalian merasa takut dan janganlah kalian merasa sedih, dan bergembiralah dengan Jannah yang telah dijanjikan Allah kepada kalian. Kamilah pelindung-pelindung kalian dalam kehidupan dunia dan di akherat dan di dalamnya kalian memperoleh apa yang kalian inginkan dan memperoleh (pula) apa yang kalian minta. Sebagai rezeki yang tersedia (bagi kalian) dan Rabb Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shaleh dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerahkan diri”. (Qs. Fushilat: 30-33).

Kami mulai pembicaraan dengan “Busyra” (kabar gembira). Busyra dalam kehidupan yang diperuntukkan kepada orang-orang yang sabar. Yang diberikan Allah kepada setiap kaum yang berpegang teguh pada kitab-Nya; menggenggam erat tali-Nya; dan melangkah di atas jalan Nabi mereka –Shallallaahu ‘alaihi wa sallam-.

Allah Ta’ala berfirman, menceritakan tentang Bani Isra’il:
“Dan Kami wariskan kepada kamu yang telah ditindas itu, negeri-negeri di bagian timur bumi dan baratnya, yang telah Kami beri berkah padanya. Dan telah sempurnalah perkataan Rabbmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Isra’il disebabkan kesabaran mereka, Dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir’aun dan kaumnya dan apa yang mereka dirikan”. (Qs. Al A’raf: 137)


Dengan Sabar Kejayaan Akan diperoleh
 
Dengan kesabaran bani Isra’il, maka Allah memberi mereka kekuasaan di atas bumi. Huruf Ba’ pada kalimat “bimaa shabaruu” adalah Ba’ Sababiyah, artinya: dengan sebab kesabaran mereka, maka Allah memberi kekuasaan kepada mereka di atas bumi, dan mewariskan kepada mereka negeri yang telah diberkahiNya, yakni Negeri Palestina.

Setelah mereka memasuki negeri tersebut sepeninggal nabi Musa as, maka mereka memasukinya bersama nabi Dawud a.s. dan memasukinya bersama Nabi Sulaiman a.s. Mereka memerintah Palestina dengan dasar tauhid,  yakni dengan kalimat “Laa Ilaaha illallaah”.

Dengan kalimat ini, maka Bani Isra’il berhak mewarisi negeri Mesir, dan Fir’aun pantas ditenggelamkan karena menindas dan melalimi Ahli Tauhid. Mereka –yakni Ahli tauhid- berhak mewarisi negeri Mesir sepeninggal Fir’aun, setelah mereka dihinakan dan ditindas serta hidup sebagai warga kelas bawah seperti budak belian.

Konon, apabila orang Qibthi (penduduk asli Mesir) hendak membawa barang bawaan, maka mereka memilih salah seorang di antara bani Isra’il untuk mengangkatnya dan memikulnya, bukannya mencari keledai atau kuda. Maka, setelah itu jadilah mereka sebagai bangsa yang mulia.
Namun beberapa masa kemudian, Allah merubah keadaan itu:

“Dan Kami wariskan kepada kaum yang telah ditindas itu, negeri-negeri di bagian timur bumi dan baratnya, yang telah Kami beri berkah padanya. Dan telah sempurnalah perkataan Rabbmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Isra’il disebabkan kesabaran mereka”.

Dengan sebab kesabaran mereka untuk tetap melangkah di atas jalan Nabi mereka, dan bersabar atas siksaan musuh-musuh mereka dengan harapan besar, Allah akan menurunkan kemenangan dan membuka jalan bagi mereka. Dan dengan sebab kesabaran mereka untuk melaksanakan perintah Rabb mereka, maka akhirnya ...

“dan sempurnalah perkataan Rabbmu yang baik (sebagai janji) untuk bani Isra’il disebabkan kesabaran mereka”.

Busyra bagi setiap orang yang sabar dalam kehidupan di dunia dan di akherat. Dalam sebuah hadits hasan, Rasulullah saw bersabda:

“Pada hari kiamat nanti didatangkan ahlul Bala’ – mereka yang banyak mendapatkan cobaan iman-, tidak ditegakkan mizan atas mereka; tidak dibukakan dewan untuk mereka; tidak dibuka catatan keburukan mereka; tidak dihisap dosa-dosa mereka; dan tidak pula ditimbang  amal perbuatan mereka di atas mizan; serta dikatakan kepada mereka: “Masuklah kalian ke dalam Jannah tanpa hisab!” Lalu orang-orang yang sedang dihimpun itupun bertanya: “Apa gerangan dengan kalian, sehingga amal perbuatan kalian tidak dihisab?”. Mereka menjawab: “Dahulu kami bersabar dalam menghadapi cobaan dan ridha dengan ketentuan (Allah)”. Maka Ahlul ‘Afiyah –mereka yang tidak mendapat cobaan berat- semasa hidup di duniapun berangan-angan, andaikan saja daging mereka dipotong-potong dengan gunting, tatkala mereka melihat pengampunan yang diberikan kepada orang-orang yang sabar pada hari kiamat”.[1] “Dan kemudian didatangkan orang yang paling sengsara sewaktu hidup di dunia, lalu orang tersebut diceburkan sekali ceburan ke dalam Jannah. Setelah itu ia ditanya Rabbul ‘Izzati: “Adakah engkau masih merasakan kesengsaraan dalam hidupmu?” “Demi ‘Izzat-Mu dan Keagungan-Mu, aku sama sekali tidak merasakan kesengsaraan apapun dalam hidupku”, Jawabnya”.

Hanya dengan sekali ceburan di dalam Jannah, maka ia telah lupa dengan segala penderitaan dan cobaan yang pernah dialaminya di dunia. Lalu seberapa lamakah cobaan dan penderitaan itu? Paling hanya 60 tahunan atau 70 tahunan.

Maka seberapakah arti cobaan ini dibandingkan dengan kenikmatan abadi yang akan didapatkan? Dibandingkan dengan...

“Dan Jannah yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa”. (Qs. Ali Imran: 133).

Jihad Menuntut Kesabaran

Kita sekarang berada di medan jihad dan jihad  menuntut kesabaran secara menyeluruh. Sabar dalam menjalankan keta’atan kepada Allah, sabar dalam menjauhi larangan Allah. Sabar dalam menerima ketentuan Allah dan  sabar dalam menjaga dan menggunakan nikmat Allah.

Tatkala kita diseru “Berangkatlah berperang!!!”, maka kitapun pergi berperang. Yang demikian ini memerlukan banyak kesabaran: sabar dalam menghadapi kejenuhan yang mungkin melanda, sabar dalam menghadapi goncangan, sabar berpisah dengan keluarga dan handai taulan. Sabar dalam melupakan kebiasaan yang selalu kita kerjakan di kampung halaman kita, makanan lezat yang senantiasa kita rasakan, ranjang empuk yang biasa kita tiduri, kendaraan mewah yang selalu kita tumpangi, gedung bertingkat yang menjadi tempat kediaman kita, dan pekerjaan yang sudah menjadi rutinitas kita sehari-hari. Pergi pagi hari dan pulang sore hari. Melihat isteri dan bercanda dengan anak-anak. Itu rumah indah dimana kita tinggal di dalamnya. Itu masjid bagus tempat kita menjalankan shalat sepanjang waktu. Itu tetangga kita yang ramah, dimana hati kita senantiasa lekat padanya. Itu teman setia yang mendapatkan tempat dalam hati kita. Dan itu saudara sejati, yang perasaan cinta kita kepadanya mengalir dalam urat nadi kita. Semuanya itu kita tinggalkan karena perintah yang terkandung dalam kalimat “Infiruu” (Berangkatlah kalian berperang).

