Select Menu
Select Menu

Favorit

Buku Referensi

Buku

Pergerakan Islam

Tokoh

Rumah Adat

Syamina

Pantai

Seni Budaya

Kuliner

» » » Menjaga Lisan


Unknown 04.19 0

Wahai kalian yang telah ridha Allah sebagai Rabb kalian, Islam sebagai dien kalian dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul kalian, ketahuilah bahwasanya Allah 'Azza wa Jalla telah menurunkan di dalam Al-Qur’an Al-Karim :
                                 
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Rabbmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus. Jika mereka menangkap kamu, niscaya mereka bertindak sebagai musuh bagimu dan melepaskan tangan dan lidah mereka kepadamu dengan menyakiti (mu); dan mereka ingin supaya kamu (kembali) kafir.” (QS. Al-Mumtahanah : 2)

KEPADA SIAPA KITA BERWALI.
Dua ayat yang mulia ini menjadi pembuka surat Al-Mumtahanah. Surat yang turun sesudah penaklukan kota Makkah, pada tahun 8 Hijriyah di bulan Ramadhan. Surat ini turun memberitahukan persoalan yang sangat penting dalam kehidupan jama’ah Islam dan umat Islam, bahwa perwalian hanya ada di antara sesama orang-orang beriman itu sendiri, bahwa persaudaraan hanya ada di antara sesama orang Islam sendiri, bahwa hal pembelaan, loyalitas dan kecintaan tidak mungkin ada antara seorang muslim dengan musuh-musuh Allah.
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya.” (QS. Al-Mujadalah : 22)
“Janganlah orang-orang mu'min mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah (kamu sekalian) kembali.” (QS. Ali Imran : 28)
Mereka yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah para sahabat. Pengalaman dan peristiwa tersebut mengajarkan kepada mereka akan suatu kenyataan bahwa tidak mungkin kecintaan kepada orang kafir dan iman itu bertemu. Tidak mungkin berkumpul dalam satu hati, kecintaan kepada orang kafir dan iman. Tidak mungkin orang-orang kafir mengajak berdamai dengan kaum muslimin selama-lamanya kecuali jika memang perdamaian itu menguntungkan pihak mereka. Kaum muslimin mengerti melalui  berbagai ujian yang keras dan pengalaman yang panjang bahwa musuh-musuh Allah tidak mungkin berhenti memerangi agama ini sekejap pun.
“Mereka tiada henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran) seandainya mereka mampu”. (QS. Al-Baqarah : 217)
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu sehingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, ‘ Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)’. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”. (QS. Al-Baqarah : 120)
Demikianlah kalam yang ditunjukkan Rabbul ‘Izzati kepada makhluk yang paling dicintai-Nya di seluruh permukaan bumi. Kepada kekasih-Nya Muhammad saw, kepada Khalil (kecintaan)Nya Abu Qasim saw. Allah berfirman kepadanya (Jika kamu mengikuti kemauan mereka –yakni kemauan orang-orang Yahudi dan Nasrani— setelah pengetahuan itu datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu)
Allah telah memberi peringatan kepada orang-orang beriman dengan peringatan yang membuat berdiri bulu kuduk mereka dan membuat gemetar hati mereka.
“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang zhalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai penolong selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.” (QS. ???)
Inilah siksaan yang ditimpakan Allah kepada mereka yang cenderung kepada orang-orang kafir dan orang-orang zhalim yang memerangi Rabbul ‘alamin.
MIZAN KEBAIKAN DAN KEBURUKAN
Dua ayat yang mulia yang mengawali  surat Al-Mumtahanah, diturunkan berkenaan dengan perbuatan seorang sahabat mulia yang termasuk turut serta dalam perang Badar, yaitu Hathib bin Abu Balta’ah. Dia mendengar Rasulullah saw tengah mempersiapkan pasukan untuk menggempur orang-orang kafir Quraisy di Makkah. Lalu dia menulis surat mengenai berita persiapan itu kepada orang-orang Quraisy dan menitipkannya kepada seorang perempuan yang bertolak menuju Makkah. Wahyu turun memberitahukan apa yang diperbuat Hathib itu kepada Rasulullah saw. Lalu beliau mengirim dua utusan –Zubeir dan Ali— untuk merampas surat yang dikirim Hathib. Beliau berpesan kepada keduanya, “Kamu berdua akan menemukan wanita itu di Rudhah Khakh –tempat yang terletak di jalan antara kota Makkah dan Madinah-Surat itu ada padanya, maka kejarlah segera”. Maka Ali dan Zubeir berangkat menunaikan tugasnya. Dan benar, ketika mereka sampai di tempat yang ditunjukkan Rasulullah saw, mereka melihat perempuan itu ada di sana. Ali berkata, “Mana surat yang kau bawa?” Dia menjawab, “Saya tidak membawa surat. Surat apa yang kau maksudkan?” Surat yang dititipkan kepadamu untuk orang-orang Quraisy”. Jawab Ali. Perempuan itu menyangkal, “Saya tidak membawa surat”. Karena tetap tidak mau mengaku, maka Ali mengancamnya, “Jika surat itu tidak kau berikan, maka kami akan melepas pakaianmu dan menggeledahya”. Mendengar ancaman Ali, perempuan itu ketakutan, maka dia melepas sanggulnya dan mengeluarkan surat yang disembunyikannya dan diserahkan kepada Ali. Setelah menerima surat itu, Ali dan Zubeir kembali ke Madinah, mereka berdua menyerahkan surat itu kepada Rasulullah saw. Lalu Rasulullah saw membukanya. Dalam surat tersebut tertulis :
“Dari Hathib bin Abu Balta’ah kepada Quraisy
Rasulullah hendak menyerang kalian.”
Maka terkejutlah para sahabat ketika mengetahui Hathib membocorkan rahasia rencana mereka kepada orang-orang kafir. Umar bin Khatthab sangat marah,sehingga badannya berguncang keras. Dia berkata kepada Rasulullah saw, “Wahai Rasulullah, idzinkanlah saya memenggal kepalanya. Sungguh dia telah jadi orang munafik”. Tetapi beliau menjawab :
                                               
