Select Menu
Select Menu

Favorit

Buku Referensi

Buku

Pergerakan Islam

Tokoh

Rumah Adat

Syamina

Pantai

Seni Budaya

Kuliner

» » » Tawakal Kepada Allah


Unknown 03.00 0



Andaikan kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, pasti Allah akan memberikan rezki kepadamu sebagaimana Dia memberikan rezki kepada burung … burung itu, keluar dari sarangnya pada pagi hari tanpa tahu di mana rezkinya berada?!! Di mana ia akan menemukanbiji-bijian? Dan dari mana ia akan mendapatkan makanan untuk anak-anaknya yang masih kecil? Akan tetapi ia pergi pada pagi hari dalam keadaan kosong perutnya –yakni lapar— dan pulang di senja hari dalam keadaan penuh perutnya –yakni kenyang—.



Wahai kalian yang telah ridha sebagai Rabbnya, Islam sebagai Diennya dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasulnya. Ketahuilah bahwasanya Allah Azza wa Jalla telah menurunkan di dalam Al-Qur'anul Karim:

“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tidada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. At-Thalaq : 2-3)

Datang dalam suatu riwayat, bahwa sebab turunnya ayat ini ialah : Ada salah seorang sahabat yang anaknya ditawan oleh orang-orang kafir. Sahabat ini keadaan ekonominya sangat memprihatinkan (miskin) dan tak seberapa jauh jangkauan tangannya –tidak mempunyai sanak keluarga yang bisa dijadikan sandaran—. Lalu ia datang kepada Rasulullah saw mengadukan kemiskinannya. Beberapa hari berselang, tanpa disangka-sangka anaknya dapat lolos dari cengkeraman musuh-musuhnya. Dan di tengah jalan, ia memergoki sekelompok domba milik orang-orang kafir. Maka digiringnya domba-domba tersebut dan ia bawa pulang ke rumahnya. Lalu turunlah ayat :

“Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.”

Datang dalam riwayat yang lain bahwasanya Rasulullah saw membaca ayat ini lalu beliau bersabda :

“Wahai Abu Dzar, sekiranya penduduk dunia mengambil ayat ini, niscaya itu cukup bagi mereka.” 1)

(Sekiranya penduduk bumi mengambil ayat ini, niscaya itu cukup bagi mereka). Riwayat ini dibenarkan hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Hibban dan Ibnu Majah. Dan berkata At-Tirmidzi perihal hadits ini : hasan shahih.

“Andaikan kamu bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, niscaya Allah akan memberikan rezki kepadamu sebagaimana Dia memberi rezki kepada burung. Terbang keluar di pagi hari dengan perut kosong dan kembali di senja hari dengan perut kenyang.” 2)

Andaikan kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, pasti Allah akan memberikan rezki kepadamu sebagaimana Dia memberikan rezki kepada burung … burung itu, keluar dari sarangnya pada pagi hari tanpa tahu di mana rezkinya berada?!! Di mana ia akan menemukanbiji-bijian? Dan dari mana ia akan mendapatkan makanan untuk anak-anaknya yang masih kecil? Akan tetapi ia pergi pada pagi hari dalam keadaan kosong perutnya –yakni lapar— dan pulang di senja hari dalam keadaan penuh perutnya –yakni kenyang—.


“Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rizkinya sendiri.Allah-lah yang memberi rizki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-‘Ankabut : 60)


(Dan berapa banyak binatang yang tidak dapat membawa rizkinya) di atas punggungnya. (Allah-lah yang memberi rizki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.)

Ayat ini datang di belakang ayat-ayat mengenai hijrah. Yang mana hijrah menjadi sebab kekhawatiran atas terputusnya aliran makanan, minuman serta keamanan.

“Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, sesungguhnya bumi-Ku luas, maka sembahlah Aku saja.” (QS. Al-‘Ankabut : 56)

Carilah tempat untuk beribadah di manapun adanya, karena bumi Allah itu amat luas. Meski harus berhijrah ke tempat yang jauh sekalipun.

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan. Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, sesungguhnya akan Kami tempatkan mereka pada tempat-tempat yang tinggi di dalam surga, yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal didalamnya.Itulah sebaik-baik pembalasan bagi orang-orang yang beramal, (yaitu) yang bersabar dan bertawakkal kepada Rabbnya.” (QS. Al-‘Ankabut : 57-59)

(Alladziina shabaruu wa ‘alaa rabbihim yatawakkaluuna, wa ka’ayyin min daabbatin artinya : --yaitu—mereka yang bersabar dan bertawakkal kepada Tuhannya, dan berapa banyak binatang …) dalam ayat ini, rezki dikaitkan dengan tawakkal kepada Allah swt.

Banyak binatang yang tidak dapat membawa (mengurus sendiri) rezkinya, namun Allah-lah yang memberikan rezki padanya sebelum kalian (Allahummarzuqhaa wa iyyaakum wa huwa as-samii’u 'al-‘aliimu, artinya : Allahlah yang memberikan rezki kepadanya dan kepada kalian, dan Dia Maha Mendengaar lagi Maha Mengetahui) Dia Maha Mendengaar akan hajat hamba-hamba-Nya dan permohonan mereka. Dan Dia mengetahui hajat makhluk-makhluk-Nya lalu memberikan rezki kepada mereka. Apabila Rabbul ‘Izzati memberikan rezki kepada yang bisu dan tuli … memberi rezki binatang-binatang yang tidak tahu ke mana akan pergi dan tidak tahu dari mana mendapatkan makanan. Dan Dia menjamin kehidupannya. Rezki mereka terikat dengan nafasnya … rezkinya teerikat dengan nafasnya sampai sang nyawa meninggalkan jasadnya. Maka rezki manusia tidak akan pernah terhenti/terputus melainkan bersamaan dengan detik akhir kehidupannya. Keduanya –yakni rezki dan nafas— merupakan dua gelang yang bersambungan dan tiada akan pernah terpisah selamanya. Bahkan keduanya adalah dua muka dari satu mata uang, yakni mata uang kehidupan. Pada salah satu mukanya tertulis rezkinya dan pada muka yang lain tertulis hidup/ajalnya.

Wahai saudaraku, janganlah engkau berfikir atau berprasangka buruk terhadap Rabbul ‘Alamien. Rasulullah saw bersabda :

“Ruhul Amin (Jibril) membisikkan ke dalam hatiku bahwasanya tidak akan mati suatu jiwa melainkan sampai sempurna lebih dahulu rezki dan ajalnya –namun yang diminta dari kalian adalah dua perkara : Takwa dan memperbagus cara di dalam mencari rezki—maka takwalah kamu kepada Allah dan perbaguslah cara kamu di dalam mencari rezki.

Yakni, berlaku takwa dalam mengambil yang halal dari tempatnya dan meninggalkan yang haram di tempatnya. Takwalah kamu sekalian kepada Allah dan perbaguslah cara kamu dalam mencari rezki. Jangan terlalu loba terhadap harta dunia sehingga melalaikanmu dari Rabb kamu. Rezki itu telah dibatasi dan ajalpun telah ditentukan. Dan kamu tidak akan sampai kepada Tuhanmu sehingga Dirham terakhir dari rezkimu berakhir. Sebagaimana ucapan Umar r.a. : “Anta seorang hamba dengan rezkinya ada tutup/tabir tipis. Jika hamba tersebut sabar, maka rezki itu akan sampai kepadanya. Dan apabila ia mengoyaknya –yakni mengoyak tabir itu—maka ia tidak akan mendapatkan kecuali apa yang telah ditentukan baginya.”