Sabar dalam menjauhi maksiat. Yang dimaksud dengan maksiat disini ialah mundur setelah mendapatkan karunia, kembali ke belakang setelah mendapatkan nikmat dan mengganti nikmat Allah menjadi kemurkaan-Nya apabila kita meninggalkan nikmat Allah yang telah dianugerahkan kepada kita.

“Dan barangsiapa menukar nikmat Allah setelah nikmat itu datang  kepadanya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksa-Nya”. (Qs. Al Baqarah: 211)

Sabar dalam mentaati Allah ‘Azza wa Jalla, yakni dengan mentaati amir yang boleh jadi tingkat keilmuan, atau kecerdasan, atau kekayaan atau status sosialnya di bawah tingkatan kita. Sabar dalam mentaati amir umum atau amir khemah, atau pelatih, semuanya adalah pemimpin. Taat kepada mereka semua adalah fardhu, sebagaimana mentaati Allah, karena mentaati mereka juga sama dengan mantaati Allah ‘Azza wa Jalla. Sebagaimana sabda Nabi saw dalam hadits ini:

“Barangsiapa taat kepada amirku, maka sesungguhnya dia telah mentaatiku. Dan barangsiapa mentaati aku, maka sesungguhnya dia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa bermaksiat kepada amirku, maka sesungguhnya dia telah bermaksiat kepadaku. Dan barangsiapa bermaksiat kepadaku, maka sesungguhnya dia telah bermaksiat kepada Allah”.

Bersabar menghadapi cuaca dan iklim yang berbeda dengan cuaca dan iklim kita. Menghadapi hawa dingin, menghadapi kemelaratan, menghadapi segala aturan hidup yang keras bagaikan mata pedang yang tajam, dimana hati tidak biasa melihatnya, dan jiwapun tiada terbiasa mematuhinya.

Di rumah kita dahulu, kita biasa tidur sekehendak kita, bangun semau kita, makan menurut selera kita, dan meninggalkan makanan yang tidak kita sukai. Tapi di sini-yakni di bumi ribath dan Jihad-, kita harus bangun dengan aturan, tidur dengan aturan, makan dengan aturan. Kita tidak boleh melanggar disiplin ataupun tidak patuh pada peraturan.

Kebiasaan-kebiasaan itu telah disingkirkan semua, maka taatilah Allah di dalamnya dengan jalan bersabar menghadapi aturan-aturan itu. Dan bersabar menghadapi hal tersebut memang sesuatu yang sulit. Maka Allahlah yang menjadi tempatmu meminta pertolongan untuk memikul beban berat ini.

Sabar Terhadap Sesuatu Yang Disukai Hati

Sabar itu, bisa jadi terhadap sesuatu yang diinginkan/dikehendaki hati atau sesuatu yang bertentangan dengan kata hati. Adapun sesuatu yang diinginkan oleh hati bisa jadi terdapat dalam bagian dari amal (jihad) kita seperti: menunggang kuda, keperwiraan, kekuatan, memanggul senjata, kemuliaan, kebebasan dan lain-lain. Maka dari itu hendaknya kita bersabar atas sesuatu yang diinginkan oleh hati, yakni  dengan cara menumbuhkan rasa kekhawatiran terhadap rencana Allah ‘Azza wa Jalla di dalamnya yang bisa jadi akan merampas kembali nikmat yang telah diberikan- Nya dan kita tidak dapat menahannya. Serta tidak terlalu cenderung kepadanya dan berdoa agar supaya Allah ‘Azza wa Jalla menyempurnakan nikmat itu kepada kita serta menambahkan kesehatan kepada kita.

Demikian pula, kita harus bersabar supaya tidak terlalu berambisi dan bernafsu dalam meraih sebagian nikmat itu, seperti harta misalnya. Harta dan kesehatan adalah sesuatu yang diinginkan hati dan dikehendakinya. Maka dari itu, kita harus mencarinya dengan jalan yang baik dan benar. Sebab Rasulullah saw pernah bersabda:

“Ruhul Amin (Jibril) telah mengilhamkan kepadaku bahwasanya tidak akan mati suatu jiwa sampai disempurnakan dahulu rezki dan ajalnya. Maka dari itu takutlah kalian kepada Allah dan berlaku baiklah dalam mencarinya”.[2]

Rezki telah ditentukan dan ajal telah dijanjikan (dibatasi). Tidak mungkin akan melampaui ukuran yang telah ditetapkan atau bertambah atau berkurang, baik itu soal rezki atau ajal. Maka dari itu seseorang dituntut untuk bertaqwa kepada Allah dan berlaku baik dalam mencari rezki/harta.
Demikian pula, kita harus bersabar dalam menunaikan hak Allah yang ada pada nikmat-nikmat yang kita dapat seperti “kebebasan” misalnya. Kebebasan ada ikatannya, yakni harus taat kepada amir dan taat kepada Rabbul ‘Alamien.

Demikian juga halnya dengan “kemuliaan”. Kemuliaan itu terikat oleh syarat: Tidak berlaku aniaya kepada saudara-saudaranya yang lain. Kita boleh merasa lebih tinggi terhadap orang-orang kafir, tapi sebaliknya kita harus berlaku lemah lembut kepada orang-orang beriman.

Kita ada dalam satu nikmat, yakni: nikmat berjamaah dan nikmat taat. Namun untuk mempertahankan nikmat ini kamu harus memelihara hak Allah yang ada padanya. Menjaga hak Allah’Azza wa Jalla dengan jalan memelihara hak-hak saudara-saudaramu yang lain. Janganlah meremehkan saudaramu andai ia agak kurang pandai. Janganlah menghina saudaramu andai ia kurang pemahamannya. Janganlah kamu merasa hebat daripadanya jika ia lambat geraknya, sementara Allah memberimu kecepatan gerak.

Rasulullah saw bersabda:
“Bukan dari golongan kami orang yang tidak menaruh hormat kepada orang yang lebih tua dan tidak menaruh belas kasih kepada orang yang lebih muda, serta tidak mengetahui hak yang harus diberikan kepada orang alim di antara kita”.[3] Hadits shahih.

Kita harus sabar dalam menjauhi yang haram. Menjauhi perbuatan yang haram di lingkungan masyarakat yang dicintai Allah ‘Azza wa Jalla semacam ini. Seperti: menghina sesama saudara muslim, atau mengghibahnya atau memfitnahnya, atau mencemarkan kehormatannya.
Dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah saw bersabda:
  
“Riba itu ada tujuh puluh lebih cabangnya. Yang paling kecil ialah: seorang lelaki melakukan zina dengan ibunya sendiri. Dan yang terbesar ialah: mencemarkan kehormatan seorang muslim”.[4]

Mencemarkan kehormatan seorang muslim maksudnya: mencelanya baik pada saat ketidakhadirannya ataupun pada saat kehadirannya.