“Bukankah dia telah ikut serta dalam Perang Badar?. Boleh jadi Allah telah melihat isi hati Ahli Badar, lalu dia berfirman, “Kerjakanlah apa yang kalian suka, sungguh wajib bagi kalian jannah atau sungguh Aku telah mengampuni kalian.” (HR. Al-Bukhari: 3983)
Kemudian Rasulullah saw bertanya kepada Hathib, “Apa yang mendorongmu berbuat demikian?” Hathib menjawab, ”Demi Allah! Ya Rasulullah, saya tidak berlaku nifak. Yang sebenarnya adalah saya mempunyai keluarga di Makkah, tetapi saya tidak mempunyai karib kerabat yang dapat melindungi keselamatan mereka. Lalu saya menulis surat itu dengan harapan bisa menjadi penjamin keselamatan keluarga saya di kalangan orang-orang kafir Quraisy”.
“Engkau benar”. Jawab beliau.
Hathib bin Abu Balta’ah diampuni karena ke-Islamannya dan kebaikannya yang besar pada masa permulaan Islam. Keikutsertaan dia dalam Perang Badar telah memberikan jaminan padanya bahwa dia tidak akan disiksa.
           
Dari sini kita mengetahui mizan di dalam Islam, bahwa barangsiapa yang menonjol kebaikannya dan banyak mempunyai jasa dalam Islam, lalu dia melakukan kesalahan, maka kesalahannya itu akan diampuni. Karena kebaikan itu seperti air laut … seperti air, sedangkan keburukan itu seperti najis. Dalam fiqh dikenal kaidah:
                                   
“Apabila volume air mencapai dua qullah (60 cm3) maka air tersebut tidak mengandung najis”. (HR. Ibnu Majah , Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir  no. 416.)
Maksudnya air tersebut tidak menjadi najis apabila kemasukan atau dimasukkan padanya barang yang najis.
Oleh karena itu Ibnul Qayyim menetapkan satu kaidah bahwa, barangsiapa yang banyak kebaikannya dan nampak amal Islamnya, lalu dia melakukan kesalahan, maka kesalahannya akan diampuni, tapi tidak bagi orang lain yang melakukan kesalahan serupa. Maksudnya,  orang lain yang tidak mempunyai banyak kebaikan dan tidak nampak amal Islamnya. Kemudian dia berhujjah dengan beberapa hadits, antara lain hadits tentang Hathib bin Abu Balta’ah.
Dalam sebuah hadits lain disebutkan :
                                               
