Surat Untuk Para Ulama
Unknown
05.00
0
Hajat Manusia Terhadap Contoh yang Nyata.
Yang dihajatkan kaum muslimin sekarang ini adalah sebidang tanah yang bisa
menggambarkan Dienul Islam secara nyata. Apabila tanah tersebut ada, dan
ditemukan pula di atasnya kaum muslimin yang mempraktekkan Dienullah pada diri
mereka; maka manusia akan masuk Dienullah secara berbondong-bondong.
Sekarang ini, bangsa Amerika, bangsa Eropa, dan bangsa-bangsa yang lain,
andaikata melihat secara nyata contoh Islam yang benar, niscaya mereka akan
masuk Dienullah secara berbondong-bondong; sesudah mana mereka mengalami
berbagai goncangan mental, seperti kepayahan, kekosongan, kebingungan dan
sebagainya.
Mereka mencoba mencari solusi dari berbagai permasalahan itu. Mula-mula
mereka lari ke gereja, namun mereka tidak mendapatkan pemecahan, bahkan keadaan
mereka tidak berubah, seperti orang yang minta perlindungan kepada api dari tanah
panas yang menyengat kakinya. Lalu mereka lari kepada komunisme, namun ajaran
komunisme malah menambah kesempitan dan kegoncangan mereka dan menambah
kemiskinan dan kebingungan mereka. Eropa
dan Amerika telah mencoba komunisme, telah mencoba kapitalisme, dan telah
mencoba ajaran gereja. Semuanya tidak memberikan manfaat pada penyakitnya
karena obatnya tidak ada di bumi. Obatnya hanya ada di tangan sekelompok
manusia, yakni di tangan kaum muslimin.
Allah ‘Azza wa Jalla telah menurunkan Dien ini dalam keadaan bersih dari
cacat, noda dan campuran. Sehingga ia menjadi mata air yang didatangi
orang-orang yang sakit. Mereka mencari kesembuhan dengan meminum air dan
berobat dengannya.
Hanya kita di bumi yang memiliki obat bagi semua anak manusia. Obat itu adalah
Al Qur’an dan As Sunnah Nabawiyah. Kita bisa menawarkannya kepada manusia
dengan satu syarat: jika kita mengambil keduanya.
Dien ini tidak akan terlihat sempurna jika tidak diwujudkan secara riil
semua tuntutannya, baik itu yang berkaitan dengan sistem hukum, sistem sosial,
sistem ekonomi dan sistem-sistem yang lain.
Di Indonesia, Malaysia dan kepulauan Philiphina belum pernah kedatangan
pasukan Islam. Para penduduk di negeri tersebut masuk Islam dari hasil
interaksi mereka dengan para pedagang muslim yang datang ke sana. Mereka
menaruh rasa simpati dengan akhlaq para pedagang muslim yang datang tadi, dan
selanjutnya mereka memeluk Islam dengan kerelaan hati mereka, tanpa ada
paksaan.
Pada hari, ketika kita mempunyai Daulah dan duta-duta Islam, duta Islam, di negeri manapun mereka tinggal
(berada), merupakan wakil-wakil Islam yang mempunyai tugas memperlihatkan
akhlaq-akhlaq Islam kepada penduduk di negara yang mereka tempati. Mereka tidak
mau menyuap dan menerima suap, tidak berjudi, tidak berzina, tidak menipu dan
tidak mengerjakan larangan agama yang lain. Maka manusia akan menaruh respek
dan simpati kepada Dien ini. Semua orang
mulai mengoreksi kembali pandangannya terhadap Dienul Islam, karena pada hakekatnya mereka tengah mencari way
out dari berbagai krisis yang mereka hadapi, dan mereka akan mendapatkannya
pada Dien ini.
Kita mencari bumi yang bisa menjaga prinsip-prinsip Islam, sampai datang
kepadanya orang-orang sakit yang mencari kesembuhan. Semua manusia tidak
memiliki obat tersebut, hanya kita yang diberi oleh Allah Azza wa Jalla obat
tersebut, untuk menjadi penyembuh bagi penyakit umat manusia.
Kekurangan apa sebenarnya manusia sekarang ini? Mereka tidak kekurangan
buku-buku bacaan (Islam) karena buku-buku yang ada sangat melimpah. Mereka
tidak juga kekurangan ilmu pengetahuan, informasi, khotbah-khotbah, ataupun
kaset-kaset video. Kekurangan mereka yang sebenarnya adalah pada gambaran Islam
yang nyata. Gambaran Islam yang nyata, yang dapat mereka lihat pada sebidang
tanah di bumi, yang apabila manusia
melihatnya, maka mereka akan melihat Dienullah. Apabila mereka telah melihat
Dienullah, maka mereka akan meyakini bahwa Islamlah yang bisa menjadi
penyelamat. Dan selanjutnya mereka akan masuk ke dalamnya.
Amal
Tanpa Ilmu.
Mengapa orang-orang Nashrani mengikuti Al Masih? Mengapa orang-orang Eropa
dan Amerika mengikuti Al Masih? Oleh karena mereka menamakannya dengan sang
Pembebas dan sang Penyelamat. Dan mereka meyakini bahwa Yesus (Al Masih) lah
yang akan membebaskan mereka dari penderitaan. Mereka datang dengan membawa
bid’ah serta dongeng-dongeng bohong. Mereka mendakwakan bahwa Isa al Masih
turun ke bumi untuk menebus dosa-dosa anak Adam dengan mengorbankan darahnya.
Ia menanggung segala penderitaan di bumi serta dosa-dosa yang diperbuat anak
manusia sebelum berkorban darah. Kemudian ruhnya akan naik ke langit sesudah
itu. Siapa yang mengikutinya di dunia, maka akan menjadi pengikutnya di
akherat. Inilah doktrin agama Nasrani, bahwasanya ia adalah Sang Juru Selamat.
Tengoklah biarawati-biarawati itu! Mengapa mereka tidak hendak menikah di
dunia dan mengasingkan diri mereka di dalam biara? Mereka mengharamkan
kenikmatan dunia dan kesenangannya atas diri mereka. Anda dapati, para
biarawati itu mengenakan cincin kawin di jarinya. Jika anda tanya pada
biarawati tersebut, “Mengapa saudari memakai cincin kawin, (bukankah saudari
tidak menikah)?” Maka ia akan menjawab bahwa dirinya akan menikah dengan Al
Masih di surga. Tentu saja ia tidak akan pernah melihatnya! -yakni, tidak akan
pernah melihat Al Masih di surga, karena ia masuk neraka, pent-.
Laa haula wa laa quwwata illa billah!!.
“Mereka bekerja keras lagi kepayahan, Masuk ke dalam api yang sangat
panas (neraka)”. (Qs. Al Ghasiyah: 3-4).
Suatu ketika seorang pendeta Nasrani datang menemui Khalifah Umar r.a. Umar
r.a. menangis tatkala melihat pendeta tersebut. Para sahabatpun dibuat heran
karenanya, maka mereka bertanya: “Apa yang membuat anda menangis wahai Amirul
Mukminin?” Umar menjawab: “Saya menangis lantaran (melihat) orang ini. Saya jadi
teringat firman Allah Ta’ala: “Mereka
bekerja keras lagi kepayahan. Masuk ke dalam api yang sangat panas”. Mereka
sungguh-sungguh mengikuti ajaran Nasrani, kendati demikian mereka kekal di
dalam neraka Jahannam”.
Termasuk diantara nikmat Allah yang kita dapatkan adalah Dia mengaruniakan
kepada kita nikmat Tauhid. Inilah nikmat terbesar yang diberikan Allah kepada
kaum muslimin. Allah menganugerahkan kepada kita nikmat “Laa ilaaha
illallaah Muhammadur Rasulullah”.