A. Percaya Penuh Kepada Allah

Tawakkal bukan berarti meninggalkan usaha dan ikhtiar. Tawakkal artinya penuh rasa percaya kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan mengetahui bahwa yang memberi manfaat, yang memberi madharat, yang memberi dan yang mencegah adalah Allah. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. Pada Ibnu Abbas :

“Hai anak, akan saya ajarkan kepadamu beberapa kalimat : 

1. Peliharalah (perintah) Allah, niscaya Allah memeliharamu dan peliharalah (larangan) Allah, niscaya kamu dapati Allah selalu di hadapanmu.

2. Kenalkan dirimu kepada Allah pada waktu senang, niscaya Allah akan mengenal/mengingatmu di waktu sukar.

3. Apabila kamu meminta, maka mintalha kepada Allah, dan apabila kamu minta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepada Allah.

4. Ketahuilah olehmu, bahwasanya andaikan umat manusia bersepakat hendak memberikan suatu madharat (bahaya) padamu, maka mereka tidak akan dapat memberimu madharat melainkan suatu madharat yang telah lebih dahulu Allah tetapkan atasmu. Ketahuilah olehmu, bahwasanya andaikan umat manusia bersepakat hendak memberi sesuatu manfaat kepadamu, maka mereka tidaka kan dapat memberimu manfaat melainkan suatu manfaat yang telah lebih dahulu ditetapkan Allah atasmu. Telah diangkat qalam (pena) dan telah kering lembaran/kertas.” 

Dalam riwayat ain oleh At-Tirmidzi dan yang lain disebutkan :

“Ketahuilah olehmu, bahwa apa yang akan menimpamu tidak akan luput daripadamu. Dan ketahuilah bahwa apa yang terlepas daripadamu tidaka kan menimpa/mengenaimu. Ketahuilah bahwa kemenangan itu beserta kesabaran dan bersama kesusahan itu ada kegembiraan dan bersama kesulitan itu ada kemudahan.”

Akan tetapi seperti yang telah saya katakan kepada kalian : Percaya penuh kepada Allah ‘Azza wa Jalla bahwa Dialah yang memberi dan yang mencegah, Dialah yang memberi manfaat dan yang memberi madharat.

“Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya selain Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.” (QS. Al-An’am : 17)

“Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yunus : 107)

Percaya kepada Allah ‘Azza wa Jalla inilah yang mendorong kaum salafus shalih untuk tidak mengejer-ngejar dunia dan tidak pula melupakan kewajiban mereka yang utama. Kewajiban itu ialah mewujudkan peribadatan kepada Allah di muka bumi, menerapkan syari’at Allah dalam kehidupan nyata, menegakkan agama-Nya, membangun masyarakat yang sehat dan bersih berdasarkan kaidah-kaidah yang suci dan dasar-dasar yang kuat.

Adalah salah sorang di antara mereka pergi ke pasar, lalu membeli seekor kambing dan kemudian menjualnya. Dapatlah dia untung 1 Dinar dari hasil penjualannya. Lalu uang 1 Dinar itu dia pakai untuk belanja hidupnya selama seminggu penuh. Kemudian kembali lagi ke pasar pada minggu berikutnya dan bekerja seperti sebelumnya. Duniatidak membuat mereka sibuk sehingga melalaikan/mengurangi aktivitasnya dalam beribadah. Tubuh mereka berada di atas bumi, namun ruh mereka bergantung pada malaikat di langit tinggi. Seperti kata Ali r.a. : “Alangkah nikmatnya bersikap ridha terhadap rezki Allah, bertawakkal pada-Nya dan percaya pada Allah bahwa Dialah yang memberi rezki dan memberi manfaat, bahwa Dialah yang memberi madharat, memberi pertolongan dan yang mencgah –pemberian--. Semua ini tidak berarti bahwa seorang tidak lagi perlu berusaha dan berikhtiar (mengambil sebab atau lantaran).”

Mengambil lantaran termasuk sunnah Rasulullah saw., sedangkan tawakkal adalah hal keadaan Rasulullah saw. Jadi barangsiapa mencela aktivitas –sebagaimana kata Sahl At-Tasturi-- : “Barangsiapa mencela aktivitas, maka sesungguhnya dia telah mencela sunnah. Dan barangsiapa mencela tawakkal, maka sesungguhnya dia telah mencela iman.” … oleh karena aktivitas –yakni mengambil lantaran—adalah sunnah Nabi saw, sedangkan tawakkal adalah hal keadaan Nabi saw. Maka barangsiapa mengambil hal keadaan Nabi saw, maka jangan sampai dia meninggalkan sunnahnya.

Manusia atau amal perbuatan jika dikaitkan dengan aktivitas dan pengambilan lantaran ada tiga golongan.

B. Macam-Macam Tawakkal

Amal perbuatan yang pertama yakni : Amal shaleh dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan. Amal perbuatan ini tidak bertentangan dengan sikap tawakkal, bahkan justru harus dikerjakan baru kemudian bertawakkal kepada Allah, dengan harapan Allah menerimanya dan memberikan kepada kita karunia berupa niat yang baik dan maksud yang tulus.

Shalat, puasa, haji dan jihad merupakan perintah Allah yang turun dari atas lapisan langit yang tujuh. Maka jangan sampai engkau tinggalkan dan mengatakan : “Takdir telah dibagi-bagi (ditetapkan) Allah telah mengambil dua genggaman. Genggaman di dalam surga dan memasukkannya ke sana. Dan satu genggaman yang lain dilemparkan ke dalam neraka. Maka dari itu saya tidak akan peduli!!!” Jangan, jangan pernah berkata demikian. Sebab dahulu para sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah saw : (Jika demikian ya Rasulullah, apa gunanya beramal? Kenapa kami harus beramal? Jika sekelompok telah dipastikan masuk surga dan sekelompok lain telah dipastikan masuk neraka?! Namun beliau menjawab : “Bekerjalah kalian, karena setiap orang dimudahkan untuk melakukan perbuatan sesuai dengan apa yang telah diciptakan baginya.” 

--Bekerjalah kalian, karena setiap orang dimudahkan untuk melakukan perbuatan sesuai dengan apa yang telah diciptakan baginya.—

“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertaqwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.” (QS. Al-Lail : 5-10)

Jenis amal perbuatan yang kedua yakni : Perbuatan yang sudah biasa berlaku menurut adat kebiasaan dalam kehidupan. Jadi menurut kebiasaan, semua manusia tidak akan bisa bertahan hidup tanpa melakukan perbuatan/aktivitas seperti : makan, minum, tidur dan lain-lain. Untuk perbuatan/aktivitas semacam ini, maka kita diperintahkan untuk mengambil secukupnya buat mendukung perjalanan kita menuju alam akhirat dan untuk mempersiapkan bekal kembali kita kepada Allah. Akan tetapi Allah ‘Azza wa Jalla memberikan kekuatan kepada sejumlah orang sehingga mereka mampu meninggalkan makan, minum dan tidur dalam tempo masa yang tertentu. Maka tidak mengapa bagi mereka beruat sesuai dengan kadar kekuatan yang diberikan Allah pada mereka. Seperti kemampuan yang dimiliki Rasulullah saw. Beliau mampu untuk tidak makan dan minum selama beberapa hari. Namun demikian beliau melarang para sahabatnya melakukan puasa wishal –yakni melakukan puasa nonstop selama berhari-hari tanpa mengecap makanan dan minuman—. Lalu para sahabat mengatakan : “Tapi kenapa baginda berpuasa wishal ya Rasulullah?” Maka beliau menjawab :