“Maafkanlah orang-orang yang mempunyai jasa besar dari kesalahan mereka, kecuali dalam masalah hukum had”. (Shahih Al-Jami’ As-Shaghir no. 1185)
Inilah mizan dalam bermu’amalah dengan manusia di dalam masyarakat Islam. Sesungguhnya manusia, disengaja atau tidak disengaja, pernah melakukan kesalahan dalam hidupnya. Dan pasti suatu saat mereka akan tergelincir dalam kesalahan. Apalagi mereka yang banyak bergerak (melakukan aktifitas) di masyarakat, kemungkinan untuk melakukan kesalahan lebih besar daripada mereka yang hanya diam dan bersikap pasif. Mereka yang diam dan bersikap pasif, peluang melakukan kesalahan atau tergelincir langkahnya kecil, karena memang tidak melakukan apa-apa. Seperti  halnya dengan penonton sepak bola di lapangan hijau. Mereka tidak melakukan kesalahan dan kaki mereka tidak tergelincir, karena memang mereka tidak turut dalam permainan. Yang mereka kerjakan hanyalah melihat dan berkomentar, ‘Pemain itu bagus … pemain itu jelek sekali mainnya … si A hanya membuang peluang emas saja … si B betul-betul hebat mainnya’, dan sebagainya. Mereka hanya pandai berkomentar dan mudah memvonis kesalahan pemain kesebelasan.  Padahal seharusnya mereka bisa memaklumi kalau ada kesalahan dan jangan mudah memvonis sedikit kesalahan yang mereka lakukan. Toh para pemain selama hampir dua jam telah mengerahkan daya dan kemampuan, menggiring dan mengejar bola, bertahan dan berusaha mencetak gol. Memang penonton mudah saja bicara dan memaki mereka yang melakukan kesalahan , tapi harus diingat bahwa penonton sendiri tidak mampu melakukan seperti yang pemain lakukan, bahkan mungkin tidak sanggup bermain dari separuh waktu yang mereka mainkan. Maka dari itu hendaknya mereka menjaga lidah mereka dari menjelek-jelekkan orang-orang besar yang berjuang di medan amal.
Kaidah dan realita ini kita akui dan kita terapkan kepada kaum dimana kita berdiri di hadapan mereka seperti penonton yang sedang melihat permainan. Bahkan seluruh manusia berdiri menonton mereka, baik yang muslim maupun yang kafir. Mereka adalah kaum yang sedang berjuang di medan peperangan, kaum yang menggenggam senjata di tangan. Kaki mereka tak beralas, badan mereka telanjang dan perut mereka kosong. Mereka berperang menghadapi kekuatan terangkuh di bumi. Maka hendaknya kita mengekang lidah kita untuk tidak melemparkan kritikan kepada mereka, apabila kita tidak mampu mengejar apa yang telah mereka capai dengan amal perbuatan kita.
Sesungguhnya apa yang telah diperbuat oleh bangsa Afghan, tidak mampu dilakukan oleh bangsa-bangsa lain di dunia. Kita tahu bahwa seluruh negara Arab tidak mampu menghadapi kekuatan militer negeri Israel, padahal kekuatan Israel belum seberapa dibandingkan dengan kekuatan militer Uni Soviet.
Rusia dahulu mampu menduduki Cekhoslovakia hanya dalam waktu sehari, padahal Chekhoslovakia adalah negara yang produksi senjatanya cukup terkenal di dunia, kendati demikian mereka tidak mampu bertahan lebih dari satu hari menghadapi serangan armada darat dan udara Uni Soviet  yang masuk ke wilayah mereka.
Adakah kalian menghendaki seluruh bangsa Afghan dikejutkan dengan serangan mendadak, kemudian sikap mereka supaya seperti Abu bakar, Umar, Utsman, Ali dan seluruh sahabat yang lain?!! Adakah kalian menghendaki para pemuda dimana mereka baru terbuka kesadarannya setelah kekuasaan berada di tangan komunis. Yang hati mereka tidak akan tergugah andai tidak mendengar desingan roket dan dentuman meriam, yang tidak mendapatkan kemudahan untuk pergi ke masjid dan terdidik di lingkungan ataupun madrasah untuk menimba ilmu, yang tidak menemukan murabbi dan ulama yang siap menumpahkan perhatiannya untuk membimbing mereka. Kalian menuntut tsaqafah mereka  seperti kalian?!! Kalian telah mendapat perhatian sumbangan pendidikan, pengarahan dan pemikiran dari para pemikir besar Islam  tingkat dunia di negeri kalian selama puluhan tahun !! Adakah kalian ingin menghakimi mereka sebelum memberi mereka kesempatan? Berilah mereka waktu untuk mengambil nafas,  membaca Kitabullah dan memahami urusan agama mereka. Barulah sesudah itu kalian berhak menghisab (menilai dan mengevaluasi) mereka.
Sesungguhnya di dalam kaidah Islam terdapat satu tuntunan, bahwa orang-orang kecil tidak boleh bersikap congkak atau merendahkan orang-orang yang besar, bahwa orang-orang kerdil tidak boleh bersikap sombong terhadap  para raksasa, bahwa orang-orang yang duduk-duduk (tidak turut berjihad) tidak boleh mengkritik orang-orang yang berjihad. Mereka adalah para mujahid yang telah mengangkat tinggi harkat ummat Muhammad saw. di mata dunia. Andaikan tidak ada jihad? Jihadlah yang mengangkat tinggi kedudukan umat Islam atas umat yang lain. Tanpa adanya jihad, kaum muslimin akan hina dan dihinakan oleh bangsa-bangsa lain.
Sekarang, di mana kedudukan kalian? Dan di mana pula kedudukan mujahidin Afghan di panggung dunia. Sesungguhnya, jihad telah mengangkat harkat mereka di mata dunia. Mereka yang semula tidak dikenal, kini menjadi pusat perhatian seluruh bangsa-bangsa di dunia.