Bagaimana jalan yang ditempuh agar bisa sampai pada
sebidang tanah yang dimaksud? -Yakni, sebidang tanah untuk merealisasikan
ajaran Islam yang benar-. Tanah ini, tidak bisa didapat kecuali jika ada
sekelompok manusia yang terbina di atas ajaran tauhid yang murni.
Mereka terjun dalam kancah peperangan melawan jahiliyah di bumi. Di tengah
perjalanan ada diantara mereka yang di penjara, ada yang diusir, ada yang
disiksa, ada yang dibunuh. Maka bertahanlah mereka yang dapat bertahan. Apabila
sekelompok anggota dari jama’ah ini bisa bertahan, maka Allah Azza wa Jalla
akan menurunkan pertolongan-Nya kepada mereka, mengokohkan agama-Nya lewat
tangan mereka, dan menjadikan mereka sebagai tirai bagi ketentuan-Nya, serta
menggantikan rasa takut mereka menjadi rasa aman.
Jama’ah ini bukanlah jama’ah yang terbina melalui tarbiyah saja. Oleh
karena banyaknya ilmu tanpa ada pengamlan, akan membuat hati menjadi keras.
Mereka yang yang terdidik pengetahuan agama dan mengetahuinya secara teoritis
tapi tidak mau mengamalkannya, maka kamu dapati mereka adalah orang yang paling
keras hatinya. Paling banyak lepas dari Dienullah, oleh karena mereka
mengetahui jalan-jalan untuk berkilah
dari Dienullah. Mereka mengetahui yang namanya rukshah, mereka
mengetahui bagaimana cara menghindar dari azimah, bagaimana menghindar dari
perintah-perintah.
Maka dari itu, orang yang paling rendah sifat wara’nya adalah mereka yang
belajar ilmu syari’ah tapi tidak mau mempraktekkannya. Mereka lebih berbahaya
bagi Dienullah daripada orang-orang bodoh...Betul!!! Ulama yang tidak mengamalkan
ilmunya jauh lebih berbahaya bagi Dienullah daripada syetan...Mengapa demikian?
Oleh karena perkataan mereka tidak sama dengan amalan mereka. Lahiriyah mereka
tidak sama dengan batin mereka. Adapun yang batin, meski tersembunyi dari
pandangan manusia, suatu waktu nanti pasti akan tersingkap juga akhirnya.
Mereka akan berbenturan dengan Dien ini melalui hubungan mereka dengan ulama
lain, yang komitmen terhadap dien. Mereka bukan ulama yang hafal teks kitab dan
ayat. Mereka akan bertabrakan dengan Dien ini melalui benturan mereka dengan
ulama lain, lalu menjadi murtad dan bergabung dengan komunis, nasionalis, dan
faham-faham yang lain.
Maka dari itu banyaknya ilmu tanpa ada pengamalan, merupakan bahaya bagi
para da'i. Mengapa demikian?. Oleh karena yang seperti itu akan membuat hati
menjadi keras.
Allah Taala berfirman:
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman
untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun
(kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang telah
didatangkan Al Kitab kepada mereka sebelum itu, kemudian berlalulah masa yang
panjang atas mereka, lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan diantara
mereka adalah orang-orang fasik”. (Qs. Al Hadid: 16).
Bahkan mereka akan dijadikan oleh para penguasa sebagai cemeti yang siap
mencambuk punggung orang-orang shaleh. Para penguasa akan menjadikan mereka
sebagai pagar pertahanan yang mengelilinginya, tugas mereka adalah menerangkan
kepada rakyat bahwa “Si Pemimpin” berada di atas kebenaran, dan setiap orang
yang mengkritiknya adalah salah. Fatwa mereka telah siap tersedia bagi
orang-orang yang melancarkan kritikan kepada Sultan, atau menentang
kezalimannya, atau berusaha beramar ma’ruf dan nahi mungkar. Fatwa-fatwa itu
telah siap terseida; Bahwa orang yang mengkritik Sultan maka sesungguhnya dia
telah meremehkan/menghina Sultan Allah di bumi. Maka dari itu, orang tersebut
harus diberi pengajaran. Dan terkadang isi fatwa mereka sampai mengkafirkannya
dan memerintahkan untuk membunuhnya...Banyak para da’i yang dibunuh dengan
sebab fatwa ulama.
Matinya Abdul Qadir Audah, Muhammad Farghali, Yusuf Thal’at dan Sayyid
Quthb adalah dengan sebab fatwa ulama.
Fatwa tersebut berasal dari Syaikh Al Azhar. Jamal Abdul Nasher minta kepada
para ulama Al Azhar untuk berfatwa bahwa mereka -Ikhwanul Muslimin- berhak
mendapat hukuman mati. Lalu mereka berfatwa bahwa para aktivis Ikhwanul
Muslimin itu, hukum mereka di dalam Al Qur’an sudah jelas.
Mereka menyitir firman Allah Taala:
“Sesungguhnya balasan bagi orang-orang yang memerangi
Allah dan Rasul-Nya, dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah dibunuh dan
disalib atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik*) atau
dibuang dari negeri”. (Qs. Al Maidah: 33).
*) Maksudnya ialah: Dipotong tangan kanan dan kaki kirinya dan kalau
melakukan kejahatan sekali lagi, maka dipotong tangan kiri dan kaki kanannya
Ya betul...!! Sayyid Quthb dihukum mati di tiang gantungan
adalah lantaran pemutarbalikkan isi ayat ini...Mereka mengatakan bahwa Sayyid
Quthb telah berbuat kerusakan di muka bumi serta memerangi Allah dan Rasul-Nya,
maka hukuman yang patut diterima adalah: dibunuh atau disalib. Maka penguasa
menghukum mati beliau dan tidak menyalibnya.
Tak cukup dengan fatwa ulama Al Azhar saja, mereka juga mengeluarkan buku
yang berjudul “Ra’yud dien fie ikhwanisy-syayaatiin” (Pandangan Dien
atas saudara-saudara syetan). Berisi
fatwa ulama-ulama besar mereka, bahwa Sayyid Quthb telah kafir.
Buku itu dibagikan cuma-cuma lewat majalah “Mimbar Islam”, yang dikeluarkan
oleh Jami’ah Al Azhar. Dibuka dengan fatwa Syaikhul Jami’ Al Azhar, bahwa
Sayyid Quthb kafir dan ia wajib dibunuh.
Kemudian dilanjutkan dengan makalah-makalah dari ulama besar bahwasanya
fikrah yang diyakini Sayyid Quthb telah keluar dari Islam. Maka pemilik fikrah
tersebut beserta orang-orang yang bersamanya wajib dibunuh. Mereka mengeluarkan
hukum dengan dasar ayat:
“Sesungguhnya balasan orang-orang yang memerangi Allah
dan Rasul-Nya, hanyalah dibunuh atau disalib atau dipotong tangan dan kaki
mereka dengan bertimbal balik atau dibuang dari negeri. Yang demikian itu
(sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia dan di akherat mereka beroleh
siksaan yang besar”.
Mereka itu adalah para ulama penjilat, tiang penyangga besar yang menjadi
tempat bersandar dan bertumpunya penguasa zalim di sepanjang abad-abad Islam.
Tugas mereka adalah membuat fatwa untuk kepentingan penguasa. Setiap orang alim
yang mendukung kekuasaannya ibarat “Mesin Fatwa”.
Jika di instansi-instansi, di toko-toko, di universitas-universitas dan di
tempat-tempat lain ditempatkan bok otomatis berisi Coca Cola dan Pepsi Cola,
yang jika kamu tekan tombolnya akan keluar Coca Cola/Pepsi Cola. Maka di istana
penguasapun tersedia mesin fatwa, yang
jika mesin itu dipencet maka keluarlah fatwa seperti yang diinginkannya.
