Upaya Pertama Mengembalikan Kekhilafahan
Unknown
20.30
0
Khilafah `Utsmaniyah jatuh pada tahun 1924 M. Upaya pertama kali yang dilakukan untuk mengembalikan kekhilafahan Islam dimulai tahun 1928 M, oleh gerakan Ikhwanul Muslimin yang dipimpin oleh Hasan Al Banna –mudah-mudahan Allah merahmatinya-.
Pada mulanya musuh-musuh Allah tidak menyadari gerakan Hasan Al Banna, sehingga gerakan yang dipimpinnya tumbuh dengan pesat dan pengikutnya bertambah banyak. Wallahu A`lam, yang nampak oleh kami, Hasan Al Banna adalah seorang lelaki yang mukhlis dan benar. Kami menyangka memang demikianlah keadaannya. Kami tidak bermaksud memuji-mujinya dihadapan Allah, dan kami tidak berani memuji-muji seseorang di hadapan Allah.
Meskipun umur Hasan Al Banna masih muda belia saat itu, yakni sekitar 23 atau 24 tahunan, namun berkat kharisma yang dimilikinya, maka dalam waktu yang relatif singkat dakwah Al Banna disambut oleh putra-putra Mesir yang terbaik.
Begitu Hasan Al Banna ikut terlibat dalam kancah perang Arab – Israel di Palestina, maka barulah musuh-musuh Allah sadar akan bahaya yang bakal ditimbulkannya. Mereka mengatakan, “Gerakkan Islam bersenjata yang dipimpin oleh Hasan Al Banna mengajak umat Islam untuk menegakkan kembali kekhilafahan Islam. Maka dari itu gerakan ini harus dibasmi!”.
Waktu itu Hasan Al Banna mengirimkan satu batalyon sukarelawan ke Palestina. Sukarelawan tersebut melakukan longmarch (jalan kaki) dari gurun Sinai ke Palestina. Ini terpaksa mereka lakukan setelah mereka dipulangkan dari `Aman. Semula mereka berangkat ke Palestina menumpang pesawat terbang. Pesawat itu menerbangkan mereka dari Kairo ke `Aman. Sampai di `Aman mereka diperiksa. Begitu kedatangan mereka diketahui sebagai sukarelawan muslim dari Mesir, maka pemerintah Yordania mengembalikan pesawat tersebut ke Kairo, tak seorangpun diantara mereka yang diperbolehkan turun. Mereka dipulangkan kembali ke Kairo oleh panglima Pasukan Yordania yang menjadi antek-antek Inggris.
Akhirnya mereka memutuskan untuk masuk ke Palestina dengan jalan kaki, menyeberangi Terusan Suez, melintasi Gurun Sinai dan kemudian masuk ke kantong-kantong persembunyian di negeri Palestina. Dari situlah mereka melancarkan operasi penyerangan.
Begitu Hasan Al Banna melihat negeri Palestina hendak dicaplok musuh (Yahudi), sementara negeri-negeri Arab yang berada di sekitarnya hanya diam dan melihat saja, maka dia mengirim telegram kepada pemimpin-pemimpin Arab. Dalam telegram itu
Hasan Al Banna mengatakan, “Jika kalian memang benar-benar serius dalam usaha kalian menyelamatkan Palestina, maka izinkanlah saya memasukinya dengan 100.000 sukarelawan untuk membersihkan negeri tersebut dari orang-orang Yahudi”.
Isi telegram tersebut juga sampai kepada mereka yang mengadakan konferensi puncak di `Alaya. Maka pada hari itu juga atau pada hari keduanya, duta Amerika, Inggris dan Perancis mengadakan sidang darurat di Fayed, sebuah kota yang terletak di sepanjang Terusan Suez.
Mereka memutuskan untuk menghantam sayap (kekuatan) Ikhwanul Muslimin. Kemudian keputusan itu mereka kirimkan kepada Naqrasyi Basya, Perdana Menteri Mesir, agar melaksanakan keputusan tersebut -bukan kepada Raja Farouq yang memegang kekuasaan tertinggi di Mesir - . Maka dimulailah aksi persekongkolan jahat mereka untuk menumpas “Ikhwanul Muslimin”. Kantor-kantor jama`ah ditutup, ribuan pemuda Ikhwan dipenjarakan dan sebagian diantara mereka dihukum mati. Namun pemimpinnya, Syeikh Hasan Al Banna, dibiarkan bebas akan tetapi diawasi dengan ketat.