“Sesungguhnya aku bermalam-amalam di sisi Tuhanku. Diberi-Nya aku makan dan minum …” 5)

Yakni, seolah-olah tirai-tira pembuka Rabbani dan ma’rifat-ma’rifat ilahi yang dimasukkan Allah ke dalam hatinya membuat beliau lalai makan dan tidak berhajat lagi pada bekal. Sebagaimana ucapan penyair di bawah ini :

" Hati senantiasa berisik menyebut-Mu

Sehinggga ia lalai akan makan dan lengah menyiapkan bekal"

Ada di antara para sahabat dahulu yang melakukan puasa wishal. Diriwayatkan suatu khabar dari Ibnu Zubair, bahwasanya dia pernah melakukan puasa wishal selama delapan hari. Diriwayatkan dari Ibnu Jauza’ bahwasanya dia pernah berpuasa wishal selama tujuh hari. Kendati demikian, tatkala ia memegang kaki depan seekor biri-biri, maka hampir saja ia mematahkan kakinya. Adalah Al-Hajaj bin Farafisyah selama sepuluh hari tidak makan, tidak minum dan tidak tidur. Dan adalah Abu Ibrahim At-Taimi, seorang tabi’in, tinggal di suatu tempat selama dua bulan tanpa makan dan minum Cuma hanya meminum seteguk minuman manis. 

Orang-orang semacam mereka tidak mengapa berpuasa wishal. Dan tidak mengapa pula bagi mereka mempergunakan kekuatan yang diberikan Allah ‘Azza wa Jalla kepada mereka. Adapun jika puasa wishal atau sedikit makan atau beramal terus menerus dapat mempengaruhi jasad, maka orang demikian dicela Allah. Jika badannya lemah dan rusak karenanya, maka orang tersebut dicela, bahkan akan disiksa. Jika seseorang meninggalkan makan sementara ia mampu mengusahakannya atau meninggalkan minuman yang berada di hadapannya, sehingga hal itu membahayakan badannya, maka ia kembali dalam keadaan membawa dosa dan bukan membawa pahala.

Adalah orang-orang salaf --semoga Allah meridhai mereka—memungkiri perbuatan Abdurrahman bin Ghanam yang meninggalkan makan sampai berhari-hari sehingga lemah tubuhnya. Karena tubuhnya lemah, mereka menjenguknya.

Perkara-perkara yang berkaitan dengan ketaatan kepada Allah harus diambil. Sedangkan kelaziman yang diberlakukan Allah dalam hidup atas semua manusia seperti makan dan minum, maka harus diambil sekedar yang bisa mencukupinya untuk melangsungkan hidup. Dan sekedar apa yang dapat memberikan kekuatan padanya untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya dan ibadah-ibadahnya. Berkata Anas r.a. tentang diri Abu Thalhah, suami ibunya –Ummu Sulaim—; “Adalah Abu Thalhah termasuk di antara ksatria kaum muslimin dan prajuritnya yang gagah berani.”

Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah saw bersabda :

“Suara Abu Thalhah dalam pasukan adalah lebih baik dari seribu pedang.” 6)

Anas meriwayatkan bahwasanya Abu Thalhah telah membunuh 20 orang Yahudi pada perang Khaibar, dan berhasil mengambil barang rampasan dari mereka yang telah dibunuhnya. Abu Thalhah terkenal sangat perwira dan pemberani. Kata Anas : “Tak pernah kulihat Abu Thalhah berpuasa pada masa kehidupan Rasulullah saw. Yang demikian itu adalah untuk membuatnya kuat dalam jihad. --Riwayat Al-Bukhari--. Dan tatkala Rasulullah saw telah wafat, maka tak pernah kulihat sama sekali ada asap yang mengepul dari dalam rumahnya.”

Tak pernah pada zaman Rasulullah saw Abu Thalhah berpuasa –yakni untuk memperkuat dirinya dalam jihad—. Maka dari itu disunnahkan dalam medan pertempuran dan di bumi ribath untuk memperkuat diri dan berbuka guna menghimpun kekuatan untuk menghadapi musuh. Oleh karena Allah menyukai orang-orang yang kuat di tempat peperangan itu dengan gagah berani, namun apabila ada seseorang yang mendapatkan kekuatan dalam dirinya untuk berpuasa di bumi ribath dan sebelum pertempuran, maka tidak mengapa atasnya berbuat demikian …. Jika engkau dapati dalam dirimu daya dan kekuatan, maka berpuasa sehari di jalan Allah bisa menjauhkan dirimu dari neraka sejauh 70 parit.

Dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah saw bersabda :

“Barangsiapa berpuasa sehari di jalan Allah, maka Allah menjauhkan antara wajah/dirinya dengan neraka sejarak 70 parit.”

Adapun jenis amal perbuatan yang ketiga adalah : amal perbuatan yang pada umumnya dikerjakan manusia dalam hidupnya di dunia. Namun bukan berarti tanpa aktivitas semacam ini manusia tidak dapat hidup. Contohnya antara lain adalah berobat. Namun demikian banyak juga di antara manusia yang tidak mau berobat. Para fuqaha’ berselisih pendapat mengenai apakah berobat itu merupakan perkara yang wajib, atau sunnah atau mubah.

Imam Ahmad berpendapat bahwa meninggalkan berobat itu lebih utama daripada berobat. Dia mendasari pendapatnya dengan hadits Rasulullah saw berikut ini :

Tujuh puluh ribu orang di antara umatku yang masuk surga tanpa dihisab. Lalu para sahabat bertanya : “Wahai Rasulullah! Sebutkanlah pada kami siapa mereka itu?” Maka beliau menjawab : “Mereka yang tidak pernah menebak nasib dengan perantaraan burung, yang tidak pernah menjampi atau minta dijampi yang tidak pernah menusuk anggota tubuhnya dengan besi panas –untuk mengobatinya—.” 7)

Kata Ahmad : “Sesungguhnya hadits ini menunjukkan bahwa meninggalkan berobat adalah lebih utama daripada berobat. Oleh karena “ruqyah/jampi” adalah mengambil sesuatu untuk mengobati penyakit baik jampi tersebut berupa obat atau berbentuk yang lain.”

Akan tetapi sebagian fuqaha’ menolak pendapat Ahmad. Mereka mengatakan bahwa maksud ruqyah dalam hadits ini adalah ruqyah yang makruh. Sebab kata ini datang antara kata Tathayyur/menebak nasib dengan perantaan burung dan kata Kayyun/menusuk anggota tubuh dengan besi panas. Kedua perkara ini makruh dalam sunnah. Jadi ruqyah yang dilarang daripadanya yang mencegah seseorang masuk dalam hitungan 70.000 yang masuk surga tanpa dihisab adalah ruqyah makruh, yang dilarang dalam sunnah Rasulullah saw. 