Oleh karena itu, ketika sang penguasa bermaksud menjadikan faham sosialis
sebagai dasar bagi pemerintahannya, maka ia mengundang para ulama. Selamanya
penguasa akan berupaya keras supaya dirinya dikelilingi sejumlah ulama. Sesudah
itu setiap pagi Syaikh Al Azhar berbicara tentang sosialisme dan kehidupan.
sementara ulama yang lain berkata bahwa sosialisme merupakan ajaran Islam, dan
ulama yang lain lagi berkata bahwa Rasulullah saw adalah pemimpin orang-orang
sosialis (maksudnya Nabi saw adalah seorang sosialis). Kemudian ulama yang lain
mengatakan bahwa Khadijah binti Khuwailid adalah Ibu Sosialisme pertama, Abu
Dzar adalah pemimpin orang-orang sosialis.
Ya benar ...! Fatwa-fatwa ini keluar dari para ulama, yang kemudian dibukukan dan diajarkan kepada bangsa-bangsa
muslim si seluruh penjuru dunia.
Sewaktu Abdul Nasher berkuasa, ia mengangkat bendera sosialisme, maka para
ulama diminta berfatwa bahwa sosialisme adalah ajaran Islam. Namun ketika sang
pemimpin sosialis tadi diganti dan pemerintahan dipegang oleh Anwar Sadat, dan
sosialisme dihapuskan; maka keluarlah fatwa baru dari para ulama bahwa
Sosialisme adalah faham sesat, siapa yang mengikutinya kufur dan keluar dari
Dienul Islam!!
Di tempat yang sama di negeri Mesir, dari sumber yang sama, yakni: Al
Azhar.
Ketika orang-orang Eropa mengkhawatirkan tingginya angka kelahiran rakyat
Mesir; sebab jumlah mereka yang besar akan membahayakan keberadaan orang-orang
Yahudi; maka mereka berusaha menghentikan dan membatasinya. Lalu mereka
mengirimkan beibu-ribu ton pil anti hamil, dan membagi-bagikannya kepada
keluarga-keluarga muslim secara cuma-cuma. Untuk melancarkan tujuan tersebut,
maka diperlukan fatwa-fatwa ulama yang mengukuhkan bahwa tindakan pemerintah
adalah benar-benar hak. Maka muncullah Syaikh di siaran televisi pemerintah
dan berfatwa bahwa KB itu halal dengan
menyitir isi hadits yang diriwayatkan oleh salah seorang sahabat:
“Dahulu kami melakukan ‘Azl*), sementara Al Qur’an masih
turun. Andaikan ‘azl adalah sesuatu yang kami dilarang melakukannya, pastilah
Al Qur’an (akan turun) melarang kami dari perbuatan itu”. (HR. Al Bukhari dan
Muslim).
*) Azl: Menumpahkan mani (sperma) saat bersenggama di luar farj atau rahim
si istri
Bahwa sesungguhnya masalah ini telah diatur dalam Dienul Islam. Hadits
tersebut shahih dari sahabat Jabir r.a. Maka tidak mengapa membatasi kelahiran,
tidak mengapa mengatur kelahiran. Waliyul Amri (pemerintah) berhak
mengambil langkah-langkah pengamanan, penertiban, penjagaan dan perbaikan bagi
kepentingan masyarakat luas. Demikianlah propaganda yang selalu
didengung-dengungkan!
Ya benar...! Harus ada fatwa ulama!!
Apabila pemerintah mau mengimpor daging dari Bulgaria, dan negara-negara
komunis yang lain; -padahal sembelihan mereka sama dengan bangkai, tidak boleh
dimakan seperti halnya daging babi dan daging anjing-, maka mereka minta fatwa
ulama untuk melegimitasinya. Harus ada fatwa ulama:
“Bacalah bismillah, dan kemudian makanlah”.[1]
Sebab kaidah Ushul Fiqih mengatakan: “Sesuatu itu pada asalnya dibolehkan”.
Tidak jadi soal seluruh rakyat makan bangkai haram, sebab jika dia tidak
berfatwa demikian, Presiden akan murka padanya.
“Dan bacakan kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan
kepada-Nya ayat-ayat Kami, kemudian dia melepaskan diri daripada ayat-ayat itu,
lalu dia diikuti syetan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk
orang-orang yang sesat. Dan jikalau Kami menghendaki, niscaya Kami tinggikan
(derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan
menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing, jika
kamu menghalaunya, ia menjulurkan lidahnya, atau jika kamu biarkan, iapun
menjulurkan lidahnya juga. Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah agar
mereka berfikir”. (Qs. Al A’raf: 175-176).
Seperti seekor anjing, lidahnya tak pernah berhenti menjulur di belakang
dunia yang dikejarnya. Anjing itu, baik ia sedang istirahat atau capek
menjulurkan lidahnya, tak pernah berhenti menjulur di belakang kepentingannya
dan di belakang dunia yang dikejarnya.
Ya benar..! Pada saat tangan ‘Abdul Nasher tenggelam dalam darah para da’i,
maka para ulama (syu’) menulis untuknya:
“Maka bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya kamu di atas kebenaran yang
nyata”. (Qs. An Naml: 79).
Demi Allah, saya lihat sendiri gambar Jamal Abdul Nasher
terpampang di Jami’ah Al Azhar. Panjangnya lebih dari 1,5 meter paling tidak,
dan di bawahnya tertulis ayat:
“Maka bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya kamu di atas kebenaran yang
nyata”. (Qs. An Naml: 79).
Ini merupakan musibah yang membahayakan umat!!. Mengapa? Karena orang alim
seperti itu tidak mendapat gemblengan dalam amaliah yang nyata, ia belajar
hanya untuk mencari gelar. Maka dari itu lembaga-lembaga pendidikan Islam yang
paling berbahaya adalah Fakultas Syari’ah yang para mahasiswanya tidak
mempraktekkan ilmunya..!.Berbahaya sekali..! Mengapa demikian? Oleh karena tiap
mahasiswa nantinya akan menjadi Magister, dan sesudahnya akan menjadi Doktor,
dan sesudahnya akan menjadi penceramah di televisi dan radio-radio, juga
buku-buku yang ditulisnya mulai menyebar di pasar-pasar. Selanjutnya ia akan
masuk dalam jajaran ulama dan mendapat gaji dari pemerintah. Ia dituntut untuk
menyesuaikan status sosial...Setiap tahun harus ganti mobil, ganti tempat tidur
baru, ganti perabot rumah, dan sebagainya. Akhirnya ia menjual Dienullah dan
(nyawa) manusia seperti (menjual) tempat tidur.
Ya benar…! Saya mendengar sendiri bahwa pada hari dieksekusinya Sayyid
Quthb di tiang gantungan, fatwa ulama telah keluar dan dibagi-bagikan dalam
bentuk buku. Buku itu (salah satunya) ada pada saya, dimulai dari fatwa
Syaikh Jami’ Al Azhar: “Sesungguhnya mereka
kafir, wajib di bunuh”. Ini terjadi tahun 1966 M.
Pada tahun 1954 M kaki tangan Jamal Abdul Nasher datang menemui Muhammad al
Khidir Husain –seorang shaleh-. Dia adalah Syaikh Al Jami’ Al Azhar.
Dahulu Syaikh Al Jami’ Al Azhar dipilih melalui majelis syura para alim
ulama. Hanya ulama-ulama yang alim dan
wara’lah yang diajukan sebagai calon. Dan tidak akan berhasil dalam pemilihan
tersebut kecuali calon yang memang diketahui dengan baik Dien dan ilmunya.
Adapun calon yang terpilih tersebut mendapat gelar Syaikul Islam Al Akbar.
Yakni: kedudukan pemberi fatwa yang paling tinggi di dunia.