Ketahuilah bahwasanya ada sebagian manusia menyangka bahwa mencela seseorang dihadapan wajahnya adalah boleh. Dalam anggapannya, tindakan itu tergolong “Berterus terang dalam kebenaran”. Ia tidak tahu bahwa tindakan tersebut tergolong “Mengumpat”, dimana pelakunya ditunggu-tunggu oleh “wa’il” di neraka Jahannam. Wa’il adalah lembah di neraka Jahannam. Sebagaimana firman Allah’azza wa Jalla:

“Kecelakaan bagi setiap pengumpat lagi pencela” (Qs. Al Humazah: 1)
(Ket: Kata “wa’il” dalam ayat di atas dapat berarti kecelakaan, atau siksa atau nama lembah di neraka Jahannam).

“Al Hamzu” (mengumpat) ialah: Mencela seseorang di hadapan wajahnya, sedangkan “Al Lamzu” ialah: Mencela seseorang di belakang punggungnya (di luar pengetahuannya).

Abu Hurairah r.a. meriwayatkan hadits dari nabi saw bahwasanya beliau pernah bertanya kepada para sahabat: “Tahukah kamu apakah ghibah itu?” para sahabat menjawab, “Allah dan RasulNya lebih mengetahui jawabannya”. Lalu beliau bersabda, “Engkau menyebut tentang diri saudaramu, dengan sesuatu yang tidak disukainya”. Kemudian ada salah seorang diantara mereka bertanya: “Bagaimana pendapatmu, jika apa yang aku katakan tentang diri saudaraku itu benar adanya?” beliau menjawab: “Jika apa yang engkau katakan tentang dirinya benar, berarti engkau telah menghibahnya. Jika engkau menyebut sesuatu yang tidak benar tentang dirinya, berarti engkau telah membuat kebohongan terhadapnya”.[5]

Ini yang berkaitan dengan ghibah. Adapun mencela seseorang dihadapan wajahnya terkadang lebih menyakitkan dibanding jika mencela dia di luar pengetahuannya. Oleh karena engkau mencemarkannya pada saat kehadirannya. Engkau menghimpun antara: Merendahkan kedudukan dan menodai kehormatannya.

Singkatnya, ada empat perkara yang harus kita perhatikan pada sesuatu (nikmat) yang diinginkan oleh hati, yaitu:

1.    Tidak cenderung kepadanya.
2.    Tidak terlalu bernafsu dalam mengumpulkannya, meskipun apa yang dikumpulkan itu tergolong hal yang mubah. Seperti harta, makanan, dan sebagainya.
3.    Menjaga dan memelihara hak-hak Allah yang ada padanya.
4.    Menjauhi yang haram selama mencarinya.

Sabar terhadap sesuatu yang diinginkan hati adalah jauh lebih sulit daripada sabar terhadap apa yang dibenci/tidak disukai hati. Maka dari itu, Abdurrahman bin ‘Auf pernah mengatakan:

“Kami mampu bersabar tatkala diuji dengan kesempitan/kesusahan. Namun kami tidak mampu bersabar tatkala diuji dengan kelapangan/kesenangan”.

Salah seorang salaf pernah berkata: “Kesempitan atau musibah, terkadang bisa dihadapi dengan sabar oleh orang beriman dan orang kafir. Adapun kesenangan, maka tidak ada yang dapat bersabar menghadapinya, kecuali orang-orang yang benar”.
Maka dari itu , Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
  
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya diantara istri-istri kalian dan anak-anak kalian ada yang menjadi musuh bagi kalian, maka             berhati-hatilah kalian terhadap mereka”. (Qs. At Taghaabun: 14).

Datang keterangan dalam suatu riwayat yang dirawikan oleh At Tirmidzi, dan ia berkomentar tentangnya: Hasan shahih,

“Dari Abu Ibnu ‘Abbas r.a, dia berkata: ‘Ada beberapa laki-laki dari penduduk Makkah yang telah masuk Islam. Lalu mereka bermaksud mendatangi Nabi saw (di Madinah), tapi istri-istri dan anak-anak mereka menolak (tidak bersedia) ditinggalkan. Tatkala mereka mendatangi Rasulullah, dan melihat orang-orang telah faqih dalam urusan Dienullah; (mereka menyesal) dan bermaksud menghukum (istri-istri dan anak-anak) mereka”.[6]

Maka dari itu, sabar dalam menghadapi nikmat berupa harta kekayaan, kesehatan, keuangan dan kekuatan jauh lebih sukar daripada sabar menghadapi musibah. Mengingat akan nikmat kekuatan yang kau peroleh itu: Engkau harus bersabar atasnya, yakni: engkau tidak boleh terpedaya karenanya, tidak cenderung kepadanya, dan tidak meremehkan yang lain dengannya.

Dengan kepandaianmu, dengan kekuatanmu, dengan ilmumu, dengan harta kekayaanmu, maka kamu sekali-kali diuji oleh Allah. Ini semua adalah seperti sabda Rasulullah saw tentang anak:

“Sesungguhnya mereka (anak-anak itu) membawa dan mengajak kepada kepengecutan, kebakhilan dan kesedihan”.[7]

Maka, banyak manusia merasa berat untuk berhijrah dan berjihad serta datang ke negeri ini. Itu lantaran kedudukan tinggi yang mereka peroleh di negeri mereka, atau lantaran anak-anak dan istri-istri mereka, atau lantaran pertanian dan pabrik-pabrik mereka. Apa yang mencegah mereka untuk datang? Paling pekerjaannya ... setiap kali kedudukan kerjanya bertambah tinggi di negerinya, maka bertambah pula keengganannya untuk ber-amar ma’ruf dan nahi mungkar, atau datang ke bumi hijrah, ke front-front pertempuran, dan ke medan-medan kepahlawanan.

Orang-orang yang ada di sekitarnyapun mengatakan kepadanya: “Bagaimana kamu hendak meninggalkan kedudukan kerjamu yang tinggi itu? Kamu dapat memberi manfaat kaum muslimin di sini. Allah menjadikan dirimu bermanfaat bagi orang-orang lain. Kamu melindungi dien ini dengan kekuasaanmu”. “Kamu dan kamu”….. serta banyak lagi perkataan yang lain. Mereka tiada henti-henti membujuk sampai akhirnya mereka berhasil mencegahnya dari mengatakan kebenaran atau dari pergi ke bumi jihad, tempat yang diridhai Allah '‘zza wa Jalla.

Itu semua adalah demi mempertahankan jabatan atau menjaga harta kekayaan yang dikumpulkannya, atau menjaga perusahaan yang besar yang telah lama melalaikannya dari dzikrullah ‘Azza wa Jalla, lantaran ia sibuk membangun dan mengembangkannya. Demikian pula ladang pertaniannya, atau status sosialnya di lingkungan masyarakat, atau anak-anak serta istri-istrinya. Semua itu mencegahnya untuk datang ke sini-ke bumi jihad-. Setiap kali beban bertambah, maka semakin mengecil pula kemungkinan untuk pergi ke bumi hijrah, dan ia akan terhalang dari banyak kebaikan. Inilah sabar terhadap apa yang diinginkan hati.