Saya katakan, “Jika kita hendak merendahkan puncak ketinggian yang mereka capai, maka hendaklah kita sendiri mendaki puncak ketinggian itu. Jika kita mau melecehkan kehormatan kaum yang besar itu, maka hendaklah kita mengerjakan sebagian dari amalan yang telah mereka kerjakan. Jika kita mau mengritik ataupun menggugat aqidah mereka, akhlak mereka dan tingkah mereka serta mengidzinkan diri kita untuk mengunyah-ngunyah daging mereka (mencemarkan kehormatan mereka), maka hendaklah kita bersabar sepersepuluh dari kesabaran mereka.”
Kalian semua tahu sebagian besar di antara kalian pernah masuk front. Sekarang, siapa di antara kalian yang mampu dengan pakaian tipis musim panas dan tanpa memakai sepatu, hidup di atas salju? Siapa di antara kalian yang mampu bersabar seperti kesabaran mereka, hidup hanya dengan roti kering dan makanan yang serba kering berhari-hari lamanya?
Kalian semua atau sebagian besar di antara kalian telah melihat bagaimana keadaan mereka. Bukan hanya di front-front saja, tetapi jyga di kamp-kamp pengungsian yang tersebar di Peshawar.
Sesungguhnya kebanyakan di antara kita tidak sanggup berpisah dengan istrinya selama bermalam-malam dan hidup bersama mujahidin Afghan di kamp-kamp  konsentrasi mereka. Berapa ribu mujahid yang berada di Kamp Warsak atau di Kamp Abu Bakar atau di Kamp Khalid bin Walid dan kamp-kamp yang lain?. Mereka mempunyai istri, namun tidak melihatnya bertahun-tahun lamanya.
Kebanyakan di antara mereka meninggalkan istrinya di Kabul atau di Takhar atau di Badkhsyan sejak pendudukan tentara Rusia di Afghanistan. Sampai sekarang mereka belum pernah melihat anaknya dan belum pernah menjenguk istrinya.
Siapa di antara kalian yang sanggup bersabar seperti kesabaran mereka? Siapa di antara kalian yang mampu hidup seperti mereka? Kebanyakan kalian pada awal kedatangannya  ke sini penuh semangat … dengan penuh antusias berkata, “Saya ingin pergi ke front, saya datang untuk berjihad sampai mati syahid di jalan Allah, saya ingin masuk surga mendekatkan diri kepada Allah dan menyusul jejak Umair bin Hammam, Hamzah dan yang lain”. Kalian terus mendesak kami setiap hari untuk mempersiapkan keberangkatan menuju front jihad. Tetapi ternyata hanya sebentar saja tinggal di front. Kemudian sesudah itu, kami sudah melihatnya ada di Peshawar kembali. Saya tidak mau menanyakan kepadanya mengapa ia sudah kembali, karena saya tahu sebab apa yang membuatnya kembali. Jiwanya belum matang sematang jiwa mujahidin dan tidak mampu bersabar seperti kesabaran mereka. Maka kalian tidak mampu menanggung beban sebagaimana para mujahid Afghan itu menanggungnya. Oleh karena itu kalian kembali untuk menghibur diri dan mengembalikan semangat kalian atau untuk menghimpun kembali tenaga dan kekuatan kalian.
Sebagaimana ucapan Isa bin Maryam a.s. pada kaumnya ketika mereka hendak membunuh seorang wanita yang berzina, “Siapa di antara kalian yang tidak pernah punya kesalahan silahkan dia merajamnya”. Maka saya ucapkan, “Siapa di antara kalian yang tidak menerima perkataan saya, silahkan dia mengangkat tangannya menyanggah”.
Itu saudara kalian baru saja kembali dari wilayah Kunar kemarin. Dia menuturkan, ada tujuh orang mati karena salju dan banyak pula yang menderita sakit. Berapa banyak di antara mereka yang jari-jari kakinya putus karena salju. Saya pernah melihat mereka berjalan di atas salju dengan pakaian mereka yang tipis. Sungguh mengherankan sekali bagaimana mereka bisa bertahan, sementara kalian berada di kantor-kantor berselimut mantel dan beralaskan karpet , meski demikian, kalian tidak merasakan rasa hangat atau kenyamanan.
Jika demikian, barangsiapa yang banyak amal kebajikannya, maka sesungguhnya kesalahannya akan diampuni, namun tidak demikian halnya dengan orang-orang yang kerjanya hanya duduk tidak mau berjihad. Maka orang-orang kecil wajib menyerah kepada mereka yang telah mencapai ketinggian. Dan bagi orang-orang yang tertinggal di belakang wajib menyerahkan kepemimpinan kepada mereka yang telah dulu maju/mendahului mereka.
Adalah suatu ketika Suhail bin Amru r.a. berdiri di depan pintu rumah Umar bin Khatthab bersama Bilal, Amar dan Suhaib. Lalu Umar mengidzinkan Bilal, Ammar dan Suhaib masuk, sedangkan Suhail masih tetap di luar pintu bersama Abu Sufyan. Melihat kenyataan itu, Abu Sufyan merah padam mukanya menahan marah. Dia berkata, “Saya tidak pernah melihat peristiwa seperti hari ini. Para bekas budak-budak itu diidzinkan masuk sedangkan kita dibiarkan di luar pintu”. “Jangan kau cela dia, tapi celalah dirimu sendiri, sungguh dahulu mereka telah diseru (kepada Islam) dan kita pun telah diseru. Lalu mereka bergegas menerima seruan itu, sedangkan kita tertinggal di belakang”. Kata Suhail meredakan kemarahan Abu Sufyan.
Pemimpin Quraisy –yakni Abu Sufyan dan Suhail— menyerahkan ke-qiyadah-an kepada para bekas hamba sahaya itu, oleh karena para bekas budak itu lebih dahulu terjun di medan keperwiraan, perjuangan dan pengorbanan.
Dan adalah Umar berkata, “Demi Allah, aku tidak akan menjadikan mereka yang pernah memerangi Rasulullah saw sama seperti mereka yang telah berperang bersama Rasulullah”. Kalimat ini beliau ucapkan ketika mereka (orang-orang yang pernah memerangi Rasulullah dan kemudian masuk Islam ) minta penjelasan kepada Umar dengan perkataan, “Mengapa tuan mengutamakan Ahli Badar dan Ahli Uhud dalam pemberian?”