Jamal Abdul Nasher minta kepala Syaikh Muhammad al Khidhir Husain untuk
mengeluarkan fatwa yang mengkafirkan jama’ah Ikhwanul Muslimin, atau
membolehkan membunuh mereka. Tapi Syaikh Muhammad al Khidir menolak keras
permintaan itu. Beliau mengatakan: “Apakah saya hendak mengakhiri kehidupan
saya dengan fatwa seperti itu?! Adakah saya akan mengalungkan darah para da’i
di leher saya, lalu pada hari kiamat nanti saya ditanya satu-persatu tentang
mereka?! Tidak!, saya tidak akan melakukannya!”.
Karena penolakannya itu, maka beliau dicopot dari kedudukannya dan diusir.
Lalu mereka mengangkat syeikh baru. Kami berharap, mudah-mudahan Allah Azza
wa Jalla mengampuninya, berkaitan dengan musibah tersebut. Maka keluarlah fatwa
(Syaikh Al Jami’ Al Azhar yang baru itu): “Pandangan dien terhadap kelompok
Ikhwan sudahlah jelas, dan tidak ad lagi yang tersembunyi padanya. Yakni:
mereka telah keluar dari Dienul Islam, dan taubat mereka tidak diterima”.
Taubat mereka tidak diterima! Apa dasarnya?...Padahal seperti yang
diketahui bahwa orang murtad, taubatnya bisa diterima...,lalu mengapa taubat
mereka tidak diterima? Syaikh tersebut memberi alasan: “Oleh karena Allah Azza
wa Jalla berfirman:
“Sesungguhnya balasan orang-orang yang memerangi Allah
dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah dibunuh atau disalib
atau dipotong tangan dan kaki mereka secara timbal balik atau dibuang dari
negerinya. Yang demikian itu (sebagai) penghinaan untuk mereka di dunia, dan di
akherat mereka beroleh siksaan yang besar. Kecuali orang-orang yang taubat
(diantara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap mereka)...”(Qs. Al
Maidah: 33-34).
Mereka tidak bertaubat kecuali sesudah dijebloskan ke dalam penjara,
setelah mereka tertangkap. Karena itu tidak ada taubat bagi mereka. Mereka
harus diqishas, harus ditegakkan atas mereka hukum had “Orang-orang yang
memerangi Allah dan RasulNya”, atas nama Dien dan nama Syaikh Al Jami’ Al
Azhar.
Ya, memang benar...! Sekarang ini penguasa manapun berupaya mencari fatwa
ulama untuk mencari simpati atau menenangkan kemarahan rakyat. Dikumpulkanlah
para ulama dan diperintahkan untuk mengeluarkan fatwa. Tentu saja fatwa itu
sebenarnya sudah disiapkan oleh penguasa. Para ulama hanya diperintahkan untuk
mencari nash-nash yang menguatkannya. Jadi sebenarnya penguasalah dalam hal ini
yang menjadi Mufti, bukannya para ulama itu. Fatwa keluar dari kepala Mufti,
dan Mufti itu adalah penguasa itu sendiri.
Fatwa apapun sudah siap, dan nash-nashnya pun sudah siap juga. Dia tidak
akan kesulitan mencari nash-nash untuk dijadikan dasar bagi fatwa-fatwa
tersebut sehingga menjadi kuat. Dan dia mengukuhkan bahwa orang-orang yang
menentang fatwa-fatwa dan hukum-hukum itu adalah keluar dari Dienullah.
Oleh karena itu, orang (Islam) yang paling membahayakan terhadap dienullah
adalah mereka-mereka yang terdidik dalam Islam tapi tidak mempunyai sifat wara’
dan tidak mengamalkan ilmu yang dipelajarinya. Mereka itu sangat berbahaya
sekali..! berbahaya sekali! Mereka itu, oleh Ibnul Qayyim dikatakan:
“Mereka adalah para pembegal yang duduk di atas jalan menuju Jannah.
Perkataan mereka menyeru manusia ke Jannah, namun perbuatan mereka membuat
(manusia) lari dari Jannah. Mereka adalah pencuri”.
Huzhaifah r.a. pernah berkata:
“Apabila kalian melihat orang alim ada di pintu (istana)
Sultan, maka sangsikanlah Diennya. Sebab ia tidak mengambil sedikitpun dari
dunia sultan, melainkan mereka akan mengambil dari Diennya dua kali lipatnya”.
Mengapa penguasa mendekati ulama? Oleh karena ulama itu berbicara atas nama
Dienullah, dan umat mengambil ucapannya. Adapun jika umat tidak mengambil
ucapannya, pasti penguasa tidak akan mendekatinya. Penguasa memberikan suatu
pemberian yang dapat memenuhi perutnya dan mulutnya sehingga dia tidak dapat
bicara. Dan apabila ia berbicara, maka wajib berbicara menurut apa yang
dikehendaki kepala sang penguasa. Jika kalian tanyakan kepadanya: “Mengapa anda
dekat dengan penguasa)?”, maka ia akan menjawab: “Untuk maslahat syar’i. Kami
berada di sekelilingnya dengan tujuan supaya ia tidak dikelilingi oleh
orang-orang fasiq dan orang-orang fajir”.
Kamu adalah orang-orang yang paling fasik diantara orang-orang yang fasik!!
Al Auza’i rhm menuturkan: “Nawawis - pekuburan orang Nasrani- mengadu
kepada Allah Azza wa Jalla dari bau busuk mayat orang-orang kafir: “Wahai Rabb,
saya tidak kuat memikul mayat orang-orang kafir”., keluhnya. Lalu Allah
mewahyukan kepadanya: “Sesungguhnya perut ulama syu’ itu jauh lebih busuk dari
bangkai-bangkai itu”.
Ya memang benar..! Mobil yang ia peroleh, adalah dengan menjual dunia dan
akherat umat. Gaji yang diperolehnya adalah dengan menjual dienullah, dunia dan
dien manusia.
Maka dari itu, jika kita menginginkan tarbiyah, maka tarbiyah yang kita
kehendaki bukanlah tarbiyah ilmiyah. Sebab mangsa dan buruan yang paling mudah
ditangkap oleh pemerintah (thaghut) adalah mereka yang mempelajari Dienullah
tapi tidak mau mengamalkannya.
Merekalah yang menjadi sebab kafirnya bangsa Eropa, pemuka-pemuka agamalah yang menjadi sebab
bangsa Eropa menjadi bangsa atheis. Merekalah yang menyebabkan timbulnya faham
komunis, dan yang menyebabkan timbulnya Revolusi Perancis. Mereka duduk
mengitari para raja-raja di Eropa dan memberikan fatwa bagi kepentingan raja.
(Dengan kalimat-kalimat seperti): “Jika kalian tidak mentaati raja, maka kalian
akan masuk neraka”. “Jika kalian tidak mentaati kami, maka kalian akan masuk
neraka”. “Doa yang kalian panjatkan tidak akan naik ke langit bila tidak
melalui perantaraan kami”. “Kalian harus membayar upeti dan pajak kepada
gereja”. “Kalian harus membeli tanah surga beberapa meter”, dan sebagainya.
Sampai-sampai tanah surga oleh Paus dikapling petak per petak, dan dijual
kepada umat Nasrani. Paus juga menjual surat pengampunan dosa kepada mereka.
Alkisah, ada seorang datang kepada Paus. Dia mentertawakan perbuatan ganjil
mereka, menjual tanah di surga. Dia datang menemui Paus dan berkata kepadanya:
“Saya hendak membeli Neraka”.
“Berapa yang kamu inginkan?”, Tanya Paus
“Saya mau beli semuanya. Bapa berikan pada saya surat tanda pembelian, dan
saya akan membayar semuanya”.
Setelah membayar harga tanah Neraka pada sang Paus, maka laki-laki tadi
menemui khalayak ramai. Dia berseru: “Wahai orang-orang, sekarang kalian tak perlu
lagi membeli tanah di surga, sebab kalian akan masuk surga semua. Neraka telah
ada di tangan saya dan menjadi milik saya. Tak seorangpun saya idzinkan
memasukinya!!”.