Namun sebelum dilaksanakannya keputusan ini, ada empat batalyon sukarelawan Ikhwanul Muslimin dari Mesir yang berhasil masuk Palestina. Ditambah lagi 1 batalyon Ikhwan dari Syiria yang dipimpin oleh Syeikh Musthafa As Siba`i, 1 batalyon Ikhwan dari Iraq yang dipimpin oleh Syeikh Muhammad Mahmud Ash Shawwaf, dan 1 batalyon Ikhwan dari Yordania yang dipimpin oleh Abdul Latif Abu Quroh.
Pada hari perayaan menyambut ulang tahun Raja Farouq, terjadi usaha pembunuhan terhadap diri Hasan Al Banna. Usaha ini didalangi oleh kepala Inteligent istana raja, Mahmud Abdul Majid. Mereka menembaki mobil yang ditumpangi Hasan Al Banna yang akan memberikan ceramah di suatu tempat . Hasan Al Banna dan sopirnya terluka, namun luka Hasan Al Banna tidak seberapa berat, hanya sopirnya saja yang mengalami luka cukup serius. Hasan Al Banna menenangkan hati sopirnya, “Hanya luka ringan saja Alhamdulillah”. Lalu dia turun dari kendaraan dan mencatat nomor mobil yang menembakinya.
Hasan Al Banna dibawa ke rumah sakit Qashr `Aini (Rumah sakit Universitas Al Qahirah) dan dimasukkan ke ruang operasi.
Raja Farouq menghubungi petugas rumah sakit sewaktu Hasan Al Banna terbaring di ruang operasi, menanyakan pada mereka tentang keadaan Hasan Al Banna. Mereka menjawab, ”Lukanya ringan”.
Maka raja Farouq kemudian mengirim seorang perwira bernama Muhammad Washfi untuk membunuh Hasan Al Banna. Muhammad Washfi masuk ruang perawatan dan memerintahkan agar orang-orang yang berada di sana keluar. Lalu dia menutup pintu ruangan itu dan kemudian membunuh Hasan Al Banna di tempat itu juga.
Tak lama kemudian pihak Rumah Sakit mengumumkan wafatnya Hasan Al Banna. Lalu aliran listrik diputus dan mayat Al Banna dipindahkan dengan kawalan tank-tank yang berderet di sepanjang jalan dekat Rumah Sakit itu. Tak seorangpun diperkenankan untuk menshalati jenazah Hasan Al Banna, kecuali empat orang wanita saja. Jenazahnya dikubur dengan pengawalan yang sangat ketat dari pengawal raja Farouq yang lalim.
Hasan Al Banna dibunuh pada tanggal 12 Februari 1949 M. Dua hari berikutnya, Mesir mengadakan perundingan Rhodes dengan Israel. Dalam perudingan ini, Mesir mengakui Israel sebagai negara yang berdaulat dan mempunyai batas wilayah sendiri. Sepuluh hari kemudian, Yordania juga mengadakan perundingan dengan Israel. Dan sekitar sepuluh bulan kemudian Syiria masuk dalam meja perundingan dengan Israel.
Pasukan Mesir yang berkedudukan di Palestina diperintahkan agar mengepung pos-pos pertahanan sukarelawan Ikhwan yang masih melancarkan serangan terhadap sasaran Yahudi di Palestina. Lalu mereka mengepung markas-markas dan pos-pos pertahanan Ikhwan dengan tank-tank milik Raja Farouq ( atau pasukan Mesir). Mereka diberi pilihan antara ikut berperang bersama tentara reguler Mesir atau menyerahkan diri. Mereka memilih opsi yang kedua. Lalu para sukarelawan itu dipindahkan ke kamp-kamp di Thur dengan kendaraan tank. Dan selanjutnya mereka dipindahkan ke penjara-penjara di Mesir. Setahun sesudah berlalu krisis Palestina, mereka dikeluarkan dari penjara. Lalu setahun berikutnya mereka turut berperang mengusir tentara Inggris di Terusan Suez.
Ketika Inggris dan Amerika melihat kekuasaan Raja Farouq mulai goyah, singgasananya mulai rapuh dimana dengan sedikit tiupan saja akan membuat singgasana tersebut runtuh, maka mereka mulai mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru Mesir. Siapakah kelompok yang layak menggantikan pemerintahan raja Farouq? Akhirnya mereka menemukan bahwa calon paling kuat yang pantas menggantikannya adalah Ikhwanul Muslimin, putra-putra Islam yang telah menimbulkan kekaguman di hati rakyat Mesir. Apa sebabnya? Karena mereka pernah terjun dalam dua peperangan besar di kawasan tersebut. Berperang melawan Yahudi di Palestina dan berperang mengusir tentara penjajah Inggris di Terusan Suez.