Adapun Malik dan Abu Hanifah, maka keduanya membolehkan berobat. Sementara Asy-Syafi’i menyatakan kesunnahannya. Datang riwayat dalam hadits shahih atau hasan pada Kitab Sunan, bahwanya para sahabat bertanya kepada Rasulullah saw : “Wahai Rasulullah apa pendapat baginda mengenai jampi yang kami minta untuk mengobati sakit kami, adakah ia dapat berfaidah dari taqdir Allah?” Maka beliau menjawab : “Jampi itu termasuk takdir Allah.”

Di antaranya juga ialah mencari rezki. Manusia awam pada umumnya mencari rezki untuk menopang kehidupannya, namun demikian ada sekelompok kecil manusia yang melanggar adat kebiasaan tersebut, yakni bekerja untuk mendapatkan rezki. Rabbul ‘Izzati telah menurunkan ayat-ayatnya, memberlakukan hukumnya serta menegakkan aturan-aturannya bgi manusia pada umumnya, akan tetapi tidak memberlakukannya atas sekelompok kecil manusia. Mereka telah keluar jauh dari kemampuan rata-rata manusia dalam detik-detik waktu tertentu atau dalam periode waktu tertentu. Mencari rezki merupakan perintah Allah ‘Azza wa Jalla. Maka dari itu kita harus berusaha untuk mendapatkannya. Allah Ta’ala berfirman : 

“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (Al-Jumu’ah : 10)

Rezki itu kadang bisa bertambah dengan ketaatan, dan berkurang dengan kemaksiatan. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Tsaubun, Rasulullah saw bersabda :

“Sesungguhnya seorang hamba benar-benar dicegah daripada mendapat­kan rezki lantaran dosa yang ia perbuat.”

Dalam Al-Qur’anul Karim Allah Ta’ala berfirman :

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS. Al-A’raf : 96)

Oleh karena itu, datang riwayat dalam sebuah hadits shahih : Bahwasanya pada akhir zaman nanti, pada waktu syari’at Islam diterapkan dan agama Islam terentang di permukaan umi –yakni seperti orang yang beristirahat seraya merentangkan kedua kaki dan tangannya di tanah—

“pada waktu agama Islam tersebar di seluruh permukaan bumi, maka pada saat itu langit tidak menyisakan sedikitpun dari berkahnya melainkan ia curahkan semuanya. Dan bumi tidak menyisakan sedikitpun dari kebaikannya, melainkan ia tumbuhkan/munculkan semuanya.” 8)

Dalam beberapa riwayat dikatakan : Kami mendapati dalam gudang-gudang penyimpanan pemerintah Khalifah Umar bin Abdul Aziz bulir gandum yang berbentuk seperti biji buah korma dan tertulis di sampingnya : “Ini adalah pertemuan keadilan di bumi.”

Kalian tahu bahwa ketika Umar bin Khatthab r.a. mengutus Mu’atdz bin Jabal ke Yaman, maka pada tahun pertamanya Mu’adz mengirimkan sepertiga harta zakat kepada Umar. Lalu Umar mengirimkan risalah kepada Mu’adz. Kata Umar dalam risalahnya : “Sesungguhnya aku tidak memerintahmu untuk mengambil harta orang-orang kaya guna kau kirimkan padaku. Sesungguhnya aku mengutusmu adalah untuk mengembalikan sebagian harta orang-orang kaya kepada kaum fakir miskinnya.” Kemudian sebagai jawabannya Mu’adz bin Jabal mengirim risalah kepada Umar. Isinya adalah sebagai berikut : “Apakah engkau mengira aku mengirimkan harta zakat itu sebelum aku bagi-bagikan kepada fakir miskin? Tidak, aku tidak melakukannya melainkan sesudah harta orang-orang kaya itu ternyata melebihi kebutuhan orang-orang miskinnya. Dan kelebihannya itulah yang kukirimkan padamu.” Pada tahun berikutnya, Mu’adz mengirim separuh dari harta zakat kepada Umar. Dan pada tahun yang ketiga, dia mengirimkan seluruh h ata zakat penduduk Yaman kepada Amirul Mukminin Umar bin Khatthab.

Dalam riwayat Yahya bin Sa’id dikatakan : Bahwasanya ia mengumpulkan zakat penduduk Afrika. Lalu is menyerukan maklumat kepada khalayak selama sebulan penuh. Katanya : Siapa saja yang memerlukajn/menghajatkan harta ini, maka silakan ia datang kepada kami. Namun tak ada seorangpun yang datang. Akhirnya Yahya mengirimkan harta zakat itu kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz.

Lalu perawi melanjutkan : “Keadilan Umar bin Abdul Aziz, berkat karunia Allah dan anugerah-Nya, membuat kecukupan semua orang.”

Akan tetapi di sana ada sebagian manusia yang dikarenakan oleh suatu situasi dan kondisi tertentu, maka Allah memecahkan adat kebiasaan bagi mereka. Orang-orang seperti ini tak lagi mengambil lantaran dalam mendapatkan rezki. Mereka adalah manusia-manusia istimewa. Orang-orang pilihan yang tidak berlaku atas mereka kaidah. Mereka telah keluar dari hukum yang besar. Undang-undang besar yang berlaku atas kehidupan. Yakni menggerakkan anggota badan untuk mencari rezki. Akan tetapi dengan satu syarat (Fattaqullaha wa ajmiluu fith thalab, artinya Takwalah kamu kepada Allah dan perbaguslah caramu dalam mencari rezki).

Nabi Ilyas a.s. tinggal selama dua puluh hari atau empat puluh hari di gunung. Beliau lari dari kaumnya yang memusuhi dakwahnya. Selama beliau tinggal dalam gua di gunung itu, maka seekor burung gagak membawakan makanan untuknya tiap hari. 

Ketika Washil bin Ahdab membaca ayat yang artinya : “Dan di langit terdapat rezkimu serta apa-apa yang dijanjikan kepadamu.” (QS. Adz-Dzarriyat : 22), maka dia mengatakan : “Jika rezkiku ada di langit, maka mengapa saya harus mencarinya di bumi?” Orang ini menyalahi hukum dan undang-undang hidup di dunia. Maka dia masuk gua dan tinggal di sana. Tiga hari berlalu, namun tak ada sesuatu yang datang padanya. Kemudian pada hari yang keempat, mendadak ada sebakul buah korma di sampingnya. Kemudian saudara laki-lakinya j uga turut masuk ke gua tersebut. Kedua-duanya terpisah dan terasing dari kehidupan di sekelilingnya. Maka demikianlah, selalu ada dua bakul korma yang datang di gua pengasingan mereka sampai mereka menemui ajal di sana.

Terdapat riwayat yang kuat dalam hadits shahih 9) : Bahwasanya Nabi Ibrahim a.s. kekasih Allah meninggalkan Siti Hajar sendirian tanpa memberinya bekal makan dan minuman. Maka Siti Hajar bertanya : “Kepada siapa engkau titipkan kami?” “Sesungguhnya ini adalah perintah Tuhanku.” Jawab Nabi Ibrahim. Mendengar jawaban Nabi Ibrahim, Siti Hajar berujar, “Jika demikian, pasti Dia tidak akan menelantarkan kami …” Dan akhirnya, berkat ketabahan Siti Hajar, Allah menerbitkan mata air zam-zam untuk Siti Hajar dan anaknya, Nabi Isma’il. Adalah air zam-zam, yang tidak pernah kering dan tidak pernah berhenti mengalir, akan senantiasa terus memberikan air minum bagi rombongan haji yang berjumlah sangat besar sampai hari kiamat nanti insya Allah.