Maka akhirnya seluruh orang menyerbu ke tempat Paus, mengembalikan
sertifikat pembelian tanah surga dan meminta kembali uangnya.
Maka dari itu, tantangan yang paling banyak dihadapi para sahabat adalah
(yang datang) dari ulama ahli kitab.
Allah Taala berfirman:
“Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang
menulis Al Kitab dengan tangan mereka, kemudian mereka mengatakan, “Ini dari
Allah”.
Mengapa mereka berbuat demikian?
“(Dengan maksud) menjual Al Kitab itu dengan harga yang
sedikit. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, karena apa yang mereka tulis
dengan tangan mereka, maka kecelakaan besarlah bagi mereka, karena apa yang
mereka kerjakan”. (Qs. Al Baqarah: 79)
“Hai orang-orang beriman, sesungguhnya sebagian besar
dari orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang
dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan
Allah”. (Qs. At Taubah: 34).
“Sesungguhnya diantara mereka ada segolongan yang memutarbalikkan
lidahnya dengan Al Kitab (yang mereka tulis dengan tangan mereka), supaya kamu
menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al
Kitab, dan mereka mengatakan: “Ini dari sisi Allah”. Mereka berkata dusta
terhadap Allah, sedang mereka mengetahui”. (Qs. Ali Imran: 78).
Para ulama ahli kitab merupakan batu sandungan di jalan menuju perbaikan.
Dan sekarang, ulama syu’ pun sama seperti mereka, yang terdidik dalam
pendidikan Islam secara teoritis tanpa disertai amaliyah dan tanpa disertai
kewara’an. Mereka itu (memutar balikkan lidahnya dengan Al Kitab, agar kamu
menyangka bahwa yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, dan mereka
mengatakan: “Ini dari sisi Allah".
Mereka memberi fatwa orang-orang Islam melalui siaran televisi, didengar
oleh jutaan umat ... (Penampilan mereka wah! Meyakinkan sekali)... Syaikh Fulan
tampil di mimbar televisi, surbannya besar.
Berapa kali orang datang kepada saya meminta fatwa, bolehkah (lelaki)
berjabat tangan dengan wanita bukan mahram?
Saya menjawab: “Tidak boleh, itu haram!”.
Rasulullah saw bersabda:
“Andaikan seseorang diantara kalian ditusuk kepalanya
dengan jarum besi, itu lebih baik baginya daripada ia menyentuh wanita yang
tidak halal baginya”.(Al Hadits)
Lalu mereka berkata: “Kami melihat alim Fulan (tak disebutkan namanya) di
televisi berjabat tangan dengan permaisuri raja, berjabat tangan denagn istri
amir Fulan, dan amir Fulan? Siapa yang lebih faham, tuan atau Menteri Agama?
Tidak demi Allah! Menteri Agamalah - yang mengurus ikhwal kaum muslimin- yang
lebih faham daripada tuan”. Kata mereka pada saya.
Itulah gambaran yang salah yang diberikan para Syaikh kepada umat,
mengacaukan jalan fikiran umat, dan membuat sesat umat.
Oleh karena itu, tarbiyah tidak hanya keilmuan saja tanpa amaliyah. Sebab
yang seperti itu membahayakan hati dan merugikan diri serta membuka pintu-pintu
(bagi manusia) untuk berkilah dari perintah-perintah syariat.
Bukankah banyak diantara pemuka-pemuka thariqat tidak melakukan shalat?
Ketika mereka ditanya mengapa tidak shalat? Mereka menjawab: “Kalian tidak
faham, kami mengerjakan shalat di Mekkah setiap waktu. Adapun kalian, shalatlah!
Sampai kalian mencapai maqam kami. Jika kalian mencapai maqam seperti kami,
maka jadilah kalian tiap waktu mengerjakan shalat di Ka’bah”.
Lalu apa lagi yang mereka katakan?
Allah Azza wa Jalla berfirman:
“Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu Al Yaqin”. (Qs. Al Hijr:
99).
Mereka berkata: “Keyakinan itu telah datang pada diri
saya, maka gugurlah kewajiban beribadah atas diri saya” (Mereka menafsirkannya
demikian).
*)Makna kata “al Yaqin” di atas bukan “keyakinan”
seperti yang disangka oleh pengikut
thariqat, tapi bermakna: “Maut yang diyakini datangnya”. Jadi yang benar dari
ayat di atas ialah “Dan sembahlah Rabbmu, sampai datang kepadamu (waktu
kematian) yang diyakini. penj.
Di Eropa ketika muncul teori ilmiyah, maka para pemuka
agama (Nasrani) menentangnya habis-habisan. Pada waktu itu, perilaku kehidupan
para pemuka agama sangat buruk sekali, mereka menumpuk-numpuk harta kekayaan,
hidup di istana-istana megah, dan bergelimang dengan kemewahan dunia.
Gereja-gereja telah berubah menjadi sarang kekejian dan kelaliman. Boleh dikata
orang-orang sudah tidak lagi menaruh rasa percaya kepada mereka. Kendati
demikian mereka masih saja memerintah dan menguasai umat atas nama gereja dan
Tuhan.
Siapapun yang membangkang kepada Paus (Uskup), baik itu penguasa, raja
ataupun pimpinan negara, maka nasib buruk akan menimpa dirinya. Paus akan
mengeluarkan keputusan pengucilan kepada orang tersebut: “Orang itu tidak boleh
diangkat menjadi pemimpin...” “Tidak boleh diajak jual beli...” “Tidak boleh
diajak makan bersama...”. “Tidak boleh dijadikan teman duduk...” , dan
seterusnya. Apabila orang tersebut adalah raja, maka ia akan ditumbangkan
tahtanya.
Maka tidaklah keheranan jika Henri IV, raja Perancis sampai menempuh
pegunungan Alpen dengan berjalan kaki, memakai baju wol kasar, dan bersujud di
depan Kastil Paus di gerejanya selama tiga hari berturut-turut sampai Paus
memberikan pengampunan kepadanya. Adalah waktu itu, pengaruh gereja betul-betul
sangat menakutkan bangsa Eropa dan membuat gemetar seluruh persendian. Sehingga
yang ada di dalam benak mereka adalah bagaimana cara untuk melepaskan diri dari
cengkeraman gereja.
Ketika ilmuwan Bruno menyatakan bahwa bumi itu bulat, maka mereka
mengajukannya ke pengadilan. Di pengadilan Bruno ditanya: “Apakah kamu
mengatakan bahwa bumi itu bulat?”. “Ya”, jawabnya. Mereka memaksa Bruno untuk
mengubah pendiriannya, karena pendiriannya itu bertentangan dengan dotrin
gereja. Namun Bruno tetap bersikeras dengan doktrin gereja. Akhirnya pengadilan
menjatuhkan hukuman mati atasnya. Sebelum Bruno dibakar hidup-hidup, ia
mengatakan: “Althaugh it is round... (Walau bagaimanapun bumi itu
bulat).
Ilmuwan Copernicus dan Galileo, termasuk yang dijebloskan ke dalam penjara.
Galileo di penjara karena menemukan teleskop. Mereka menuduh: “Apakah kamu
hendak meneropong para malaikat di langit?”
Tigapuluh tiga ribu jiwa dibakar hidup-hidup, dan 300 ribu orang dibunuh
karena menentang gereja, karena mereka mengikuti perkataan para ilmuwan.
Khurafat menggiring manusia dengan “Pedang teror” –yang dikenal
dengan nama “Pedang Allah”- mereka mengatakan kepada umat: ‘Allah menghendaki
kalian demikian ... Allah berfirman demikian”. Oleh karena apa yang diucapkan
para pemuka gereja adalah kebenaran mutlak. Demikianlah doktrin yang mereka
cekokkan kepada umat Nasrani. Perkataan mereka tidak bisa salah, karena mereka
adalah orang-orang suci yang terpelihara dari kesalahan.