Hendaknya Kita Memahami Kadar Kemampuan Diri Kita
Apakah kita mau mengakui bahwa diri kita masih berada di bawah tingkatan para mujahidin Afghan? Apakah kita mau mengakui bahwa kemampuan kita berada jauh di bawah kemampuan mereka? Maukah kita mengakui dengan jantan dan terang-terangan, bahwa apa yang telah mereka lakukan, tidak mampu kita lakukan walau sepersepuluhnya? Jika kita jujur, maka sudah seharusnya kita mengakui dengan perasaan tenang. Maka marilah kita mengakui sebagaimana sikap orang-orang terdahulu seperti Suhail, Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam dan Abu Sufyan … ‘Kami tidak lebih baik daripada mereka’.
Wahai saudara-saudaraku yang mulia …
Seberapa besar bobot dirimu di tengah masyarakatmu? Kamu tidak mampu melawan atau menentang satu orang polisipun di negerimu. Hanya satu orang intel saja sudah membuatmu tidak bisa tidur apabila engkau mengetahui dia lewat di depan rumahmu. Kamu tahu liwath (homoseksual) itu? Saya tidak melihat suaramu meninggi untuk merubahnya atau menantangnya.
Kamu datang ke sini baru sebulan atau dua bulan, lalu kamu hendak berlaku sombong kepada mereka, para pemimpin mereka yang telah memikul beban berat sejak tujuh tahunan yang lalu. Kamu hendak mengkritik Sayyaf, Hekmatiyar, Rabbani dan Khalis sejak kamu tiba di Peshawar. Maka cobalah kerjakan sebagian saja dari apa yang telah mereka kerjakan, baru kemudian kritiklah!! Cobalah bersabar dengan sebagian saja dari kesabaran mereka, baru kemudian bicaralah!! Jika kamu tidak mampu melakukan, maka sikap yang jantan adalah merasa malu jika memang masih ada iman dan ihsan dalam hatimu.
Bagaimana kalian bersikap terhadap kepala negeri kalian dan bagaimana pula kalian bersikap terhadap para pemimpin jihad? Kalian diam saja melihat kepala negeri atau raja kalian yang sering melakukan kemaksiatan. Tetapi kepada para pemimpin jihad, kalian berani mempercakapkan mereka. Apakah karena mereka miskin, sehingga kalian berlaku congkak terhadap mereka?
Karena miskin, kantongnya kosong, perutnya lapar, sehingga kamu berani berlaku congkak kepada mereka. Adapun terhadap para penguasa thatghut yang kerjanya merusak kehormatan, menghalalkan darah dan menyembelih orang-orang shalih, maka kamu tidak berani mengucapkan sepatah katapun terhadap mereka. Di mana gerangan keberanianmu saat kamu ada di negerimu? Apa yang kamu perbuat? Kemungkaran memenuhi setiap tempat, tapi tidak ada sedikitpun keberanianmu untuk menentang mereka.
Wahai saudara-saudaraku yang mulia!
Jagalah kehormatan dirimu dengan cara menjaga lesan. Jagalah kedudukanmu dengan cara mengekang mulut. Jagalah batas-batas yang harus kamu jaga dan tidak boleh kamu lewati. Dirahmati Allahlah seseorang yang mengetahui batas (yang tidak boleh dilanggar)nya lalu ia berhenti dan tidak menerjangnya.
Tidakkah mereka, para mujahid Afghan itu diampuni, disebabkan kaki-kaki mereka yang berada di tengah padang salju? Tidakkah mereka diampuni, disebabkan mereka telah menghadapi persekongkolan dunia yang hendak menghentikan jihad dan mencuri buahnya?
Saat ini, Amerika dan Rusia berupaya keras agar supaya buah dari pengorbanan darah para syuhada’ ini menjadi lembar keuntungan bagi kepentingan Amerika. Reagan dan Gorbachev bertemu, sementara para pemimpin negara-negara lain menanti mereka. Lalu mereka tidak menjelaskan hasil pembicaraan yang telah mereka berdua sepakati kecuali sedikit saja. Jadi jelaslah, apabila kedua tokoh ini bertemu (dalam satu kepentingan), maka dapat ditebak bahwa pertemuan mereka berdua adalah untuk membicarakan bahayanya Islam.
Di mana letak Peshawar dalam peta dunia? Seberapa besar nilainya sampai-sampai Nixon –mantan presiden AS— sendiri berkunjung ke pemukiman muhajirin Nasir Bagh. Negeri Pakistan sendiri seberapa artinya andaikan bukan karena jihad yang mulia ini. Jihad yang membikin akal manusia tidak berdaya menafsirkannya dan membuat mereka kebingungan.
Lalu mulailah mereka berupaya untuk mencuri hasilnya dan menjadikannya sebagai momentum untuk mengambil keuntungan. Jihad inilah yang membuat para duta dan konsul Amerika pulang balik mendatangi pintu rumah para pemimpin jihad, yang kamu cemarkan mereka dengan lidah kamu yang panjang. Namun langkahmu yang pendek tidak bisa mengejar apa yang sudah mereka kerjakan.
Beberapa konsul negara Barat telah ditolak masuk ke rumah mereka –dan saya mengetahui hal itu seyakin-yakinnya--.
Kami juga tahu bahwa beberapa kepala negara atau raja negeri-negeri Islam datang  ke Amerika. Berminggu-minggu lamanya mereka mondar-mandir, barangkali bernasib baik dapat berjumpa sebentar dengan Reagan. Namun Reagan menolak mereka dengan sikap sombong dan merendahkan. Reagan menolak bertemu dengan mereka setelah mereka menempuh perjalanan yang panjang menyeberangi lautan dan samudra hanya untuk bertemu dengannya. Padahal mereka adalah para kepala negara, para raja dan para pembesar di negeri mereka.
Kami tahu dan kamu pun tahu bahwa para pembesar dan para pemimpin dunia Islam menaruh rasa segan pada para duta negara-negara besar. Padahal kesempatan untuk bertemu dan duduk di atas tanah bersama para pemimpin jihad itu, yang kita menganggap diri kita lebih tinggi dari mereka lebih memungkinkan dibanding keinginan untuk bertemu dengan Reagen. Mereka itu, yakni para pemimpin jihad, andaikan Islam membolehkan kita membuat patung, tentu akan kami buat patung-patung mereka dan kemudian kami tempatkan di perempatan-perempatan jalan dan kami pajang di setiap tempat pameran.
Demi Allah, sesungguhnya ada sebagian orang Arab yang menganggap dirinya lebih tinggi, lebih mulia dan lebih besar kedudukannya daripada mereka.
Pemahaman telah berubah, nilai-nilai telah terbalik, neraca-neraca telah rusak. Siapa sebenarnya kalian hingga berani mengadili atau memvonis mereka? Siapa sebenarnya kita, hingga berani menggurui mereka?
JANGAN LUPAKAN DIRIMU
Beberapa hari yang lalu ada salah seorang di antara ikhwan Arab yang berkata kepada saya, “Ketika saya sedang berbicara tentang orang Afghan, mendadak salah seorang pemuda Arab yang ada di Peshawar menegur saya, ‘Bicara apa kamu. Kamu membicarakan tentang orang-orang Afghan? Ketahuilah, orang-orang Pakistan itu lebih baik daripada mereka!” Pemuda itu baru sebulan ada di Peshawar. Sampai sekarang saya belum yakin apakah ia mampu menahan dinginnya malam di Zabil atau dinginnya malam di Kandahar atau dinginnya malam di Mazar Syarif? Sekalipun dia belum pernah masuk front, namun demikian ia dengan lancang mengatakan,“Siapa mereka itu? Kenapa kamu menyibukkan dirimu dengan persoalan orang-orang Afghan?” Ia menunjuk bagian permukaan tangannya, bukan bagian bawahnya, seraya berkata, “Mereka itu tidak berhak mendapatkan apa-apa dari kita, bahkan bericara tentang mereka sekalipun”.
Kemerosotan macam apa, dan tingkat kerendahan macam mana yang menimpa seseorang manakala ia lupa pada dirinya?
Rasulullah saw bersabda :
“Melihat seseorang di antaramu kotoran kecil yang ada di mata saudaranya, namun batang pohon di depan matanya tidak dilihatnya”.(HR. Ibnu Hibban., lihat At Targhiib wa At Tarhiib III : 236).
Wahai saudaraku yang mulia!
Jika kamu ingin hidup selamat dari bahaya, keberuntunganmu melimpah dan kehormatanmu terjaga, jangan kau gunakan lesanmu untuk mengorek aib orang lain. Ingat, pada dirimu semua ada aib, sedang manusia punya lesan. Jika nampak olehmu aib orang, maka tundukkanlah matamu dan katakan, “Hai mata, manusia juga punya mata”.
Dalam pepatah barat, disebutkan, “Siapa yang rumahnya dari kaca, maka janganlah ia melempar batu ke rumah orang lain”. Rumahmu dari kaca, kemauanmu masih lemah dan tekadmu masih hampa/kosong.
Ketahuilah bahwa mereka meraih ke-qiyadah-an atas kaum muslimin bukan dengan proses pemungutan suara, melainkan setelah mereka terjun dalam kancah peperangan, tidak tidur di malam hari, diusir dari negerinya bertahun-tahun lamanya. Demikianlah sampai mereka muncul ke permukaan. Mereka tidak muncul seperti munculnya para pemimpin di negerimu. Melalui pemungutan suara dengan cara curang. Merebut 99% suara dengan jalan paksa dan memanipulasi jumlah suara. Jiwa mereka, para pemimpin negerimu seperti hati burung onta atau seperti burung kebanyakan yang lari  (terbang) ketakutan oleh suara peluit(pengecut).
Maka apabila kamu telah naik ke permukaan dan telah kamu hancurkan tali-tali kebakhilan yang membelenggu dirimu, serta telah kamu bebaskan dirimu dari belitan sifat pengecut, maka saat itu wahai saudaraku silakan kamu bicara!
Dan saya menasehatimu. Jagalah lesanmu … karena Nabi saw pernah bersabda :
                                   
