Jihad Afghan Bagai Cahaya di Tengah Kegelapan
Unknown
19.00
2
Jihad Afghan muncul dalam masa-masa yang suram ini. Dengan jihad ini Allah hendak menyelamatkan umat Islam, mengembalikan izzahnya dan mengembalikan rasa kepercayaan serta tawakkalnya kepada sang Pencipta. Allah memilih Afghanistan sebagai bumi jihad dan memilih bangsa Afghan yang ummi sebagai pioner-pionernya. Mereka bukan bangsa yang berpengetahuan maju, bukan bangsa yang berpenduduk padat. Jumlah mereka hanya 20 juta jiwa. Mereka mampu menghadapi Uni Soviet yang berpenduduk 270 jiwa. Mereka mampu menghadapi armada udara dan darat Pakta Warsawa. Mampu menghadapi pasukan komando Rusia.
Di awal peperangan, orang-orang Islam yang hidup dalam kehinaan dan kerendahan berkata, “Bangsa Afghan telah melakukan tindakan yang sia-sia. Menghadapi Rusia sama saja bunuh diri”. Ya betul! Mereka mengatakan demikian, bahkan ketika saya mengajak pemuda –pemuda muslim yang tinggal di Amerika, di Eropa atau di negara lain untuk pergi jihad di Afghanistan mereka mengatakan, ”Abdullah Azzam ingin pemuda-pemuda muslim disembelih di Afghanistan”..
Demikianlah ucapan mereka, tidak memiliki sikap tawakkal terhadap ketentuan Allah. Kehinaan dan kerendahan telah merasuk dalam jiwa mereka, sehingga yang ma`ruf tampak munkar dan yang munkar tampak ma`ruf. Jihad mereka katakan dengan bunuh diri dan pasrah dalam kehinaan mereka katakan sikap bijaksana.
Para pengecut memandang rasa takut sebagai sikap bijaksana.
Padahal itu adalah perangai munafik yang tercela.
Pada permulaan jihad, Amerika merasa gembira. Sebab Rusia pasti akan mengalihkan perhatiannya dari persoalan Nicaragua yang selama ini menjadi duri dalam daging Amerika. Amerika tidak ingin Nicaragua menjadi negara komunis, karena hal ini dapat menjadi ancaman bagi mereka dimasa yang akan datang. Makanya mereka mengatakan, ”Biarlah bangsa Afghan membuat sibuk Rusia dan menguras habis kekuatannya. Tidak jadi soal siapa di antara mereka yang akan memperoleh kemenangan. Kita akan tetap mendapatkan keuntungan dari peperangan mereka. Tidak mengapa wilayah-wilayah perbatasan dibuka supaya mujahidin bisa keluar masuk dengan bebas tanpa ada kesulitan. Dan kita tidak akan mempersulit siapa saja yang hendak memberikan buntuan sukarela kepada mereka. Dan tidak mengapa pula bila kita lansir sebagian berita jihad mereka”.
Orang-orang Amerika senang melihat jihad Afghan berhasil menguras kekuatan Rusia sedikit demi sedikit. Tapi mereka tidak menyangka kalau akhirnya jihad ini dapat berkembang sampai batas yang membuat mereka cemas. Cemas akan kemenangan Mujahidin.
Lima tahun setelah pecahnya jihad Afghanistan, yakni pada tahun 1984 M. Amerika mendapati kenyataan bahwa Mujahidin hampir meraih kemenangan. Maka mereka mulai mengevaluasi kembali perhitungannya. Mereka berkata, “Kalian wahai Rusia, masuk negeri Afghanistan sehingga membangunkan kaum muslimin dari tidurnya. Kalian telah membangunkan bangsa Afghan. Mereka adalah bangsa yang terkenal dalam sejarah peperangannya. Bukan cuma persoalan Afghan saja yang menggelisahkan kami, tapi pengaruh jihad ini di negeri-negeri Islam. Mereka semuanya bersimpati terhadap persoalan Afghanistan dan menempatkannya dalam agenda mereka yang pertama. Orang Saudi datang…orang Mesir datang… orang Palestina datang…. Orang Syiria datang… dan orang-orang Islam dari seluruh dunia datang untuk bergabung dengan mujahidin Afghan”.
Tentu saja, Yahudilah yang mempunyai peran besar dalam mengendalikan politik negara-negara Barat.Yang paling membuat mereka cemas adalah apabila pemuda asli Palestina, asli Yordania atau asli Syiria datang ke Afghanistan, sebab mereka bisa menimbulkan ancaman bagi negeri Israel di masa mendatang.