Ishaq bin Rahawaih pernah ditanya : “Apakah boleh seseorang akan ke padang pasir tanpa membawa bekal makanan dan minuman.” Maka ia memberikan jawaban sebagai berikut : “Jika orang tersebut seperti Abdullah bin Jubair, maka boleh lah ia berbuat demikian. Adapun jika orang tersebut tidak merasa yakin bahwa dirinya mampu bersabar atau perjalanan tersebut justru malah akan menyebabkan rasa putus asa pada dirinya serta menimbulkan keraguan dan kemarahannya terhadap ketentuan yang ada atau menimbulkan rasa dongkolnya terhadap apa yang telah berjalan dan berlalu, maka orang ini tidak boleh melanjutkan perjalanannya atau berjalan di padang pasir tanpa membawa perbekalan.”

Diriwayatkan bahwasanya Umar bin Khatthab pernah melihat beberapa orang lelaki dari penduduk Yaman yang pergi haji tanpa membawa makanan dan bekal. Lalu ia bertanya : “Ajpa yang kalian perbuat?” “Kami adalah orang-orang yang bertawakkal.” Jawab mereka. Namun Umar menyangkal jawaban mereka dengan menyatakan : “Kalian adalah orang-orang yang dimakan karat –yakni gembel jelata—bukan orang-orang yang bertawakkal.”

Ya memamng benar, mereka adalah orang-orang jembel jelata, kr mereka pergi haji tanpa membawa bekal apa-apa. Lalu di tengah jalan mereka minta-minta kepada manusia dan menerima makanan dan minuman mereka. 

Oleh karena itu, Rasulullah saw di dalam persoalan-persoalan ini berjalan mengikuti sebab-sebab yang biasa berlaku.

Saya katakan : “Adalah Rasulullah saw berjalan mengikuti sebab-sebab yang berlaku pada umumnya dan bekerja menurut hukum-hukum yang telah disunnahkan Allah ‘Azza wa Jalla. Adalah beliau dahulu pernah mempekerjakan dirinya untuk mendapat upah. Demikian pula Abu Bakar dan Umar, mereka dahulu bekerja untuk memperoleh upah. Para sahabat r.a. bekerja untuk memperoleh upah dan tidak pernah diketahui dari mereka bahwasanya mereka memutuskan ikhtiar dan hanya bersandar kepada doa. Sebagaimana sabda Rasulullah saw kepada seseorang yang menyakan padanya :

“Apakah aku harus menambatkan onta ini atau cukup bertawakkal saja/” Beliau menjawab, “Tambatkan onta itu dan kemudian bertawakkallah.” 10)

Pernah suatu ketika Ibnu Abbas lewat di hadapan seseorang laki-laki yang berdiri di samping ontanya yang kudisan/kurapan. Lalu laki-laki tadi berkata : “Hai Ibnu Abbas, saya telah berdoa agar supaya Allah menyembuhkan penyakit onta saya, namun Dia tidak menyembuhkannya.” Lalu Ibnu Abbas berkata : “Sertailah doamu dengan mengoleskan sedikit ter padanya.”

Pada akhirnya … kita harus berusaha dan berbuat menurut sebab yang biasa berlaku, namun demikian kita harus bertawakkal kepada Allah, jangan sampai dunia memakan kita atau memangsa kita, atau kita berikan seluruh waktu kita untuk dunia atau kita bekerja untuk dunia dengan mengerahkan seluruh kekuatan anggota badan kita, kekuatan spiritual kita dan kehidupan kita. Karena sesungguhnya rezki itu telah ditentukan dan terbatas. Akan tetapi harus mencari dengan cara yang baik … tidak loba terhadap dunia … tidak masuk wilayah yang haram … tidak lali terhdap perkara yang paling penting dalam kehidupan di dunia ini. Perkara yang mana untuk kepentingan tersebut manusia dan jin diciptakan , yakni : mereka merealisir kewajiban beribadah kepada Allah di atas dunia.

Berkata Mutsannah Al-Anbari –dia adalah sahabat Ahmad Rahimahullah-- : “Janganlah kalian terlalu berfikir terhadap apa yang telah ditanggung/dijamin –yang telah dijamin itu adalah rezki dan ajal--, sehingga kalian berburuk sangka terhadap Yang menjamin –yakni Rabbul ‘Alamin--, dan tidak ridha dengan rezki yang diberikan-Nya.”

C. Derajat Tawakal

Ada tiga derajat dalam tawakkal. Adapun uraiannya adalah sebagai berikut :

Pertama : Tidak mengeluh terhadap penyakit, rezki, kefakiran, kebutuhan dan lain-lain.
Kedua : ridha.
Ketiga : Mahabbah/kecintaan.

Derajat tawakkal yang pertama adalah derajat tawakkal orang-orang zuhud, yakni : Tidak mengeluh terhadap penyakit, rasa sakit, kemiskinan dan lain-lain.

“Jika dirimu ditimpa satu musibah, maka bersabarlah engkau dengan sepenuh kesabaran, karena sesungguhnya kesabaran itu akan membuat mulia. Dan jika engkau mengeluh kepada anak Adam, maka sesungguhnya engkau mengadu kepada seseorang yang tidak bisa memberikan belas kasih.”

Derajat tawakkal yang kedua adalah ridha. Derajat tawakal ini lebih tinggi daripada meninggalkan keluh kesah.

Derajat tawakkal yang ketiga adalah Mahabbah, yakni engkau menyenangi apa saja yang datang pada dirimu berupa nikmat ataupun musibah.

Umar r.a. berkata : “Andaikan sabar dan syukur adalah dua jenis kendaraan, maka aku tidak akan peduli mana yang akan aku tunggangi.”

Umar bin Abdul Aziz Rahimahullah berkata : “Aku berpagi-pagi dalam keadaan tidak ada kesenangan dalam diriku melainkan pada sesuatu yang berkaitan dengan qadha’ dan takdir. Jika sakit datang, maka aku bersabar sehingga aku merasa senang –karenanya--. Dan jika kebaikan datang, maka aku bersyukur sehingga aku merasa senang –karenanya--.

Wahai saudara-saudaraku … Bertakwalah kepada Allah, percayalah akan rahmat-Nya da yakinlah bahwasanya Allah-lah yang menjamin rezkimu dan ajalmu.

Jihad bisa tegak dengan adanya sifat tawakkal kepada Allah, khususnya dalam dua aspek kehidupan di bawah ini :

Khawatir tidak mendapatkan rezki … dan takut akan ajal

Kedua perkara ini telah dijamin oleh Rabbul ‘Alamin dan Dia sebutkan pada banyak tempat di dalam Kitab-Nya.

Al-Ashma’i bercerita : “Suatu hari, ketika aku sedang duduk di Masjid Kufah mengajarkan ilmu kepada orang-orang, tiba-tiba masuk seorang lelaki Badui. Kebetulan saat itu aku tengah menafsirkan firman Allah Ta’ala : (Wa fis samaa’i rizqukum wa maa tuu’aduun, artinya : Dan di langit terdapat rezkimu dan apa-apa yang dijanjikan kepadamu) Maka ia bertanya : “Siapa yang mengatakan ucapan itu hai Ashma’i?” “Rabbul ‘Alamin.” Jawabku. Lantas lelaki Badui tadi bergegas keluar dari masjid menuju tempat ontanya. Onta tersebut disembelihnya dan kemudian ia mengajak orang-orang makan seraya mengatakan : “Kemarilah wahai saudara-saudara, sepanjang rezki kita dan apa-apa yang dijanjikan buat kita terdapat di langit, maka makanlah kalian.”