Inilah pedang yang dipakai gereja untuk mengintimidasi dan menteror umat,
lalu bagaimana cara melepaskan diri daripadanya? Jalan paling pintas untuk
melepaskan diri dari padanya adalah dengan mengingkari wujud Allah. Para
penentang gereja berfikir apabila mereka mengingkari wujud Allah, maka
kekuasaan gereja akan jatuh. Lalu mereka pun menyeru kepada umat Nasrani –a’uudzu
billah-, “Ingkarilah wujud Allah, maka gereja akan jatuh!”.
Mereka sebenarnya tidak mengingkari wujud Allah dengan
kerelaan hati, yang mereka lakukan itu semata-mata agar lepas dari cengkeraman
gereja. Mereka lari dari Allah untuk melepaskan diri dari cengkeraman gereja.
Orang-orang komunis di dunia Arab –di negara kami-, sebagian diantara
mereka menjadi komunis dengan sebab fatwa ulama. Lantaran melihat para ulama
berkerumun seperti lalat mengelilingi piring makanan di sekitar penguasa tiran
yang menghisap darah rakyat, menyerobot makanan mereka, mencegah rezki mereka,
menghukum mati tokoh-tokoh mereka, membungkam mulut mereka, dan mengintimidasi
mereka. Kendati demikian, para ulama itu masih berada di sekelilingnya. Apa
kata mereka tentang Hafidz Asad? Menteri Perwakafan Syiria, Muhammad Al Khatib,
dahulu belajar bersama saya (yakni,
Syaikh Abdullah Azzam) di Qahirah. Mengatakan: “Saya tidak berpaling dari
kenyataan jika saya mengatakan bahwa Presiden (hafidz Asad) termasuk Auliya’
(wali) Allah. Sesungguhnya dia selalu mengerjakan shalat malam”.
Hafidz Asad termauk auliya’ (wali-wali) Allah! Padahal dia adalah
pengikut faham Nushairiyah, yang ditetapkan kafir berdasarkan ijma’ umat, tapi
dikatakan termasuk Auliya’ Allah! Bagaimana orang-orang tidak jadi
komunis?!!
Muhammad Al Khatib berfatwa - ketika pemerintah Syiria menangkapi para
aktifis dakwah Islam yang menentang Hafidz Asad atau menembak para pemimpin
kafir - : “Tangkap dan gantung mati!!” Fatwa sudah siap! Untuk siapa? Untuk
mereka...! Untuk auliya’ Allah yang mengerjakan shalat malam. Oleh
karena keluar dari ketaatan atas wali-wali Allah dianggap sebagai salah satu
perbuatan dosa besar ...! Itu tidak boleh!.
Dan diantara wali-wali Allah itu adalah Hafidz Asad yang pernah mengirim perutusan
untuk berdamai antara pihaknya dengan Ikhwanul Muslimin. Hafidz Asad berkata:
“Mengapa Ikhwanul Muslimin menentang dan memerangi saya? Demi Allah, saya
shalat jum’at, saya shalat ‘Ied, dan saya juga shalat maulud Nabi” -
disangkanya Maulid Nabi ada shalatnya - Wali Allah mengerjakan shalat Maulud
Nabi!!, (lucu bukan)?! Terhadap siapa ikhwan memberontak? Mereka memberontak
terhadap orang-orang Nushairiyah, yang mengatakan sesungguhnya Allah adalah Ali
bin Abi Thalib.
Golongan Nushairiyah mengatakan bahwa Allah telah merintis ke jasad Ali dan
Aali menciptakan Muhammad, lalu Muhammad menciptakan Salman Al Farisi, lalu
Salman Al Farisi menciptakan lima orang yatim, yakni: Abu Dzar, Miqdad dan
sahabat-sahabat lain yang mereka cintai.
Paman Hafidz Asad , yaitu Sulaiman Al Mursyid dianggap sebagai Tuhan oleh
pengikut Nushairiyah. Pernah Konsul Perancis berkunjung kepadanya bersama
orang-orang tolol –pengikut Nushairiyah. Mereka tidak mengetahui apa-apa.
Dahulu mereka menjual anak-anak perempuan mereka di pasar seperti barang
dagangan. Mereka adalah jama’ahnya Hafidz Asad dan Rifat Asad -, maka terjadi
peristiwa menggelikan. Orang-orang Perancis telah memasang kancing-kancing yang
bisa menyala di baju Sulaiman Al Mursyid, jika dihubungkan dengan kabel dan baterai.
Konsul Perancis lebih dahulu menemui Sulaiman Al Mursyid, kemudian mereka
mengikuti dari belakang. Ketika mereka di hadapan Sulaiman , lalu Konsul
Perancis itu menekan tombol di kantong bajunya sehingga kancing-kancing itu
menyala, maka bersujudlah mereka di
belakang Konsul Perancis, seraya mengatakan, “Ampunanmu, ya Tuhanku”.
Maka tidaklah aneh jika Hafidz Asad menjadi wali Allah. Ya, dia termasuk
wali Allah... ya termasuk wali Sulaiman Al Mursyid, karena Sulaiman Al Mursyid
adalah “tuhan”.
Ketika pasukan Perancis angkat kaki dari Syiria, Sulaiman Al Mursyid
memberontak terhadap pemerintah. Orang-orang Perancislah yang memberinya senjata untuk melawan pemerintah.
Yakni: pemerintahan Islam, atau serupa Islam. Menteri Dalam Negeri Shabri
‘Asali menangkapnya dan menjatuhkan vonis hukuman mati kepadanya. “Tuhan”
dihukum mati! Lalu diikat dan diseret ke
tiang gantungan.
Shabri ‘Asali menghadiri pelaksanaan hukuman mati tersebut. Sebelum
digantung Sulaiman Al Mursyid menghiba kepadanya: “Wahai Abu Syuja” tolonglah
saya”, Lalu Shabri menjawab: “Kali ini saya mau menolongmu, tapi lain kali saya
tidak akan memberikan pertolongan”.
Ilmu
Tanpa Taqwa
Mereka yang mempelajari Dien tapi tidak mau mengamalkannya dan tidak pula
takut kepada Allah adalah berbahaya sekali, mereka seperti orang-orang
Orientalis.
Sekarang ini ada orang-orang Kristen yang mempelajari Dienul Islam. Seperti
kita ketahui, buku “Al Mu’jam al Mufahras li Alfaazh al Hadiitsi an Nabawi”
adalah buku ensiklopedi hadits yang terbesar. Ensiklopedi ini disusun oleh
sekelompok orang Kristen. Mereka menghabiskan waktu empat puluh tahun untuk
menertibkan (mengumpulkan) hadits-hadits Nabi dengan maksud mempelajarinya
sehingga mereka tahu bagaimana cara memerangi Islam.
Maka mereka menerima putra-putra Islam yang datang untuk mencari gelar
Doktor di Universitas-universitas mereka, untuk kemudian dicuci otaknya. Mereka datang ke Universitas
Sarbone untuk mencari gelar Doktor. Mencari gelar doktor Syari’ah di Universitas
Sarbone?! Universitas Amerika, London dan negeri-negeri barat yang lain. Lalu
mereka kembali ke negerinya merusak Dienul islam. Dari Oxford, dari Harvard, mereka meraih gelar doktor
dalam bidang Syari’at Islam. Kemudian mereka kembali ke negerinya menjadi
dosen, menjadi guru besar di Jami’ah Al Azhar,
menjadi dosen dandekan di Fakultas Syariah di dunia Islam.