Sabar Terhadap Sesuatu Yang Dibenci

Dan sabar yang kedua adalah terhadap sesuatu yang tidak disukai/dibenci oleh hati. Adapun sabar terhadap sesuatu yang dibenci hati ada tiga macam:
1.     Sabar Ikhtiyari.
2.     Sabar Qahri.
3.     Sabar Ikhtiyari pada mulanya, dan Qahri pada akhirnya.

 Yakni: sabar terhadap sesuatu yang pada mulanya menjadi pilihanmu, tapi pada akhirnya menjadi paksaan karena mendatangkan konsekuensi.

 

1. Sabar Ikhtiyari


Yaitu sabar terhadap perintah dan larangan Allah. Sabar terhadap perintah-perintah Allah dengan menjalankan ketaatan padanya, dan sabar terhadap larangan-larangan Allah dengan meninggalkan perbuatan maksiat.

Sabar terhadap perintah Allah menuntut pelaksanaan sabar sebelum, selama dan sesudah menunaikannya. Dan ia adalah sabar atas ketaatan pada tiga marhalah:

1.    Sebelum memulainya,

Yakni dengan membetulkan niat dan memurnikan tujuan semata-mata untuk Allah dan mengharapkan keridhaanNya. Rasulullah saw pernah ditanya seseorang:

“Ya Rasulullah, ada orang berperang untuk mendapatkan ghanimah (rampasan perang), dan ada orang yang berperang karena semangat keperwiraan, dan ada orang yang berperang supaya kedudukannya dalam perang diketahui banyak orang. Manakah diantara mereka itu yang disebut fie sabilillah?” Beliau menjawab: “Barangsiapa yang berperang untuk menegakkan kalimat Allah, maka dialah yang disebut fie sabilillah”. (Hadits Shahih diriwayatkan oleh Muslim).

Niat harus diluruskan, sebab niat inilah yang menentukan apakah seseorang akan mendapatkan pahala, ganjaran dan Jannah ataukah akan mendapatkan kemurkaan, siksa dan neraka. Kalian semua mengetahui kisah Ushairam. Dia adalah ‘Amru bin Uqaisy, yang keislamannya terlambat sampai terjadinya perang Uhud. Pada saat kaum muslimin berangkat ke medan peperangan, dia tidak berada di Madinah. Tatkala tiba, dia tidak menemukan karib kerabatnya. Maka iapun bertanya kepada orang-orang, dimana gerangan karib kerabatnya, lalu mereka menjawab bahwa mereka telah bersama Rasulullah saw ke Uhud untuk berperang melawan kaum kafir Quraisy. Mendengar penuturan mereka, maka iapun berujar: “Demi Allah, aku tidak akan berpangku tangan sesudahnya”. Saat itu juga ia mengucapkan dua kalimat syahadat dan kemudian pergi ke Uhud menyusul kaum muslimin. Dalam peperangan itu dia mendapat cobaan yang baik. Tatkala orang-orang Khazraj mencari rekan-rekan mereka yang mati dalam peperangan, mereka menemukan ‘Amru bin Uqaisy yang dalam keadaan luka parah, “Ini Ushairam!” Teriak mereka.

“Hai Ushairam, apa yang membuatmu pergi berperang? Apakah karena rasa semangat ingin membela kaummu?”

“Tidak, tapi karena Allah dan Rasulnya.” Jawabnya pelan. Lalu ruhnya keluar dari jasadnya, dan diapun menghembuskan nafas yang penghabisan.

Begitu mendengar perihal ‘Amru bin Uqaisy, maka nabi berujar:

“Beramal sedikit, tapi diberi pahala yang banyak, dan ia berhak memperoleh Jannah”.[8]

Ia masuk Jannah, padahal belum pernah mengerjakan shalat satu rekaatpun. Hanya dengan niat yang benar.

Yang lain adalah Qazman. Dia tidak mau tinggal di Madinah tatkala Rasulullah saw bersama kaum muslimin berangkat ke Uhud. Dia berperang dengan gagah berani membunuh banyak musuh. Namun Rasulullah saw berkata: “Pemberani itu masuk neraka”-atau sebagaimana sabda Nabi saw-. Maka sahabatpun terheran-heran mendengar perkataan Nabi saw lantaran mereka melihat Qazman menyerbu orang-orang kafir, membunuh serta membuat gentar mereka sehingga banyak diantara mereka yang mati di ujung pedangnya.

Salah seorang sahabat menuturkan:

“Akupun mengikuti/membuntuti langkah Qazman dalam peperangan itu. Tatkala ia terluka parah dan merasakan kesakitan yang amat sangat, iapun menghujamkan dadanya ke ujung pedangnya, sehingga pedang itu menembus dada sampai keluar di punggungnya. Maka matilah Qazman seketika itu juga. Lalu aku kembali menemui Rasulullah saw dan mengatakan, “Aku bersaksi bahwa engkau benar-benar Rasulullah. Aku tadi membuntuti laki-laki yang tuan katakan setelah mana keraguan menghinggapi diriku. Lalu aku menemukan ia bunuh diri dengan menghujamkan dadanya ke ujung pedangnya, sehingga pedang itu menembus dadanya sampai keluar di punggungnya”.[9]

Laki-laki pemberani itu masuk neraka, oleh karena niatnya berperang pada awal mulanya bukan untuk mencari keridhaan Allah ‘Azza wa Jalla. Ia tidak bersaksi bahwasanya Allah adalah benar, dan Rasulullah saw adalah juga benar. Maka dari itu niat harus diluruskan lebih dahulu.

Rasulullah saw pernah bersabda:
“Ada tiga golongan manusia yang pertama kali dijilat api neraka pada hari kiamat. Yakni: 1. Mujahid 2. Orang alim 3. Dermawan. Adapun orang alim, maka ia dihadapkan dan kemudian ditanya –atau Allah ‘Azza wa Jalla berfirman padanya-, “Apa yang kamu perbuat di dunia?” “Aku mempelajari ilmu karena-Mu dan kemudian aku ajarkan ilmu itu kepada orang-orang”. Jawabnya. Lalu dikatakan padanya, “Kamu dusta, kamu mempelajari ilmu supaya orang-orang mengatakan bahwa kamu adalah orang alim. Dan kamu telah memperoleh upahmu itu di dunia”. Kemudian diperintahlah malaikat untuk menyeretnya ke neraka, maka dilemparkanlah orang tersebut dengan muka tertelungkup ke dalam neraka. Lalu dihadapkan seorang mujahid yang kemudian ditanya: “Apa yang kamu perbuat di dunia?” “Aku berperang di jalan-Mu sampai terbunuh”. Jawabnya. Lalu dikatakan kepadanya, “Kamu dusta, yang sebenarnya adalah bahwa kamu berperang supaya orang-orang menganggapmu seorang pemberani. Dan kamu telah memperoleh upahmu di dunia”. Kemudian diperintahkanlah malaikat untuk menyeretnya ke neraka, maka dilemparkanlah orang itu dengan muka tertelungkup ke neraka. Lalu dihadapkan seorang dermawan dan kemudian ditanya:”Apa yang kamu perbuat di dunia?”. “Aku mencari harta yang halal dan menginfakkannya di jalan-Mu”. Jawabnya. Lalu dikatakan kepadanya, “Kamu dusta, yang sebenarnya kamu berinfak supaya orang-orang mengatakan kamu dermawan. Dan kamu telah memperoleh upahmu di dunia”. Kemudian diperintahkanlah malaikat untuk menyeretnya ke neraka, maka dilemparkanlah orang tersebut dengan muka tertelungkup ke dalam neraka”. (Hadits Shahih diriwayatkan oleh Muslim).