Melalui berbagai tekanan dan rintangan yang kami hadapi di atas bumi jihad, dan yang saya hadapi secara pribadi selama beberapa tahun ini, maka saya memahami bahwa orang-orang Yahudi berkeyakinan bahwa pada suatu ketika nanti akan terjadi intifadah di bumi Palestina. Mereka menyadari akan timbulnya intifadah ini sebelum tiga atau empat tahun yang lalu. Karena jihad Afghan adalah seperti cahaya yang berjalan di tengah kegelapan. Seperti cahaya yang berjalan di kepekatan malam. Dan alangkah cepatnya cahaya itu menyebar di sekelilingnya karena cahaya tidak mengenal batas ruang apabila berjalan dalam kegelapan.
Mereka berupaya menghentikan jihad Afghanistan dan mengatakan pada Rusia , “Keluarlah dari negeri Afghanistan”. Rusia memberikan jawaban, “Kami bersedia menarik mundur pasukan kami. Tapi apakah kalian rela apabila Islam mengambil alih kekuasaan di negeri Afghanistan sepeninggal kami?”.
“ Kami tidak akan rela”. Jawab mereka.
“Jika demikian, carilah orang Afghanistan yang Islamnya fleksible dan bisa berkompromi dengan pihak manapun untuk menggantikan posisi kami”. Kata Rusia.
“Jika itu yang kalian maksudkan, maka orangnya adalah Zhahir Syah”. Kata mereka.
Maka mereka menawarkan Zhahir Syah kepada kaum Mujahidin. Syeikh Sayyaf yang waktu itu menjadi pimpinan Ittihad Mujahidin Afghanistan memberi jawaban ,”Kami akan sambut kedatangannya, dan bila sudah di lapangan terbang akan kami bunuh dia”.
Mereka membawa orang-orang Afghan yang menamakan dirinya juga Mujahidin untuk bertemu dengan mantan raja Zhahir Syah dalam rangka membujuknya supaya dia mau kembali ke Afghanistan”. Ketika mereka telah menyampaikan maksudnya, Zhahir Syah mengatakan, “Selama Sayyaf dan Hikmatyar masih hidup, tidak mungkin bagi saya kembali ke Afghanistan”.
Mereka terus berupaya mencari tokoh yang dapat diterima oleh kaum Mujahidin,”Baik, jika Zhahir Syah tidak diterima, carilah orang-orang dekatnya. Misalnya: mantan Perdana Menterinya, yakni Muhammad Yusuf, atau Shamad Hamid dan seorang lagi namanya Abdul Hakim Thabibi, yang sekarang ini tinggal di Jenewa.
Tentang yang terakhir ini Syeikh Sayyaf dan Yunus Khalis menceritakan, “Kami pernah menumpang mobil bersama Abdul Hamid Thabibi ketika kami menghadiri perundingan yang diadakan di Jenewa. Dia mengundang kami karena dia orang Afghan dan kami juga orang Afghan. Sewaktu melewati pemakaman Nasrani, Abdul Hamid berujar, “Tengoklah keelokan bunga-bunga yang terdapat di atas kuburan itu. Ah seandainya saja saya nanti di kuburkan di sana”.
Abdul Hamid ingin mayatnya dikubur bersama orang-orang Nasrani! Maka apakah patut orang semacam itu ditawarkan sebagai salah seorang anggota Ahli Syuro. Tentu saja kaum mujahidin menolaknya mentah-mentah!
Kekalahan Rusia Di Afghanistan
Sewaktu Michael Gorbachev memegang kekuasaan tertinggi di Rusia, tentara Rusia mengalami kekalahan yang beruntun dari Mujahidin di Afghanistan. Maka dia mengumpulkan para jendralnya dan mengatakan pada mereka, “Sebaiknya kita tarik saja tentara kita dari Afghanistan”.
“Jika kita menarik mundur tentara kita dengan cara yang hina ini, maka kita tak akan punya muka lagi di hadapan NATO, negeri-negeri Barat dan Amerika. Berilah tempo kami selama dua bulan untuk menutup daerah-daerah perbatasan dan menghentikan jihad”. Kata para jenderalnya
“Cuma dua bulan saja yang kalian butuhkan?” Tanya Gorbachev.
“Ya dua bulan saja “. Jawab para jendral.
Gorbachev berkata, “Saya berikan waktu sejak dari sekarang sampai akhir tahun nanti”.
Mereka kemudian melakukan serangan besar-besaran di tiga daerah, yaitu di daerah Joji yang menewaskan 13 orang syuhada Arab di front Ma`sadah, di Nengrahar dan di wilayah Kandahar.