“Adakah manusia ditelungkupkan wajahnya ke dalam neraka kalau bukan karena hasil perbuatan lidahnya?” 1)
Foot note 1)Penggalan dari hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, An-Nasa’i, At-Tirmidzi. Lalu dikomentari oleh At-Tirmidzi : Hadits hasan shahih. Lihat At-Targhib wa At Tarhib jilid 3, hal. 528,529.
Saya cukupkan sampai sekian, dan saya mohon ampunan kepada Allah untuk diri saya dan diri kalian.
BAH KEDUA
                                    (TULIS NYA SAJA)
Alhamdulillah tsuma alhamdulillah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillah sayyidinaa Muhammadin ibni Abdillah wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa man waalaah. Segala puji bagi Allah, kemudian segala puji bagi Allah, mudah-mudahan kesejahteraan dan keselamatan dilimpahkan kepada Rasulullah, junjungan kita Muhammad bin Abdullah, serta kepada keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikutinya.
Saya pernah berbicara dengan salah seorang pemimpin mujahidin. Dalam pembicaraan tersebut, ia berkata,  “Ya akhie, kemarilah dan berilah kami tarbiyah. Bukankah kalian mempunyai kewajiban kepada kami untuk memberikan tarbiyah dan memberikan pengetahuan yang diberikan Allah pada kalian?”
Wahai saudara-saudaraku !
Apabila di antara mereka ada yang tidak menyenangkan hati kalian dan di antara mereka ada yang melakukan perbuatan bid’ah, syirik dan lainnya, bukankah yang demikian itu semakin menambah tanggung jawab kita di hadapan Allah Ta’ala? Bukankah merupakan kewajiban bagi kita untuk masuk ke dalam front-front mereka dan menganggap mereka sebagai ikhwan-ikhwan kita; kita makan seperti mereka makan, kita hidup seperti mereka hidup, kita tidur berselimutkan langit dan beralaskan debu seperti halnya mereka? Kemudian dengan perkataan yang baik dan kasih sayang timbal balik kita sampaikan kepada mereka apa yang kita kehendaki berupa pelurusan fikrah, penerangan aqidah yang benar dan penyingkiran bid’ah. Bukankah sudah menjadi kewajiban kita untuk turun dari istana-istana kita yang megah dan hidup bersama mereka dalam dunia mereka yang nyata, di atas bumi dan di bawah langit. Kita sampaikan  kepada mereka apa yang kita kehendaki dan menyenangkan mereka seperti kita menyenangkan diri sendiri.
Jika di antara mereka ada yang terlihat dalam perbuatan syirik, maka kamu berdosa di hadapan Allah 'Azza wa Jalla apabila kamu bisa menyelamatkan mereka dari neraka sedang kamu tidak melakukannya. Mereka akan mencekik lehermu pada hari kiamat … sebagaimana keterangan yang datang dalam atsar :
“Mereka berkata, ‘Wahai Tuhanku, sesungguhnya hamba-Mu ini telah berkhianat kepada kami’. Orang tersebut menyangkal, ‘Demi Allah, wahai Tuhanku, aku tidak mencuri harta mereka dan akupun tidak mengenal mereka’ Mereka berkata, ‘Dia melihat kami berada dalam kesesatan … --atau dalam kesalahan--, namun tidak mau meluruskan perbuatan kami”.(Hadits ini dhai`f).
Jika kalian melihat ada kesesatan atau penyimpangan dalam amalan mereka, maka silahkan datang ke front-front merekadan hiduplah bersama mereka. Jika ada yang mencegahmu untuk masuk ke frontnya, maka beri kabar saya, saya siap untuk mengirim kalian ke front mana saja yang kalian kehendaki. Dengan satu syarat, kalian harus mempergauli mereka seperti layaknya manusia yang hidup di atas bumi. Jangan kalian pergauli mereka seakan-akan mereka berada di bawah martabat binatang ternak. Jika kalian menganggap diri kalian sebagai orang-orang muslim, maka anggap pula bahwa mereka adalah saudara-saudaramu seiman. Jika sudah demikian halnya, akan saya jamin, kalian bisa merubah keadaan mereka dalam waktu kurang dari sebulan atau dua bulan.
Ikhwan-ikhwan kalian telah melihat bagaimana mereka –yakni sebagian dari ikhwan Arab— merubah keadaan front-front secara keseluruhan dalam waktu kurang dari beberapa bulan. Maka jika kalian sungguh-sungguh, jika kalian adalah para da’i, jika kalian adalah orang-orang yang benar, silahkan masuk ke front mereka. Dan mereka akan menghormati kalian dan memuliakan kalian.
Sesungguhnya orang Arab mempunyai kedudukan yang tinggi dalam pandangan mereka. Maka janganlah kita rusakkan hal itu dengan sikap kita yang memandang rendah mereka. Sebab mereka telah meredam kekuatan terbesar dan terangkuh di bumi. Mereka telah berhijrah untuk mempertahankan milik mereka yang terakhir, yakni ‘izzah, kemuliaan dan kehormatan. Maka apakah kalian hendak melukai mereka dengan sikap kalian yang merendahkan mereka, sombong dan merasa lebih tinggi dari mereka? Jadi, pergaulilah mereka seperti mempergauli insan. Pergaulilah mereka seperti mempergauli manusia pada umumnya.
Seorang muslim diperintahkan untuk memperlakukan kucing dengan perlakuan yang baik. Rasulullah saw berwasiat kepada kita perihal itu. Sabdanya :
                                               