Al-Ashma’i melanjutkan : “Kemudian pada tahun depannya, ketika aku sedang thawaf di Baitullah tiba-tiba ada seseorang yang menarikku dari kerumunan orang-orang yang sedang thawaf. Dia bertanya, “Bukankah engkau Ashma’i?” “Betul.” Jawabku. Lantas dia mengatakan : “Sungguh aku mendapati ayat itu benar-benar nyata dalam kehidupanku. Wahai Ashma’i tambahkan padaku ayat!” kemudian aku menambah ayat lain :

“Maka demi Rabb langit dan bumi, sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan terjadi) seperti perkataan yang kamu ucapkan.” (QS. Adz-Dzarriyat : 23).

Mendengar ayat ini, wajah lelaki badui tadi mendadak menjadi kuning dan memucat. Dia mengatakan : “Celaka siapakah yang tidak mempercayai perkataan Al-Jabbar (Dzat Yang Maha Perkasa) sehingga Dia sampai bersumpah seperti itu.” …. Demikianlah, dia terus menerus mengulang perkataan itu hingga tubuhnya ambruk ke tanah. Lalu kuraba denyut nadinya dan ternyata nyawanya telah putus.”

Saya cukupkan sampai di sini, dan saya mohon ampunan kepada Allah untuk diri saya dan diri kalian ….

D. Khotbah Kedua

Segala puji bagi Allah, kemudian segala puji bagi Allah. Mudah-mudahan kesejahteraan dan keselamatan senantiasa dilimpahkan kepada Rasulullah junjungan kita Muhammad bin Abdullah serta kepada keluarga, sahabat dan orang-orang yang mengikutinya.

Allah Ta’ala berfirman :

“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar, dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS. At-Thalaq : 2-3)

Diriwayatkan ada seorang lelaki menjatuhkan thalaq tiga kali kepada istrinya. Lalu dia datang kepada Ibnu Abbas dan mengatakan : “Hai Ibnu Abbas, aku telah mentalak istriku tiga kali dalam satu majlis --yakni menjatuhkan ucapan thalaq tiga kali sekaligus--.” Maka Ibnu Abbas mengatakan padanya : “Engkau tidak bertakwa kepada Allah sehingga Allah tidak mengadakan j alan keluar bagimu.”

Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla telah menentukan takdir seluruh makhluk ciptaan-Nya lima puluh tribu tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi. Maka dari itu berlaku tenanglah kalian dalam soal rezki. Percaya dan yakinlah pada Tuhan kalian bahwasanya :

“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya.” (QS. Ali Imran : 145)

Percaya kepada Allah adalah sebab kemenangan, sebab keteguhan, sebab kesuksesan di dunia, dan sebab ketinggian di akhirat.

E. Dialog dan Seruan

Pernah suatu ketika saya melemparkan pertanyaan kepada para mahasiswa sebuah perguruan tinggi tempat saya mengajar : “Mana yang lebih kuat antara Amerika atau Rabbul ‘Alamin?” Lalu para mahasiswa tadi menjawab : “Ustadz, pertanyaan semacam ini tidak akan pernah ditanyakan oleh orang yang beriman.” Kemudian mereka saya tanya : “Apakah kalian percaya bahwa Allah lebih kuat daripada Amerika? Apakah kalian betul-betul yakin bahwa Rabbul ‘Izzati (Tuhan Yang Maha Perkasa) lebih kuar dari rudal-rudalnya dan armada-armada tentaranya/” Mereka menjawab serentak : “Itu tak perlu diragukan lagi.” Lalu saya katakan pada mereka : “Demi Allah, andaikan negeri-negeri Islam percaya bahwa Allah lebih kuat daripada Israil, maka kita tidak akan pernah mengalami kekalahan di semua medan kehidupan kita. Kita tidak akan kembali menelan kehinaan, penyesalan dan kerendahan dalam setiap aspek kehidupan … sekiranya kita meyakini bahwa Allah lebih tinggi, lebih agung dan lebih besar daripada Israil, maka kita tidak akan terjerumus lagi ke dalam lembah kehinaan seperti yang pernah menimpa kita.

Sekarang, siapa yang lebih kuat, Allah atau Rusia? Mana yang lebih kuat, Allah atau Amerika?

Orang-orang Afghan harus percaya dan yakin bahwasanya Allah ‘Azza wa Jalla, yang memenangkan mereka pada saat mana mereka dahulu berjihad dengan senjata tongkat dan batu melawan tank-tank, mampu untuk memenangkan mereka. Meski sekarang ini, sebagian besar puncak-puncak gunung telah diperkuat dengan senjata ZPU (anti pesawat tempur), namun mereka harus tetap yakin bahwa Allah-lah yang memenangkan mereka bukan senjata mereka. Mereka harus yakin; baik manusia membantu mereka atau tidak, baik Pakistan membuka wilayah perbatasannya atau tidak; bahwasanya Allah mampu untuk memenangkan mereka dengan satu syarat : Mereka harus bertawakkal kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan merasa yakin bahwa Allah lebih besar daripada komplotan negara-negara dunia. Bahwasanya :

“Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri.” (QS. Fathir : 43)

“Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (QS. Ali Imran : 54)

“Dan sesungguhnya makar mereka itu (amat besar) sehingga gunung-gunung dapat lenyap karenanya.” (QS. Ibrahim : 46)

Tipu daya Tuhanmu amatlah kuat dan siksaan-Nya amatlah keras, kamu sekalian tidak akan mungkin mampu menghadapinya.

F. Hukum bagi Bekas Raja Zhahir Syah

Kepada mereka, kaum pengecut, penghasut dan penghalang yang mengatakan : “Apa yang dapat kita kerjakan kalau Amerika menginginkan kembalinya Zhahir Syah atau seorang moderat yang diterima blok barat dan timur sehingga Rusia mau menarik mundur pasukannyak” Hendaknya mereka tahu bahwa perkataan semacam ini merupakan tikaman terhadap aqidah Islam dan penghancur bagi pilar-pilar jihad. Sesungguhnya perkataan-perkataan inni bertujuan mengakhiri/memotong tujuan yang pertama dan paling esesnsial. Tujuan yang telah menelan korban sebanyak satu setengah juta syuhada’ di atas bumi Afghanistan.

Peperangan di Afghanistan –wahai saudara-saudaraku—bukan hanya melawan Rusia saja. Akan tetapi peperangan tersebut telah berlangsung ketika Zhahir Syah masih berada di Afghanistan. Peperangan telah timbul sejak zaman pemerintahan Dawud. Seorang tokoh nasionalis demokrat dari negeri Afghan sendiri. Kemudian peperangan tersebut terus berlanjut dalam masa pemerintahan tiga putra Afghan, yakni Taraqi, Hafdzul La’in (Si Hafizh yang terkutuk, namun nama sebenarnya adalah Hafizhullah Amin) dan Babrak Karmal. Semuanya dari Afghan. Dan jihad yang tegak sekarang ini telah tegak sejak hari pertama ditegakkannya Agama Allah di permukaan bumi untuk menerapkan syari’at Muhammad saw di atas bumi Afghanistan.