Hadits ini terdapat dalam Shahihain.

Pada waktu Mu’awiyah ra. mendengar hadits ini dari mulut Abu Hurairah, ia menangis dan air matanya jatuh berderai membasahi jenggotnya. Dan akhirnya ia jatuh pingsan. Setelah sadar, ia berkata, “Sungguh benar Rasulullah saw yang menyampaikan firman Allah ‘Azza wa Jalla:

“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balsan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Mereka itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akherat kecuali neraka dan lenyaplah di akherat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia, dan sia-sialah apa yang mereka kerjakan”. (Qs. Hud: 15-16).

Betapa sering saya ketakutan setiap kali saya membaca surat Hud, sebelum saya mengetahui hadits di atas, sebelum mengetahui sikap Mu’awiyah r.a. tentang hadits tersebut. Maka bertambahlah rasa takut saya terhadap isi ayat di atas setelah saya membaca hadits tersebut.

2.    Selama mengerjakan

Hati selalu menghadap kepada sang Khaliq selama menjalankan ibadah. Jangan sampai hati lalai dari dzikrullah selama menjalankan perintah. Anggota badan harus senantiasa sibuk menjalankan ibadah, mengerjakan rukun-rukunnya serta menyempurnakan syarat-syaratnya. Baik itu ibadah dalam bentuk shalat, atau puasa atau haji atau zakat, atau jihad, atau yang lainnya. Jangan sampai hati lalai dari Ar Rahman, dan jangan sampai anggota badan lalai dari menjalankan ibadah sebagaimana yang diperintahkan Allah ‘azza wa Jalla.

3.    Setelah mengerjakan

Demikian pula, seseorang dituntut untuk bersabar setelah menjalankan ibadah. Sabar setelah menjalankan ibadah meliputi tiga hal:
Pertama: Tidak merusakkan/menghilangkan pahalanya.
Kedua   : Tidak ujub (kagum/bangga dengan diri sendiri) di dalamnya.
Ketiga    : Tidak menampak-nampakkannya kepada orang lain.

Yang pertama: Tidak merusakkan pahalanya

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu merusakkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima) seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian”. (Qs. Al Baqarah: 264).

Kamu mengatakan: “Saya memberikan kepada si Fulan sekian...saya berinfak untuk si Fulan sekian... saya berpuasa di bulan Rajab dan Sya’ban”. Atau kamu sedang berpuasa, dan tidak seorangpun mengetahui puasamu, lalu kamu berkata kepada orang-orang: “Hari ini saya lapar sekali –atau berkata: “Saya haus sekali”-, karena saya puasa”.

Wahai saudaraku, apakah engkau ingin memperoleh pahala puasamu dari neraka?

Pernah suatu ketika seorang pemuda (Arab) bertanya kepada saya, “Isak apa yang terkadang saya dengar darimu dalam shalat? Apakah lantaran sakit?”

“Alhamdulillah, saya tidak sakit. Lalu bagaimana engkau menafsirkannya?” Tanya saya.
“Ada beberapa kemungkinan”. Jawabnya.
“Apa itu?” Tanya saya.
“Boleh jadi, hal itu anda lakukan untuk mengamalkan hadits:
“Dan jika kalian tidak menangis, maka pura-puralah menangis”.[10] Ujarnya.

Setelah ia menyelesaikan perkataannya, maka saya katakan padanya, “Tidakkah engkau mengetahui bahwa menyengaja hal tersebut di dalam shalat akan membatalkannya? Tidakkah engkau tahu menyengaja mengeluarkan suara isakan akan membatalkan shalat? Adakah engkau berpandangan terhadapku seperti itu di hadapan Ar Rahman? Saya menyengaja mengeluarkan isak supaya tiga atau empat orang di belakang saya mendengarnya, sehingga Allah memurkai saya dan para malaikat melaknat saya. Saya membuat batal shalat saya dan shalat orang-orang di belakang saya hanya supaya orang-orang mendengar suara isakan saya dalam shalat, bagaimana kamu berfikir? Bagaimana kamu menyikapi ayat-ayat Allah? Tidakkah kamu mendengar firman Allah ‘Azza wa Jalla:

“Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur sujud dan menangis”. (Qs. Maryam: 58).

Dimana gerangan tangisan itu, dan dimana gerangan ikhwal orang-orang shaleh? Tidakkah engkau tahu bahwa Umar bin Al Khattab r.a. dan para sahabat yang lain apabila seseorang diantara mereka melewati (bacaannya pada) ayat yang menyebutkan tentang neraka, maka ia mengeluarkan isakan seolah-olah suara nyala Jahannam berada dekat di kedua telinganya? Dan apabila seseorang diantara mereka melewati (bacaannya pada) ayat yang menyebut tentang Jannah, maka menangislah ia karena merindukannya?.

Dimana ikhwal orang-orang yang digambarkan oleh Al Qur’anul Karim? Bandingkanlah ikhwal manusia sekarang ini dengan ikhwal orang-orang yang digambarkan oleh Al Qur’an!. Tidakkah engkau mengetahui bahwa Umar bin ‘Abdul ‘Aziz apabila membaca Al Qur’an, maka ia menangis sampai basah jenggotnya lalu tak sadarkan diri? Tidakkah engkau mengetahui kalau Umar bin Al Khattab r.a.  mempunyai tanda dua guratan di wajahnya lantaran banyak menangis? Tidakkah engkau mengetahui bahwa Rasulullah saw apabila sedang shalat, maka dari dalam dadanya keluar desis (tangisan), seperti suara air mendidih dalam bejana? Tidakkah engkau pernah mendengar bahwa ‘Aisyah r.a. pernah berkata:

“Tatkala Rasulullah saw sakit keras, lalu beliau diingatkan untuk mengerjakan shalat jama’ah, maka beliau bersabda: ‘Suruhlah Abu Bakar untuk mengimami shalat orang-orang!’, lalu ‘Aisyah berkata kepada Nabi saw: ‘Abu Bakar itu seorang yang sentimentil, jika membaca Al Qur’an tidak dapat menahan tangisnya. Namun Rasulullah saw tetap memerintah, “Suruhlah Abu Bakar untuk mengimami shalat orang-orang”. (Hadits shahih diriwayatkan oleh Al Bukhari).

Apakah telah lenyap semua gambaran itu dari benak manusia, sehingga suara tangis dalam shalat dianggap hal yang sangat asing, dan orangnya dituduh pamer di hadapan manusia serta berlaku riya’ dalam shalat dihadapan Rabb pemilik langit dan bumi?!

Yang kedua: Tidak ujub di dalamnya


Yakni engkau menyangka dirimu telah memberikan sesuatu...
“Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: “janganlah kamu merasa telah memberi ni’mat kepadaku dengan keislamanmu”. (Qs. Al-Hujurat: 17).