“Sesungguhnya kucing itu termasuk makhluk yang selalu mengelilingi kalian”.(HR. Malik, Ahmad Ibnu Hibban dan Al Hakim, lihat Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir 2437).
Apabila seseorang dapat masuk surga atau diampuni dosanya lantaran memberi minum anjing yang kehausan, maka taruhlah misalnya  mereka itu orang Yahudi atau orang Nasrani. Jika ada seorang Nasrani yang hampir mati kelaparan, maka tidakkah wajib bagi seorang muslim memberinya makan ?!! Jika ada seorang Nasrani ahli dzimmah mati kelaparan di suatu kampung, maka wajib bagi enduduk perkampungan tersebut membayar diyatnya kepada par walinya. Apabila seorang Yahudi ahli dzimmah mati di suatu daerah karena kelaparan, maka wajib bagi penduduk di daerah tersebut menanggung diyatnya kepada para walinya.
Rasulullah saw bersabda :
                                   
“Warga dusun mana yang kedapatan di daerahnya seorang yang mati kelaparan –beliau tidak mengucapkan seorang muslim--, maka telah lepaslah mereka dzimmah (perlindungan) Allah 'Azza wa Jalla.” (HR. Ahmad, Abu Ya’la, Al-Bazzar dan Ath-Thabrani).
Sesungguhnya dzimmah (perlindungan) Allah hampir saja lepas –atau sudah lepas—dari kebanyakan mereka yang memandang rendah kaum yang kelaparan, telanjang kaki dan miskin itu. Bahkan persoalannya sudah sampai pada keadaan di mana sebagian di antara mereka berani berfatwa, ‘Tidak boleh bagi para dokter muslim untuk datang menolong mereka’. Seorang dokter muslim wajib mengobati seorang walaupun dia kafir, jika orang kafir itu berada di daulah Islam, tunduk dan patuh pada aturan-aturannya. Mungkin orang Yahudi atau Nasrani atau Majusi yang menjadi  ahli dzimmah!! Taruhlah misal bangsa Afghan itu adalah segolongan penganut dari millah tersebut, maka apakah tidak wajib bagi kalian untuk menolongnya?!!
Jika PBB, jika orang-orang kafir, jika orang-orang Nasrani berlomba-lomba memberikan bantuan kepada mereka untuk satu maksud tertentu, maka bukankah kita sebagai kaum muslimin dan mukminin lebih berhak untuk memelihara hak ukhuwah kepada mereka, untuk memelihara hak iman, untuk memelihara tali hubungan antara kita dan mereka?!!
Wahai saudara-saudaraku!
Takutlah Allah dalam persoalan mereka. Apabila seluruh umat manusia memusuhi dan menyerang mereka, maka apakah kalian juga akan memusuhi mereka? … Ingatlah pepatah dalam sya’ir :