Kembali ke Daftar Isi
Pada mulanya musuh-musuh Allah tidak menyadari gerakan Hasan Al Banna, sehingga gerakan yang dipimpinnya tumbuh dengan pesat dan pengikutnya bertambah banyak. Wallahu A`lam, yang nampak oleh kami, Hasan Al Banna adalah seorang lelaki yang mukhlis dan benar. Kami menyangka memang demikianlah keadaannya. Kami tidak bermaksud memuji-mujinya dihadapan Allah, dan kami tidak berani memuji-muji seseorang di hadapan Allah.
Meskipun umur Hasan Al Banna masih muda belia saat itu, yakni sekitar 23 atau 24 tahunan, namun berkat kharisma yang dimilikinya, maka dalam waktu yang relatif singkat dakwah Al Banna disambut oleh putra-putra Mesir yang terbaik.
Begitu Hasan Al Banna ikut terlibat dalam kancah perang Arab – Israel di Palestina, maka barulah musuh-musuh Allah sadar akan bahaya yang bakal ditimbulkannya. Mereka mengatakan, “Gerakkan Islam bersenjata yang dipimpin oleh Hasan Al Banna mengajak umat Islam untuk menegakkan kembali kekhilafahan Islam. Maka dari itu gerakan ini harus dibasmi!”.
Waktu itu Hasan Al Banna mengirimkan satu batalyon sukarelawan ke Palestina. Sukarelawan tersebut melakukan longmarch (jalan kaki) dari gurun Sinai ke Palestina. Ini terpaksa mereka lakukan setelah mereka dipulangkan dari `Aman. Semula mereka berangkat ke Palestina menumpang pesawat terbang. Pesawat itu menerbangkan mereka dari Kairo ke `Aman. Sampai di `Aman mereka diperiksa. Begitu kedatangan mereka diketahui sebagai sukarelawan muslim dari Mesir, maka pemerintah Yordania mengembalikan pesawat tersebut ke Kairo, tak seorangpun diantara mereka yang diperbolehkan turun. Mereka dipulangkan kembali ke Kairo oleh panglima Pasukan Yordania yang menjadi antek-antek Inggris.
Akhirnya mereka memutuskan untuk masuk ke Palestina dengan jalan kaki, menyeberangi Terusan Suez, melintasi Gurun Sinai dan kemudian masuk ke kantong-kantong persembunyian di negeri Palestina. Dari situlah mereka melancarkan operasi penyerangan.
Begitu Hasan Al Banna melihat negeri Palestina hendak dicaplok musuh (Yahudi), sementara negeri-negeri Arab yang berada di sekitarnya hanya diam dan melihat saja, maka dia mengirim telegram kepada pemimpin-pemimpin Arab. Dalam telegram itu
Hasan Al Banna mengatakan, “Jika kalian memang benar-benar serius dalam usaha kalian menyelamatkan Palestina, maka izinkanlah saya memasukinya dengan 100.000 sukarelawan untuk membersihkan negeri tersebut dari orang-orang Yahudi”.
Isi telegram tersebut juga sampai kepada mereka yang mengadakan konferensi puncak di `Alaya. Maka pada hari itu juga atau pada hari keduanya, duta Amerika, Inggris dan Perancis mengadakan sidang darurat di Fayed, sebuah kota yang terletak di sepanjang Terusan Suez.
Mereka memutuskan untuk menghantam sayap (kekuatan) Ikhwanul Muslimin. Kemudian keputusan itu mereka kirimkan kepada Naqrasyi Basya, Perdana Menteri Mesir, agar melaksanakan keputusan tersebut -bukan kepada Raja Farouq yang memegang kekuasaan tertinggi di Mesir - . Maka dimulailah aksi persekongkolan jahat mereka untuk menumpas “Ikhwanul Muslimin”. Kantor-kantor jama`ah ditutup, ribuan pemuda Ikhwan dipenjarakan dan sebagian diantara mereka dihukum mati. Namun pemimpinnya, Syeikh Hasan Al Banna, dibiarkan bebas akan tetapi diawasi dengan ketat.
Namun sebelum dilaksanakannya keputusan ini, ada empat batalyon sukarelawan Ikhwanul Muslimin dari Mesir yang berhasil masuk Palestina. Ditambah lagi 1 batalyon Ikhwan dari Syiria yang dipimpin oleh Syeikh Musthafa As Siba`i, 1 batalyon Ikhwan dari Iraq yang dipimpin oleh Syeikh Muhammad Mahmud Ash Shawwaf, dan 1 batalyon Ikhwan dari Yordania yang dipimpin oleh Abdul Latif Abu Quroh.