Maksudnya, engkau melihat dirimu mempunyai satu kedudukan, karena engkau datang untuk berjihad. Dan engkau mencurigai orang lain serta merasa lebih tinggi dari mereka. Kenikmatan ini membutuhkan rasa syukur dan sikap tawadhu’. Bukannya sikap tinggi hati dan sombong. Ni’mat ini dari Allah, maka janganlah engkau merasa bahwa dirimu mempunyai suatu kedudukan lebih tinggi dari yang lain. Jika disebut nama Fulan atau si Fulan, engkau bertanya: “Siapa si Fulan itu? Orang tersebut tidak berjihad, dan saya adalah mujahid”. Siapa Fulan? Siapa Fulan? Bersyukurlah kepada Allah atas nikmat tersebut dan jangan merasa bangga terhadap diri sendiri, oleh karena Allahlah yang memudahkan kamu untuk menjalankan ibadah ini. Engkau tidak datang dengan upaya dirimu sendiri. Allahlah yang mengirimmu, dan Allahlah yang menolongmu. Allah memudahkanmu untuk mendapatkan visa...Allah memudahkan kamu untuk bisa sampai kemari... Allah memudahkan sehingga engkau bisa mendapatkan training senjata di kamp latihan...Allah memudahkan kamu untuk bisa ke front pertempuran...Allah memudahkanmu untuk mendapatkan biaya buat ongkos perjalanan kemari...Allah memudahkanmu sehingga mujahid Afgan mau menyambut kedatanganmu...Tidak ada sesuatupun yang berasal darimu, semuanya dari Allah.

Adalah orang-orang salaf -semoga Allah meridha’i mereka- pernah mengatakan: “Tidur malam sampai fajar dan tidak  mengerjakan shalat Tahajjud satu rekaatpun lebih kami sukai daripada kami shalat sepanjang malam lalu merasa kagum terhadap diri sendiri”.

Pada siapa engkau merasa bangga? Pada siapa kamu merasa lebih tinggi dengan ibadahmu? Sesungguhnya ibadah (jihad) ini menghendaki ketawadhu’anmu, dan menghendaki agar kamu senantiasa memperbanyak do’a kepada Rabbul alamin, supaya Allah berkenan memberi ni’mat itu kepadamu serta melanggengkannya untukmu. Bukannya engkau merasa bangga diri dengan nikmat itu, sehingga Allah mencabutnya kembali dan menggantikan dengan siksaan.

Yang ketiga: Tidak menampakkan amal ibadah itu kepada orang lain.

Kemudian yang harus engkau lakukan adalah bersikap hati-hati dan bersabar atas ibadah yang telah engkau lakukan, sehingga engkau tidak memindahkan ibadah tersebut dari yang semula tersembunyi menjadi nampak. Oleh karena tetapnya ibadah tersebut dalam kerahasiaan lebih tinggi nilainya dan lebih banyak pahalanya daripada terbuka dan terlihat oleh manusia. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:

“Dan seorang yang bersedekah dengan diam-diam sehingga tangan yang sebelah kanan tidak tahu apa yang disedekahkan oleh tangan kirinya”. (Potongan hadits yang diriwayatkan oleh muslim).

Lelaki yang bersedekah dengan diam-diam itu berhak mendapatkan naungan Allah, pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naunganNya.

Kalian telah mendengar kisah yang diceritakan oleh Syekh Tamim kemarin. Kisah tentang Abul Khair Zainal Abidin ketika memohon turunnya hujan kepada Allah. Waktu itu matahari bersinar terang, dan orang-orang sama mengeluh akan langkanya hujan serta kekeringan yang lama melanda daerah mereka. Belum sampai Abul Khair mengakhiri doanya, langit telah tertutup gumpalan awan hitam dan akhirnya hujan turun dengan derasnya. Kemudian sesudah shalat ‘Isya’, ada sepuluh orang duduk mengelilingi Syaikh Halb Abul Khair Zainal Abidin, diantara mereka Syekh Tamim. Pada kesempatan itu Syeh Abul Khair menuturkan: “Telah terbersit dalam hatiku, bahwa kita ini diberi hujan karena barakah Fulan”. Syekh Abul Khair tidak menyebutkan nama orang tersebut, tapi hanya mengatakan “Salah seorang diantara kalian”. Yakni sepuluh orang yang hadir di waktu itu.

Adapun kisah lengkapya ialah: “Ada seorang datang kepada saya kemarin atau beberapa hari yang lewat dan mengatakan kepada saya: ‘Ada seorang laki-laki yang datang ke tempat kami setiap hari sesudah shalat Isya’ dengan membawa mobilnya. Ia memberikan kepada kami bahan makanan, daging, beras dan buah-buahan, tapi wajahnya tertutup kain sehingga tidak ada seorangpun yang mengetahuinya. Ia langsung balik begitu selesai memberikan sedekah. Ia menanggung nafkah 60 keluarga dari penduduk Halb -sebuah desa yang terletak di dekat kota Halb- dengan cara seperti  itu. Ketika Syeikh Abul Khair Zainal Abidin bermaksud mengetahui siapa gerangan lelaki misterius itu, maka ia bersembunyi di kegelapan malam menunggu kedatangannya. Begitu lelaki misterius itu lewat di dekatnya, maka Syekh Abul Khair melompat dan menubruknya. Lelaki misterius itu berusaha menolah tubuh Syeikh Abul Khair agar tutup mukanya tetap terlindung. Tetapi Syeikh Abul Khair tidak mau usahanya menemui kegagalan, dengan cepat ia menarik tutup muka lelaki misterius itu. Ternyata lelaki itu adalah salah seorang muridnya yang berguru kepadanya. Lelaki itu mencium dua tangan dan dua kaki Syeikh Abul Khair, dan meminta dengan sangat agar namanya tidak diberitahukan kepada orang lain. Tidak selama ia masih hidup atau sesudah matinya”.

Kenapa ia berbuat demikian? Karena tetapnya ibadah tersebut dalam lingkaran rahasia (manusia) merupakan sesuatu yang besar dan pelakunya mendapatkan pahala yang besar di sisi Rabbul Alamin.
Oleh karena itu, wahai saudara-saudaraku! Kita harus bersabar setelah menjalankan ibadah, yakni dengan cara: Tidak merusakkan amal ibadah kita, tidak ujub dengan ibadah kita, dan tidak menampak-nampakkan kepada manusia. Jadikanlah amal ibadah itu, tetap menjadi rahasia antara dirimu dengan Rabbmu. Simpanlah amal ibadahmu itu di dalam perbendaharaan Rabbul Alamin, guna menyongsong datangnya hari-hari yang sangat berat lagi sulit. Kalian telah mengetahui kisah tentang tiga orang yang terjebak dalam goa dan tidak bisa keluar dari padanya. Lalu masing-masing orang diantara mereka bertawassul kepada amal ibadahnya. Yang mana akhirnya Allah menggeser sedikit demi sedikit batu yang menutupi pintu goa tersebut hingga terbuka dengan sebab amal ibadah yang mereka kerjakan secara ikhlas mengharap keridhaanNya.