Perlu kalian mengerti bahwa kami mengkafirkan Zhahir Syah dengan hukum kafir yang mengeluarkan ia dari agama Islam, sebagaimana kam mengkafirkan Babarak Karmal dengan hukum kafir yang mengeluarkania dari agama Islam. Harus tertanam dalam benak kalian … menancap kuat di hati kalian dan berjalan dalam urat nadi kalian, bahwasanya tidak ada perbedaan antara Zhahir Syah, yang menggerakkan tentara pemerintah guna memaksakan kewajiban membuka tutup muka bagi kaum wanita terhadap penduduk Kandahar sehingga menyebabkan kematia ratusan warganya, dengan Babrak Karmal yang memerangi Islai!!! Yang ii memerangi Islam dan yang itujuga memrangi Islam … tidak ada perbidaan antara Zhahir Syah yang memberlakukan undang-undang “Hukuman bagi pencuri adalah kurungan penjara selama dua bulan.” Dan meninggalkan firman Rabbul ‘Izzati :

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan keduanya …” (QS. Al-Maidah : 38)

Tak ada perbedaan antara Babrak Karmal dengan Zhahir Syah yang merubah apa yang telah difardhukan Allah, menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang dihalalkan Allah. Kaidah ini telah menjadi kesepakatan di kalangan para fuqaha’, yakni : “Barangsiapa yang menghalalkan yang haram, maka dia telah kafir berdasarkan ijma’. Dan barangsiapa mengharamkan yang halal, maka dia telah kafir berdasarkan ijma’.”

Kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah : “Barangsiapa menghalalkan memandang –wanita--, maka dia telah kafir berdasarkan ijma’. Dan barangsiapa mengharamkan roti, maka dia telah kafir berdasarkan ijma’.” 

Ketika bangsa Tartar bermaksud memberlakukan undang-undang Ilyasiq –hukum perdata dan pidana yang dibuat oleh Jenghis Khan--, maka para ulama mengangkat Ilyasiq dengan tangan mereka dan bertanya : “Apa ini?” Mereka menjawab : “Ilyasiq.” Lalu mereka mengatakan : ”Barangsiapa menghukumi dengan pedoman kitab ini, maka sesungguhnya dia telah kafir. Dan barangsiapa berhukum kepadanya, maka sesungguhnya dia telah kafir.”

Berdasarkan Ibnu Katsir dalam kitabnya Al-Bidayah wan Nihayah –silakan anda merujuk pada juz 13 hal 118 : “Barangsiapa meninggalkan syari’at yang muhkam –tegas dan jelas—yang diturunkan kepada Muhammad bin Abdullah dan kemudian berhukum kepada syari’at-syari’at lain yang telah dimansukhkan/dihapuskan, maka sesungguhnya dia telah kafir. Lalu bagaimana dengan orang yang berhukum kepada Ilyasiq dan mendahulukannya atas syari’at Allah?!! Maka tidak diragukan lagi bahwa orang yang beruat demikian ini telah kafir berdasarkan ijma’ kaum muslimin …. Tidak diragukan lagi bahwa orang itu telah kafir berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. 

Perlu diketahui bahwasanya tidak ada perbedaan antara orang yang mengatakan : “Hukuman bagi seorang pezina adalah kurungan penjara selama enam bulan.” dengan orang yang mengatakan bahwa shalat ‘Ashar adalah tiga reka’at. Tak ada perbedaan apapun antara kedua orang tersebut. Yang satu kafir berdasarkan ijma’, yang lain juga kafir berdasarkan ijma’.

Maka hendaknya orang-orang yang membela Zhahir Syah mengethaui bahwasanya mereka adalah orang-orang yang tidak mendapat pertolongan, dan mereka kembali dalam keadaan murtad dan dikalahkan. Zhahir Syah dan Babrak Karmal, kedua-duanya adalah satu/sama. Zhahir Syahlah yang menanamkan bibit komunisme di negeri Afghanistan.

Soal rezki, maka perkara ini berada di tangan Rabbul ‘Alamin. Adapun soal kemenangan, maka ia datang dari sisi Rabbul ‘Alamin. Soal senjata, maka ia dari sisi Rabbul ‘Alamin. Dan soal kesempatan yang tersedia, maka itu juga dari sisi Rabbul ‘Alamin, tidak ada campur tangan seorang manusiapun dalam persoalan tersebut.

“Katakanlah:"Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai ilah) selain Allah, mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrahpun di langit dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu sahampun dalam (penciptaan) langit dan bumi …” (QS. Saba’ : 22)

Sesungguhnya Amerika tidak punya satu zarrahpun saham kekuasan terhadap makhluk-makhluk Allah …. Amerika tidak mempunyai satu zarrahpun saham atas pasir atau debu dari bumi Afghanistan. Amerika … Britania … Barat … tekanan negara-negara dunia … plot dan komlotan politik …. Ini semua tidak berarti sedikitpun di hadapan sikap tawakkal kepada Allah dan rasa percaya kepada-Nya. Maka dari itu, hendaklah orang-orang yang bermaksud kembali dari luar negeri untuk memetik buah jihad di Afghanistan itu mengetahui, bahwa jika mereka ingin kembali maka mereka harus memulai dari titik yang sama dari titik yang menjadi permulaan jihad … hendaknya mereka memulai dari titik tersebut. Jadi jangan hanya ingin memetik keuntungan tanpa mau mengeluarkan pengorbanan.

G. Orang-orang yang Mengadakan Persekongkolan Jahat Terhadap Jihad Afghan

Sesungguhnya orang-orang yang mendukung dan mencintai Zhahir Syah, maka saya khawatir mereka telah keluar dari millah. Saya khawatir mereka telah keluar dari agama Islam, mereka, berdasarkan nash syar’i, merupakan kaum yang kerjanya memperlemah, menghasut dan berlambat-lambag /menghalang-halangi orang daripada jihad. Apa hukum mereka? Hukum mereka adalah :

“Jika mereka berangkat bersama-sama kamu, niscaya mereka tidak menambah kamu selain dari kerusakan belaka, dan tentu mereka bergega-gegas maju ke muka di celah-celah barisanmu, untuk mengadakan kekacauan di antaramu; sedang di antara kamu ada yang amat suka mendengarkan perkataan mereka.” (QS. At-Taubah : 47)

Di antara kaum muhajirin yang lemah pendiriannya suka mendengarkan propaganda-propaganda mereka :

Tidakkah cukup pengorbanan yang amat besar ini?! Tidakkah cukup darah yang tumpah dari saudara-saudara kita?! Tidakkah cukup banyaknya janda yang berada di sekeliling kita?!

Lalu di antara mereka ada yang mempercayai ocehan burung-burung gagak yang berada di setiap tempat itu, bahwa kembalinya Zhahir Syah lebih badik daripada mengungsi di negeri orang.

Mereka yang mengajak dan meminta supaya Zhahih Syah kembali ke Afghanistan, maka sesungguhnya mereka sama sekali tidak pernah melepaskan satu butir pelurupun kepada musuh.

Sesungguhnya yang berhak menetapkan perjalanan Afghanistan adalah mereka, para komandan mujahidin yang berada di atas bumi pansir, di atas wilayah Paktia, di atas wilayah Mazar Syarif, di atas wilayah Parwan, di atas wilayah Heart …. Ahmad Syah Mas’ud, Jalaluddin Al-Haqqani, Dzabihullah –Allah telah mewafatkannya--, Muhammad ‘Ilmun dan yang lain … merekalah orang-orang yang mempunyai hak bericara, merekalah orang-orang yang mempunyai hak memutuskan.