Apa yang mereka tulis dalam desertasinya? Mereka menulis bahwa Muhammad
telah mendustai para sahabatnya. Muhammad mengatakan kepada mereka: “Menikahlah
kalian tapi jangan lebih dari empat wanita”, sedangkan ia sendiri mengawini
sembilan orang wanita. Dia mengatakan kepada para sahabatnya: “Tidur itu
membatalkan wudhu”, sementara dia sendiri tidur dan tidak menganggap batal
wudhu’nya. Jika mereka menanyakan kepadanya: “Kenapa Tuan tidak berwudhu
(setelah tidur)?,” maka dia menjawab: “Kedua mataku tidur, tapi hatiku tidak
tidur”.
Demikianlah ... desertasi yang mereka buat untuk meraih gelar doktor dalam
bidang Syariat Islam. Dan kamu dapati orang yang membuat desertasi seperti itu
menjai dosen di Fakultas Syariah dan mengajarkan Dienul Islam.
Apabila orang alim tidak memiliki sifat wara’ dan sifat taqwa, maka ini
merupakan musibah bagi Dienul Islam.
Oleh karenanya tarbiyah yang benar hanya bisa dicapai melalui
harakah/amaliyah yang nyata atas ajaran Dien ini, bukan melalui pendidikan
teoritis di sekolah. Banyak ilmu tanpa diamalkan akan menyebabkan kerasnya
hati, dan membuka peluang untuk berkelit/berkilah dari perintah-perintah
Syar’i. Tak pernah sekalipun suatu masa, Islam menjadi ajaran yang bersifat
teoritis dikdatis. Jika ajaran Islam itu memang bersifat teoritis dikdatis,
tentulah Al Qur’an akan turun di Makkah sekaligus, sehingga sahabat dapat
menghafalnya dalam waktu enam bulan, dan sebagian yang lain ada yang
menghafalnya dalam waktu tiga bulan ... Tidak!, Tidak demikian halnya...
Allah Taala berfirman:
“Dan Al Quran itu telah Kami turunkan kepadamu dengan
berangsur-angsur, agar kamu membacakannya kepada manusia secara perlahan-lahan,
dan Kami menurunkannya bagian demi bagian”. (Qs. Al Isra’: 106).
Turun berangsur-angsur adalah hal yang dimaksud (dituju), demikian pula
pembacaannya secara perlahan-lahan dan pelan-pelan.
Oleh karena tarbiyah umat itu tidak bisa dilakukan hanya dalam waktu
sebentar. Karena itulah, mereka yang tidak memahami Dienullah, jauh hari
sebelumnya, lalu mereka langsung berjihad, jauh lebih menyusahkan kami daripada
para pemuda yang memang telah terbina lama dalam Dienullah. Mengapa demikian? Sebab para pemuda itu, jiwanya
telah menyerap dienullah secara berangsur-angsur. Mereka mampu memikul
beban-bean yang ada. Dan diantara beban yang tersulit adalah jihad fie
sabilillah.
Maka pembinaan tauhid, pembinaan rasa takut kepada Allah, pembinaan sifat
wara’, merupakan sesuatu yang menjadi keharusan.
“Engkau menyembah kepada Allah, seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika
engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya dia melihatmu”. (Potongan
hadits shahih yang diriwayatkan Muslim).
Sifat wara’ lah yang menjadi saudara perempuan Bisyr Al Hafi pergi menemui
Imam Ahmad bin Hanbal untuk bertanya: “Apakah boleh menyulam di bawah cahaya
lampu yang dipasang penguasa zhalim”
Adalah para penguasa dahulu biasa menyalakan lentera-lentera gantung
sepanjang malam di dalam dan di sekeliling istana mereka.
Imam ahmad bertanya: “Siapa kamu?”
“Saya saudara perempuan Bisyr al Hafi”. Jawabnya.
Maka Imam Ahmad mengatakan: “Dari rumah kalian keluar (muncul) seorang
wara’ ”.
Kita menginginkan manusia yang takut kepada dinar, apabila
di dalamnya ada syubhat, lebih dari rasa takutnya pada ular dan kalajengking.
Kita menghendaki manusia-manusia seperti Umar bin Abdul Aziz: layakkah kita
memakai minyak dari Baitul Mal?”
Kita menghendaki manusia-manusia yang takut terhadap dirham syubhat,
seperti ketakutan Abu Bakar terhadap makanan haram yang masuk ke perutnya. Dia
memuntahkan kembali makanan yang telah masuk ke dalam perutnya, setelah tahu
bahwa makanan tersebut berasal dari upah hasil praktek dukun. Dia mengatakan:
“Seandainya makanan itu hanya bisa keluar bersama keluarnya nyawaku, pastilah
aku akan tetap mengeluarkannya”.
Kita menghendaki manusia-manusia yang takut siksa Allah lebih dari rasa
takutnya kepada api yang menyala di hadapan mereka.
Kita menghendaki manusia-manusia yang selalu merasa takut kepada Allah,
sehingga apabila salah orang diantara mereka melakukan perbuatan maksiat, maka
ia datang kepada penguasa Islam, minta dihukum had untuk mensucikan dirinya.
Seperti yang dilakukan oleh seorang wanita dari suku Al Ghamidiyah ketika dia
melakukan perbuatan zina. Rabbnya telah menutupi perbuatan itu, namun ia tetap
datang menghadap Rasulullah saw minta agar dirinya disucikan dengan dirajam.
Rasulullah saw menyuruhnya balik setiap kali ia datang minta dirajam, sampai
tiga kali.
“Apa yang dia lakukan?” tanya beliau.
“Sesungguhnya dia telah melakukan zina”. Jawab sahabat.
“Pulanglah kamu sampai kamu melahirkan bayimu”. Kata beliau kepadanya.
Setelah melahirkan, dia datang menghadap Nabi saw dan berkata: “Ya
Rasulullah, saya telah melahirkan, sucikanlah saya!”.
“Pulanglah kamu sampai kamu menyapih anakmu”. Kata beliau.
Setelah menyapih anaknya, dia datang menghadap Nabi saw dan berkata, “Ya
Rasulullah, sucikanlah diri saya”.
Lalu beliau menyuruh sahabat menggali lubang untuknya. Kemudian wanita itu
dirajam. Darahnya ada yang memercik mengenai Khalid bin Walid. Khalid
mengutuknya. Namun beliau saw memegang Khalid dan mengatakan padanya:
“Sabar wahai Khalid, dia telah bertaubat, yang seandainya taubatnya dibagi-bagikan kepada
tujuh puluh orang penduduk Madinah, niscaya akan mencukupi mereka”. (HR.
Muslim).
Dia tahu hukuman yang akan diterimanya, yakni hukuman
rajam sampai mati. Namun demikian dia tetap ingin mensucikan dirinya.
Ada seorang pemuda yang telah bertaubat kepada Allah dan kembali
kepada-Nya. Dia mulai menekuni ajaran Islam sampai akhirnya dia melihat
seolah-olah Jannah dan Naar nyata
dihadapan wajahnya. Padahal dia dahulu tenggelam dalam kemaksiatan. Suatu hari
dia memanggil ikhwan-ikhwan yang telah membinanya, setelah lebih dahulu
mengumpulkan sejumlah tongkat kayu. Dia berkata kepada mereka, “Ikhwan-ikhwan
tegakkanlah hukum had pada diri saya”. Mereka menolak melakukannya dan berkata:
“Engkau telah bertaubat dan kembali kepada Allah”. “Dahulu saya tenggelam dalam
kemaksiatan, maka tegakkanlah hukum had pada diri saya. Pukullah tubuh saya
dengan tongkat-tongkat ini seratus kali”. Pintanya.
Mereka berusaha membujuknya untuk mengurungkan permintaannya, sementara dia
menangis selama tiga jam, merengek kepada mereka supaya mereka mau menegakkan
hukum had kepadanya.