2. Sabar Qahri.

Yaitu: sabar dalam menghadapi musibah yang menimpa yang mesti dihadapi, merupakan ketentuan Allah yang tidak mungkin bagi manusia untuk menolaknya.

Dalam menghadapi musibah,  manusia terbagi dalam beberapa tingkatan:

Tingkatan pertama: Lemah.

Seperti menangis, mengeluh kepada manusia, dan sebagainya. Dan ini hanya mungkin dikerjakan oleh orang-orang yang bodoh serta lemah fikirannya.
Dalam sya’ir dituturkan:

Apabila dirimu ditimpa suatu musibah,
Maka bersabarlah dengan penuh ketabahan
Karena sesungguhnya kamu akan mulia karenanya
Jika kamu mengadu kepada Bani Adam
Maka sesungguhnya kamu mengadu kepada makhluk yang tidak dapat memberi belas kasihan.

Sabar terhadap musibah adalah dengan jalan mengingat tangan yang menggiring musibah tersebut. Dan itu tiada lain adalah tangan Allah ‘Azza wa Jalla. Maka dari itu janganlah kamu mengadukan musibah yang menimpamu kepada makhluk-Nya, dengan harapan mendapatkan belas kasihnya, sebab Dia lebih kasih padamu daripada dirimu sendiri.

“(Bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”. (Qs. An Nisa’: 19).

Kemudian mengingat pahala yang akan didapat dengan bersabar terhadap musibah tersebut. Maka dari itu janganlah kamu bersikap lemah dan jangan pula mengadu kepada manusia.

Tingkatan yang kedua: Sabar.

Sabar terhadap musibah artinya: Menahan hati dan rasa tidak puas terhadap Qadar Allah dari mengadu/mengeluh kepada manusia, serta menahan anggota badan dari melampiaskan rasa kesedihan secara berlebihan seperti menampar-nampar pipi, merobek-robek baju,dan sebagainya. Allah mencintaimu lebih dari rasa cintamu kepada dirimu sendiri. Allah lebih pengasih kepadamu dari rasa kasihan terhadap dirimu sendiri. Rasulullah saw pernah bersabda:

“Allah lebih pengasih kepada kalian daripada rasa kasih perempuan ini pada anak lelakinya”.

Perempuan yang dimaksud adalah wanita tawanan yang menemukan kembali anak lelakinya yang hilang diantara para tawanan, setelah ia mencarinya ke sana kemari dan hampir linglung pikirannya.
Sabar itu bisa jadi dilakukan karena Allah dan bisa jadi dilakukan untuk menjaga gengsi (harga diri)). Sebagian orang ada yang bersabar karena menjaga harga diri, mereka enggan dan tidak sudi mengeluh pada manusia.

Mereka malu disebut orang lemah. Ini adalah kesabaran orang-orang kafir, yang enggan mengeluh kepada orang agar dianggap jantan dan tegar.

Tingkatan ketiga: Ridha.

Ridha ada di atas tingkatan sabar. Yang saya maksud adalah ridha kepada qadar Allah. Jika sabar terhadap musibah adalah wajib, maka para ulama berbeda pendapat tentang wajibnya ridha terhadap musibah. Apakah ia merupakan hal yang wajib atau tidak.

Ridha terhadap musibah tidak sama dengan sabar terhadap musibah. Dan maqam (kedudukan) ihsan yang tertinggi adalah maqam syukur. Maqam ini adalah, engkau memandang musibah yang menimpa dirimu sebagai nikmat dari Allah, lalu engkau bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla atasnya.
Adalah Abu Dzar al Ghifari ra. pernah mengatakan: “Miskin lebih aku sukai daripada kaya, dan sakit lebih aku sukai daripada sehat”.

Dari sini kita dapat melihat, bahwa para sahabat dahulu menganggap musibah sebagai nikmat.

Pernah dalam suatu kesempatan, Sekretaris Ustadz Hasan Albana bercerita kepada saya, bahwa dia pernah berkata kepada beliau pada saat mereka menempuh ujian kelulusan pada Fakultas Darul ‘Ulum.: “Engkau gagal dalam mata kuliah ini dan itu”. Mendengar berita tersebut, Hasan Albana bersujud. Maka tidak lama kemudian sekretarisnya mengatakan: “Wahai syeikh Hasan, saya tadi hanya berkelakar, sebenarnya engkau lulus dengan menduduki rangking pertama di Darul ‘Ulum pada semua mata kuliah”. Mendengar penuturan sahabatnya itu, maka Hasan albana kembali bersujud. Yang demikian itu menjadikan sahabatnya terheran-heran, maka diapun bertanya ingin tahu: ”Saya heran padamu, ketika saya katakan padamu bahwa engkau gagal ujian, engkau bersujud; lalu ketika saya mengatakan bahwa engkau lulus dengan menduduki rangking pertama, engkaupun bersujud pula”. Maka Hasan Albana menjawab: “Saya bersujud kepada Allah saat menghadapi keadaan senang maupun susah”.

Saya cukupkan di sini, dan saya mohon ampunan kepada Allah buat diri saya dan diri kalian.


KHOTBAH KEDUA

Segala puji bagi Allah, kemudian segala puji bagi Allah. Mudah-mudahan kesejahteraan dan keselamatan senantiasa dilimpahkan kepada Rasulullah, junjungan kita Muhammad bin ‘Abdullah, juga kepada keluarga, sahabat-sahabatnya, serta siapa saja yang mengikutinya.

Kita berada dalam maqam ubudiyah kepada Allah ‘Azza wa Jalla –ibadah jihad-, maka dari itu kita harus menjaga hak-hak ibadah tersebut, sebelum, selama dan sesudah mengerjakannya. Kita harus bersabar terhadap sesuatu yang kita suka maupun sesuatu yang kita benci. Jangan sampai kalian merasa bosan (dalam menjalankan ibadah ini), karena sesungguhnya Allah tiada akan jemu, sampai kalian sendiri merasa bosan.

Sabar dalam hijrah

Janganlah kalian tergesa-gesa, karena sesungguhnya hanya orang sabarlah yang dapat meraih keberhasilan. Dan jangan sampai Syetan mengalahkan dirimu, sehingga ia dapat mengembalikanmu kepada kejahiliyahan, dimana kamu telah berhasil melepaskan diri dari jeratannya. Atau mengembalikanmu lagi ke sekolah asalmu, atau mengembalikanmu lagi ke Universitas dimana Allah telah menyelamatkanmu daripadanya. Atau mengembalikanmu lagi ke perusahaanmu atau tempat tinggalmu, atau desamu, atau kotamu. Jangan sampai.…..dan jangan sampai kamu meninggalkan tempat ini...Ketahuilah bahwa maqam ini tidak dapat disamai oleh maqam orang lain yang ada di bumi. Ia adalah maqam hijrah. Dimanapun kamu mati, maka matimu adalah mati syahid. Baik kamu mati karena sengatan serangga berbisa, atau karena terbalik mobilmu, atau karena terkena peluru nyasar dari seorang rekanmu, atau terkena peluru musuh; maka matimu adalah mati syahid.