Kezhaliman karib kerabat itu lebih menyakitkan seseorang

daripada tikaman mata pedang.
Mereka adalah karib kerabat kita, mereka adalah sanak keluarga kita. Antara kita dan mereka ada hubungan kekerabatan. Antara kita dengan mereka ada pertalian iman. Mereka adalah kaum yang bernama muslimin, jika kalian tidak menolak mengakui mereka sebagai muslimin ….
Yang pertama, takutlah Allah perihal diri kalian . Dan mereka akan menerima pahala mereka –insya Allah—secara penuh. Dan menerima pula dari pahala orang-orang yang mencemarkan kehormatan mereka. Dan saya berharap kepada Allah mudah-mudahan kalian tidak termasuk golongan yang muflis (bangkrut), jika kalian termasuk orang-orang yang mencemarkan kaum yang besar itu.
Wahai saudara-saudaraku yang tercinta!.
Telah banyak desas-desus yang muncul di negeri ini … telah banyak omongan dan celoteh yang turut meramaikannya. Maka saya berpesan satu hal pada kalian, “Sibukkanlah diri kalian dengan beramal, sibukkanlah diri kalian untuk membenahi kekurangan diri kalian sendiri. Jangan layani omongan orang. Kalian datang dengan satu tujuan. Kalian datang untuk berkhidmat bagi kepentingan jihad. Maka janganlah kalian jadi cangkul perusaknya. Kalian datang untuk menyokong dan membela jihad, maka janganlah kalian jadi pedang di atasnya yang siap memotongnya untuk mengkoyak-koyaknya.
Wahai saudara-saudaraku!
Rasulullah saw bersabda :
                                   
“Tiadalah akan tersesat suatu kaum sesudah mereka mendapatkan petunjuk melainkan setelah mereka suka berbantah-bantahan”. (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim; lihat Shahih Al Jami` As Shaghir: 5633)
Apabila Allah mencintai suatu kaum, maka akan diilhamkan ke dalam hati mereka kecintaan untuk beramal. Dan di antara tanda bahwa Allah 'Azza wa Jalla menelantarkan seorang hamba ialah Allah menyerahkan (menguasakan) urusan orang tersebut kepada dirinya sendiri dan kepada lesannya. Dan di antara tanda bahwa Allah 'Azza wa Jalla memberi taufik kepada seseorang hamba ialah, hamba tersebut mengetahui kedudukan dirinya, merendahkan diri dan berhenti pada batas yang tidak boleh dilanggarnya. Sibuk mengorek aibnya sendiri, sibuk membenahi dirinya sendiri dan sibuk dengan amalan yang nantinya bermanfaat bagi dirinya sendiri, masyarakat dan kaum muslimin.
Karena itu, bekerjalah kalian dan jangan berpaling, beramallah kalian dan jangan bermalas-malasan. Biarkanlah tangan, kaki dan otak kalian bekerja dan kekanglah lidah kalian sekuat-kuatnya agar nantinya tidak menjerumuskan kalian dalam neraka jahannam sebagai orang-orang yang hina.

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar

Leave a Reply