Pada hari perayaan menyambut ulang tahun Raja Farouq, terjadi usaha pembunuhan terhadap diri Hasan Al Banna. Usaha ini didalangi oleh kepala Inteligent istana raja, Mahmud Abdul Majid. Mereka menembaki mobil yang ditumpangi Hasan Al Banna yang akan memberikan ceramah di suatu tempat . Hasan Al Banna dan sopirnya terluka, namun luka Hasan Al Banna tidak seberapa berat, hanya sopirnya saja yang mengalami luka cukup serius. Hasan Al Banna menenangkan hati sopirnya, “Hanya luka ringan saja Alhamdulillah”. Lalu dia turun dari kendaraan dan mencatat nomor mobil yang menembakinya.
Hasan Al Banna dibawa ke rumah sakit Qashr `Aini (Rumah sakit Universitas Al Qahirah) dan dimasukkan ke ruang operasi.
Raja Farouq menghubungi petugas rumah sakit sewaktu Hasan Al Banna terbaring di ruang operasi, menanyakan pada mereka tentang keadaan Hasan Al Banna. Mereka menjawab, ”Lukanya ringan”.
Maka raja Farouq kemudian mengirim seorang perwira bernama Muhammad Washfi untuk membunuh Hasan Al Banna. Muhammad Washfi masuk ruang perawatan dan memerintahkan agar orang-orang yang berada di sana keluar. Lalu dia menutup pintu ruangan itu dan kemudian membunuh Hasan Al Banna di tempat itu juga.
Tak lama kemudian pihak Rumah Sakit mengumumkan wafatnya Hasan Al Banna. Lalu aliran listrik diputus dan mayat Al Banna dipindahkan dengan kawalan tank-tank yang berderet di sepanjang jalan dekat Rumah Sakit itu. Tak seorangpun diperkenankan untuk menshalati jenazah Hasan Al Banna, kecuali empat orang wanita saja. Jenazahnya dikubur dengan pengawalan yang sangat ketat dari pengawal raja Farouq yang lalim.
Hasan Al Banna dibunuh pada tanggal 12 Februari 1949 M. Dua hari berikutnya, Mesir mengadakan perundingan Rhodes dengan Israel. Dalam perudingan ini, Mesir mengakui Israel sebagai negara yang berdaulat dan mempunyai batas wilayah sendiri. Sepuluh hari kemudian, Yordania juga mengadakan perundingan dengan Israel. Dan sekitar sepuluh bulan kemudian Syiria masuk dalam meja perundingan dengan Israel.
Pasukan Mesir yang berkedudukan di Palestina diperintahkan agar mengepung pos-pos pertahanan sukarelawan Ikhwan yang masih melancarkan serangan terhadap sasaran Yahudi di Palestina. Lalu mereka mengepung markas-markas dan pos-pos pertahanan Ikhwan dengan tank-tank milik Raja Farouq ( atau pasukan Mesir). Mereka diberi pilihan antara ikut berperang bersama tentara reguler Mesir atau menyerahkan diri. Mereka memilih opsi yang kedua. Lalu para sukarelawan itu dipindahkan ke kamp-kamp di Thur dengan kendaraan tank. Dan selanjutnya mereka dipindahkan ke penjara-penjara di Mesir. Setahun sesudah berlalu krisis Palestina, mereka dikeluarkan dari penjara. Lalu setahun berikutnya mereka turut berperang mengusir tentara Inggris di Terusan Suez.
Ketika Inggris dan Amerika melihat kekuasaan Raja Farouq mulai goyah, singgasananya mulai rapuh dimana dengan sedikit tiupan saja akan membuat singgasana tersebut runtuh, maka mereka mulai mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru Mesir. Siapakah kelompok yang layak menggantikan pemerintahan raja Farouq? Akhirnya mereka menemukan bahwa calon paling kuat yang pantas menggantikannya adalah Ikhwanul Muslimin, putra-putra Islam yang telah menimbulkan kekaguman di hati rakyat Mesir. Apa sebabnya? Karena mereka pernah terjun dalam dua peperangan besar di kawasan tersebut. Berperang melawan Yahudi di Palestina dan berperang mengusir tentara penjajah Inggris di Terusan Suez.
Kembali ke Daftar Isi
Tidak ada komentar