Dimanapun kamu mati, dengan cara apapun kamu mati, maka kamu mati syahid, dan kamu mendapatkan Jannah. Dengan syarat: Ikhlas niatmu dan benar amalmu.
Rasulullah saw bersabda:

“Barangsiapa menginjakkan kakinya di pedal kendaraan untuk pergi (berhijrah), lalu ia dilemparkan binatang tunggangannya, atau disengat serangga berbisa –yakni ular atau kalajengking-, lalu ia mati, atau ia mati dengan cara apapun, maka ia mati syahid. Dan sesungguhnya ia akan memperoleh Jannah”. (HR. Abu Dawud, hadits ini shahih).

Jika kamu mati di sini, karena sakit perut, atau karena sakit yang lain, atau dengan jalan apapun, maka kamu mati syahid, dan kamu akan memperoleh Janah.

Sabar dalam I’dad dan Ribath

Kemudian maqam berikutnya adalah I’dad. Maqam ini merupakan fardhu dari Rabbul ‘Alamien yang dibebankan kepadamu. Dan sabar dalam I’dad juga merupakan fardhu. Dalam maqam ini, Rasulullah saw bersabda:

“Barangsiapa belajar memanah dan kemudian melupakannya, maka sesungguhnya ia bukan dari golonganku”. (HR. Muslim)

“Belajarlah kalian memanah wahai putra-putri Ismail, karena sesungguhnya bapak kalian adalah seorang pemanah”. (HR. Bukhari, Shahih).

Rasulullah saw juga bersabda:

“Barangsiapa melemparkan satu anak panah di jalan Allah, lalu anak panah itu kena sasaran atau tidak kena sasaran, maka pahala yang didapatkannya sama dengan memerdekakan seorang budak sahaya”.[11]

Setiap peluru yang kamu tembakkan dari laras senjata, (pahalanya) seperti jika kamu memerdekakan seorang budak di jalan Allah.

Oleh sebab itu, kalian harus benar-benar mengerti, bahwa I’dad adalah fardhu yang dibebankan di atas pundak kalian. Dan ia merupakan tanda keseriusan/kesungguhan dalam jihad.
Allah Ta’ala berfirman:

“Dan jika mereka benar-benar berniat pergi (berperang), tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu”. (Qs At Taubah: 46).

Kita di sini – di Kamp Latihan yang terletak di daerah perbatasan  Pakistan dan Afghanistan -, tengah menunaikan dua faridhah yaitu: Faridhah I’dad dan Faridhah Ribath. Sebab keadaan dan posisi kita seperti para Murabith (orang yang sedang ribath). Kita lebih pantas dan lebih banyak memperoleh pahala daripada mereka yang hidup di bumi Ribath tanpa lebih dahulu menjalani latihan senjata atau latihan fisik. Pahala kalian lebih besar –dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla- daripada mereka yang tergesa-gesa dan masuk front peperangan tanpa lebih dahulu beri’dad dan menjalani latihan senjata serta latihan fisik.

Kemudian maqam berikutnya adalah Ribath.

Rasulullah saw bersabda:
“Ribath sehari di jalan Allah adalah lebih baik daripada seribu hari di tempat yang lain”.[12] Hadits shahih.

“Ribath sehari semalam di jalan Allah adalah lebih baik daripada puasa dan bangun malam sebulan penuh. Dan jika ia mati dalam keadaan ribath, maka akan terus dilanjutkan amal yang biasa dikerjakannya, senantiasa diberi rizki dan selamat dari fitnah kubur”.

Nikmat mana yang lebih besar dari kenikmatan yang kamu dapatkan andai kamu mati dalam keadaan beribath?

Rasulullah saw pernah bersabda:
“Beribath atau berjaga semalam di jalan Allah lebih aku sukai daripada shalat pada malam Lailatul Qadar di dekat Hajar aswad “.[13]

Sabar dalam Qital (perang)  

Kemudian maqam yang berikutnya adalah Qital. Maqam qital merupakan maqam yang paling tinggi. Tidak ada sesuatu amal kebajikan yang dapat menyamai maqam ini dalam hal pahalanya.
Rasulullah saw bersabda:

“Berdiri sejam dalam barisan untuk berperang adalah lebih baik daripada berdiri (shalat) selama enam puluh tahun”.[14]

Berdiri sejam dalam perang adalah lebih baik daripada shalat malammu di rumah selama enam puluh tahun.

Dalam riwayat lain dikatakan:

“Kedudukan salah seorang diantara kalian di jalan Allah (dalam jihad) adalah lebih baik daripada shalat malamnya di rumahnya selama tujuh puluh tahun”.[15]


[1] Diriwayatkan oleh ath Thabrani dalam kitabnya “Al Kabir” dengan lafaz sebagai berikut: “Kemudian didatangkanlah Ahlul Bala’. Tidak ditegakkan mizan bagi mereka dan tidak pula ditegakkan dewan bagi mereka, dicurahkan kepada mereka pahala yang melimpah ruah sehingga Ahlul ‘Afiyah benar-benar mengangankan seandainya tubuh mereka dipotong dengan gunting lantaran besarnya pahala Allah yang diberikan kepada mereka”. Dalam sanad riwayat ini ada perawi yang bernama Maja’ah Zubair. Oleh Ahmad, ia dinyatakan tsiqqah, namun oleh Ad Daruquthni ia dilemahkan. Lihat Kitab “Majmu’us Zawaa’id. Juz II hal: 308.
[2] Hadits shahih diriwayatkan Al Baihaqi dalam kitab “Sya’bul Iman”. Lihat kitab Misykat no: 3300.
[3] Hadits Hasan. Lihat Shahih Al Jami’ Ash Shagir no: 5443
[4] Hadits shahih. Lihat Shahih Al jami’ih Ash-Shaghir no. 3539
[5] Hadits shahih. Lihat Shahih Al jami’ih Ash-Shaghir no. 4187
[6] Hadits shahih. Lihat Tahiffah Al Ahwadzi Syarah jami’ At Tirmidzi Juz: 9 hal: 223.
[7] Lihat Tafsir ibnu Katsir, surat At Taghaabun ayat (15) Juz 4 hal 589.
[8] HR. Muslim tanpa lafadz “dan ia berhak memperoleh Jannah”.
[9] Kisah di atas diriwayatkan dengan makna. Dan ia shahih, diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya.
[10] Cuplikan hadits dha’if yang diriwayatkan oleh Al Hakim.
[11] Diriwayatkan oleh An Nasai dengan isnad shahih. Lihat shahih Al Jami’ ash Shaghir no. 6308
[12] HR. An Nasa’i dan At Tirmidzi, sedangkan At Tirmidzi menyatakan bahwa hadits ini hasan.
[13] HR. Ibnu Hibban dalam Shahihnya dengan lafadz, “Berada sejam di jalan Allah adalah lebih baik daripada shalat pada malam Lailatul Qadar di dekat Hajar Aswad”.
[14] Hadits shahih, lihat Shahih Al Jami’ Ash Shaghir, no. 5151.
[15] HR. At Tirmidzi, Al Hakim dan Ahmad. Sedangkan At Tirmidzi menyatakan bahwa hadits ini hasan.

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

2 komentar Kabar Gembira Bagi Orang-Orang yang Sabar

  1. alhamdulilah nambah ilmu, makasih :)

    BalasHapus
  2. KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل

    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل


    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل

    BalasHapus