Yang Kami Kehendaki Adalah Para Pemuda Bertaqwa
Kami menghendaki para pemuda, yang melihat Jannah dan Naar seolah-olah
terpampang di depan mata mereka. Manakala salah seorang diantara mereka membaca
ayat yang menceritakan tentang Jannah, menangislah dia karena merindukannya.
Dan manakala membaca ayat yang menceritakan tentang Naar, berdegup keraslah
jantungnya karena ketakutan seolah-olah nyala api Jahannam berada di antara
kedua telinganya.
Adapun ilmu dan kemahiran bicara, rasa bangga dan ujub dengan beberapa
baris kalimat yang kamu hafalkan, atau beberapa kitab kecil yang telah kamu
baca; sehingga tidak ada seorangpun yang tampak tinggi di kedua pelupuk matamu,
dan kamu merasa labih tinggi dari semua orang. Kamu katakan: “Siapa sih orang
itu?” “Sayalah yang faham, sayalah yang tahu, sayalah yang mengerti tauhid.
Sayalah yang mengerti soal hadits. Sayalah yang mengerti masalah fiqih”. Maka
tidak ada kebaikan pada dirimu, dan juga ilmumu. Engkau tidak mungkin pada
suatu hari nanti membuat kebaikan untuk Islam dengan akhlaq seperti itu.
Ibnu Mas’ud r.a. berkata: “Demi Allah, saya tidak berani mengatakan saya
lebih baik dari anjing”. Sedangkan kamu, tak seorangpun lekat di kedua belah
matamu. Mengapa? Apakah karena kamu telah membaca sebuah kitab atau dua kitab,
atau kamu hafal sebaris atau dua baris kalimat? Atau kamu hafal seribu atau dua
ribu hadits?
Ketahuilah, membanggakan diri dan ujub termasuk diantara hal yang
menghapuskan pahala. Apa yang telah kamu sumbangkan untuk Dienullah? Belum
selangkahpun kamu berjalan untuk menegakkan Dien Islam! Belum setetes darahpun
yang kamu sumbangkan di jalan Allah! Belum pernah seharipun kamu dipenjara di
jalan Allah! Jadi, atas dasar apa kamu merasa tinggi terhadap hamba-hamba
Allah?”
Kita membutuhkan para pemuda yang terbina dalam Islam, yang rasa takut
mereka kepada Allah Azza wa Jalla jauh lebih besar dari rasa takut mereka
kepada sejumlah ular yang tidur di kasurnya. Yang merasa selalu diawasi oleh
Allah dan merasa malu kepada-Nya seperti rasa malu mereka kepada dua orang tua
mereka yang shaleh. Seperti rasa malu mereka kepada bapak dan ibu mereka, yang
tidak pernah meninggalkan mereka selama-lamanya. Maka malulah kamu kepada Allah
seperti rasa malumu kepada bapakmu. Dan ingatlah selalu Allah seperti
seolah-olah orang tuamu ada di atas kepalamu. Bagaimana tidak? Sedangkan dua
malaikat mengiringimu selalu untuk mencatat amal perbuatanmu, dan Allah
mengetahui yang rahasia lagi tersembunyi.
Kami menghendaki tarbiyah Islamiyah yang sesungguhnya, bukan tarbiyah
tsaqafiyah. Menghafal matan-matan kitab sebanyak-banyaknya tanpa ada pengamalan
akan menyebabkan hati menjadi keras.
Mengapa kamu merendahkan setiap orang yang tidak mempunyai ilmu sepertimu?
Jika itu yang kamu lakukan, maka sesungguhnya kamu bukan orang alim, bukan amil
(pekerja), bukan seorang da’i, dan bukan seorang mujahid. Atas dasar apa kamu
berlaku congkak kepada hamba-hamba Allah?
Allah taala berfirman:
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan
sombong, karena sesungguhnya sekali-kali kamu tidak mampu menembus bumi dan
sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung”. (Qs. Al isra’: 37).
Maka dari itu, mana sekarang tarbiyah yang diikuti dengan jihad fie
sabilillah? Pada waktu kamu hidup untuk Allah dan di jalan Allah, maka manusia
akan mengelilingimu dan mencintaimu. Apabila dakwah Islam telah disambut oleh
umat, maka jihad inilah yang akan menjadi benteng pelindungnya yang kokoh, yang
akan melindunginya dari kejahatan. Khususnya permusuhan yang nyata yang datang
dari para penguasa, dari para budak duniawi, dari budak hawa nafsu dan yang
lain.
Tarbiyah Islam yang sebenarnya adalah tarbiyah yang tegak di atas prinsip
tauhid. Tauhid ...
“Itulah Allah Rabb kalian. Hanya kepadaNyalah aku bertawakkal dan hanya
kepadaNyalah aku kembali”. (Qs. As Syuura: 10).
Tauhid...
“Hanya kepada-Mulah kami menyembah dan hanya kepada-Mulah
kami mohon pertolongan”. (Qs. Al Fatihah: 5).
Yakni, ibadah dan isti’anah.
Adapun jika yang kamu ingat dari dienul Islam hanyalah yang ringan dan yang
enak-enak saja: (Seperti) shalat seorang musafir itu hanya dua rekaat, karena
Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah suka kamu mendatangi rukhsah-Nya sebagaimana dia
suka kamu mendatangi azimah-azimahNya”.[2]
“Sesungguhnya tidak ada shalat sunnah dalam safar”.[3]
Ini yang kamu hafal dari Dienul Islam...
“Sesungguhnya Allah suka memperhatikan bekas-bekas
nikmat-Nya kepada hambaNya”.(Al Hadits)
Lalu kamu tenggelam dalam berbagai macam bentuk kesenangan dan kemewahan,
sementara Dienullah disembelih dimana –mana.
Wajib bagi kamu menolong Dien-Nya dan mengkhawatirkannya sebagaimana kamu
mengkhawatirkan bapakmu yang ada di kamar Gawat Darurat. Tidaklah bapakmu lebih
penting dari Dienullah, ataupun lebih utama dari Dienullah, ataupun lebih
berharga daripada Dienullah. Kamu wajib mengkhawatirkan Dienullah dari serangan
dan pukulan musuh lebih dari kekhawatiranmu terhadap anakmu atau adikmu yang
masih kecil, yang terkena penyakit keras
yang tidak dapat diobati. Tentu kamu akan masuk rumah sakit, mencari-cari
dokter spesialis, dengan harapan mendapatkan obat yang menyembuhkan.
Inilah contoh ulama yang terbina di atas tarbiyah Islam yang benar, di atas
landasan tauhid yang murni. Seperti Al Izzu bin Abdussalam, pada waktu ia
berfatwa kepada umat: “Sesungguhnya para penguasa itu tidak boleh dijadikan
pemimpin, oleh karena mereka adalah para budak. Sedangkan budak tidak boleh
dijadikan pemimpin”.
Mendengar fatwa Al Izzu bin Abdussalam, maka salah seorang diantara para
amir penguasa itu mendatangi rumahnya sambil membawa pedang terhunus. Badannya
bergetar menahan luapan amarah yang menggelora di dalam dadanya. Sesampainya di
pintu rumah Al Izzu, ia berhenti. Ia mengetuk pintu rumah dengan keras, tapi
yang keluar adalah anak Al Izzu.
“Bapakmu ada?” Tanyanya dengan sorot mata menatap tajam.
“Panggil dia untuk menemuiku!” Katanya lantang.
Lalu anak Al Izzu masuk ke dalam rumah dan memberitahu bapaknya: “Wahai
ayah, Amir ada di pintu. Dia memegang pedang dan raut mukanya menunjukkan
kemarahan”.
Lalu Al Izzu berpesan kepada anaknya: “Wahai anakku, sesungguhnya bapakmu
paling hanya akan dibunuh di jalan Allah”.
Tidak ada komentar