Adapun orang-orang yang kerjanya memperdagangkan kehormatan dan darah kaum muslimin, orang-orang yang hendak menegakkan kekuasaan tuan-tuan mereka di atas tulang belulang dan serpihan daging para syuhada’, maka tak ada kata apapun yang berhak mereka kedepankan.

“Maka jika Allah mengembalikanmu kepada satu golongan dari mereka, kemudian mereka meminta ijin kepadamu untuk keluar (pergi berperang), maka katakanlah: "Kamu tidak boleh keluar bersama-samaku selama-lamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku. Sesungguhnya kamu telah rela tidak pergi berperang kali yang pertama. Karena itu duduklah (tinggallah) bersama orang-orang yang tidak ikut berperang.” (QS. At-Taubah : 83)

Oleh karena mereka rela tinggal diam tidak ikut berjihad pada kali yang pertama, maka mereka tidak diperolehkan ikut berperang bersamanya untuk selama-lamanya. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang tidak pergi berperang untuk selama-lamanya? Sesungguhnya orang-orang munafik itu tidak berperang melainkan sedikit/sebentar saja.

“Dan mereka tidak mendatangi peperangan melainkan sebentar saja.” (QS. Al-Ahzab : 18)

Bagaimana dengan orang-orang yang tidak pernah sekalipun ikut dalam peperangan?

Tak seorangpun punya hak untuk memutuskan persoalan Afghanistan dengan suatu bentuk solusi/pemecahan yang tidak diridhai oleh Rabbul ‘Izzati dan orang-orang beriman. Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla adalah sumber hukum, firman-Nya adalah merupakan kata pemutus, dan syari’at-Nya adalah titah bagi seluruh manusia.

Firman Allah :
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kemu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati. hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih daripada (hukum) Allah bagi oang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah : 49-50)

Jalaluddin Al-Haqqani bercerita padaku, katanya : “Suatu ketika bekal makanan yang kami punyai habis. Lalu sesudah sahalat shubuh, saya duduk di tempat peshalatan. Hati saya sedih dan berduka memikirkan nasib mujahidin yang tidak menemukan sesuatu untuk dimakan. Mendadak ada suara bisikan yang mengiang di atas pundak saya. Suara itu mengatakan : “Sungguh Allah telah memberimu rezki sebelum engkau berjihad di jalan-Nya. Apakah m ungkin Dia akan melupakanmu, padahal engkau telah pergi berperang di jalan-Nya?” Jalaluddin melanjutkan ceritanya : “Kemudian suara bisikan itu mengatakan padaku : “Berdirilah, sesungguhnya ada beberapa binatang sembelihan yang tergantung di atas pohon Anu –pohon yang belum diketahui namanya—kemudian Jalaluddin melanjutkan : “Dan ternyata memang betul, ada beberapa binatang sembelihan tergantung di atas pohon yang kulihat ketika aku tengah terkantuk.”

…. Beberapa kali mujahidin dikepung musuh hingga mereka terputus dari logistik dan suplay makanan. Di Mazar Syarif, pasukan Rusia dikepun goleh mujahidin. Ini terjadi dua bulan yang lalu –Saat itu mujahidin hampir kehabisan amunisi dan bekal makanan—sementara pasukan Rusia yang terkepung juga hampir kehabisan bekal makanan. Lalu mereka minta bantuan dari Markas Pusat Komunis. Selang beberapa hari kemudian datanglah beberapa pesawat helikopter menurunkan duapuluh kotak berisi makanan, minuman dan obat-obatan. Delapan belas kotak turun di atas daerah yang dikuasai Mujahidin, sedangkan dua kotak yang lain turun di markas pertahanan pasukan Rusia.

Beberapa banyak kali, mujahidin dikepung oleh musuh, lalu mereka berdoa kepada Tuhannya, dan kemudian Allah memberikan rezki kepada mereka dari arah yang tiada mereka sangka-sangka? Beberapa kali sudah amunisi mujahidin habis, namun demikian pertempuran masih terus berkecamuk tanpa mereka sendiri tahu sebab-sebabnya, mereka tidak melihat bayangan di atas bumi, mereka mendengar ada suara namun tak melihat seorangpun. Dan ini tidak hanya terjadi di satu daerah saja.

Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri.” (QS. Al-Muddatstsir : 31)

Maka bertakwalah kamu kepada Allah … bertakwalah kepada Allah –wahai para mujahid--, melangkahlah dan terapkanlah syari’at Allah. Dan sekali-kali tidak akan menimpa kalian, melainkan apa yang telah ditetapkan Allah atas kalian.

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan mengadakan jalan keluar baginya, dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.

Perlu diketahui, bagi kami tidak ada perbedaan antara Zhahir Syah, Taraqi, Muhammad Yusuf dan Babrak Karmal. Semuanya sama. Semuanya ikut andil dalam menanamkan benih komunisme dan dalam menegakkan komunis di bumi Afghanistan.

Zhahir Syah beserta para menteri dan perdana menterinya, merekalah yang menyediakan/membuka jalan bagi ajaran komunis. Anaheta Ratib Zad tidak akan muncul, Babrak Karmal tidak akan muncul dan Hafizh (Al-La’in) tidak akan muncul dalam majlis parlemen kalau bukan karena bantuan Zhahir Syah dan orang-orang semacam dia yang mengangkat posisinya dan memberikan idzin baginya untuk menyebarkan ajaran komunis di negeri Afghanistan. Zhahir Syahlah yang memberi rekomendasi kepada partisan-partisan komunis untuk menerbitkan surat kabar. Satu di antaranya adalah surat kabar “Ar-Rayah/bendera” milik Taraqi, pemimpin komunis yang berporos kepada komunisme Rusa dan satunya lagi adalah surat kabar “Khalq”, surat kabar partai komunis yang berporos kepada komunisme China. Zhahir Syah, Muhammad Yusuf, Shammad Hamid, Fulan, Fulan dan Fulan …. Ini adalah nama-nama yang menjadi sebutanmereka. Allah tidak menurunkan kekuasaan apapun kepada mereka.

Mereka adalah orang-orang yang menanamkan benih komunisme. Merekalah yang memeliharanya sehingga komunisme bisa berdiri di atas kakinya. Dan akhirnya benih itu tumbuh membesar. Tatkala anjing-anjing yang mereka pelihara menjadi besar, maka akhirnya anjing-anjing tersebut memangsa mereka.

“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar, dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS. At-Thalaq : 2-3)


1) Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya. Lihat Buku Tafsir Ibnu Katsir juz IV hal : 593

2) Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir no. 5254

3) Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir no. 7957

4) Salah satu di antaranya riwayat hadits yang terdahulu. Yang ii adalah shahihnya.

5) HR. Al-Bukhari

6) Dengan lafazhnya “Suara Abu Thalhah dalam pasukan adalah lebih baik daripada seribu orang.”

7) Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir no. 7111

8) Di antara hadits-hadits yang menerangkan tentang akhir zaman. Tersebut dalam kitab “Al-Fitan wal Mulaahim.”

9) HR. Al-Bukhari

10) Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir no. 1068

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar

Leave a Reply