Pertempuran di Joji berlangsung selama 22 hari. Dalam pertempuran ini Rusia mengerahkan 4 batalyon tentara reguler I serta satu batalyon pasukan Komando. Ditambah 3 detasemen pasukan komunis Afghan yang didatangkan dari wilayah Gardez, Ghazni dan Kabul. Namun akhirnya Rusia mengalami kekalahan telak dengan meninggalkan 122 tank dan panser yang rusak serta 1500 serdadu yang tewas.
Saya dan Syeikh Sayyaf ketika itu berada di terowongan (yang dibikin mujahidin untuk berlindung dari serangan udara). Beliau berkata pada saya, “Syeikh Abdullah, anda lihat sendiri bagaimana armada darat dan udara musuh, sedang armada kami hanya 4 buah mobil toyota pick up. Tak satupun armada kami yang hancur, semuanya masih tetap utuh”.
Rusia juga mengalami kekalahan di wilayah Nengrahar, juga di wilayah Kandahar. Lalu Gorbachev bertanya pada jendralnya : “Bagaimana, kalian berhasil?’.
Mereka menjawab, ”Kami mengalami kegagalan, bagaimana jika kita menarik mundur pasukan setelah mengadakan perundingan Internasional? Dengan cara demikian kita dapat menyelamatkan muka kita di mata dunia”.
Akhirnya Gorbachev memutuskan menarik mundur pasukan Rusia dari Afghanistan, baik PBB mengadakan perundingan Jenewa atau tidak. Kata Gorbachev , ”Kita harus menarik mundur pasukan kita. Karena kita tidak mampu melanjutkan peperangan di sana setelah mengalami kekalahan demi kekalahan”.
Zia Ulhaq Dibunuh karena Membela Jihad Afghan
Sebelum berlangsungnya persetujuan Jenewa, pihak Amerika mengetahui bahwa Zia Ulhaq memberikan dukungan kepada mujahidin Afghan. Sampai sekarang orang-orang Amerika berusaha mengetahui reaktor nuklir yang dikembangkan Pemerintah Pakistan. Namun mereka tidak dapat melihatnya, karena usaha mereka dirintangi oleh Presiden Zia Ulhaq. Pada masa-masa awal pemerintahannya, orang-orang Amerika bermaksud menyingkirkannya karena dia berusaha membuat bom atom. Karena hal itu bisa menimbulkan ancaman yang besar bagi mereka.
Ketika Nushrat Butho ikut dalam pemilihan parlemen pertama bersama putrinya Benazir Butho, dia mengatakan, “Jika saya menang dalam pemilihan, maka saya akan mengizinkan Amerika untuk melihat reaktor-reaktor nuklir yang kami kembangkan”.
Posisi Zia Ulhaq yang kuat dalam pemerintah Pakistan menyebabkan Amerika berpikir keras bagaimana cara menyingkirkannya. Maka mereka melakukan negosiasi melalui Junejo Khan, Perdana Menteri Pakistan saat itu, untuk merongrong kekuasaannya. Orang inilah yang mempunyai peran besar dalam menggoalkan persetujuan Jenewa. Dia mendesak Presiden Zia Ulhaq menerima isi persetujuan Jenewa. Meskipun pada akhirnya Zia Ulhaq menerima isi persetujuan Jenewa, tapi dia tetap bersikukuh menjadikan isi perjanjian itu hanya sebagai formalitas belaka.
Di antara butir-butir isi persetujuan yang disepakati dalam perjanjian tersebut adalah : Pemerintah Pakistan harus menutup kamp-kamp mujahidin Afghanistan yang berada di wilayah Pakistan. Maka PBB mengirimkan utusan untuk memeriksa; apakah isi persetujuan itu ditaati atau tidak oleh Pemerintah Pakistan. Sebelum utusan itu datang, Zia Ulhaq memberikan informasi kepada Mujahidin bahwa utusan PBB akan datang memeriksa kamp-kamp mereka. Maka Mujahidin segera mengisi kamp-kamp tersebut dengan anak-anak yatim, janda-janda kaum muhajirin. Ketika utusan PBB datang memeriksa , mereka hanya mendapati anak-anak yatim, janda-janda dan suasana pengungsian. Maka mereka kembali dan melaporkan bahwa tidak ada lagi kamp-kamp militer di wilayah Pakistan. Tapi hari-hari berikutnya, Mujahidin membuka lagi gudang-gudang senjatanya dan kembali mengadakan latihan serta melakukan aktivitas seperti biasanya.
Junejo mengancam Zia Ulhaq, ”Saya akan memberikan laporan kepada PBB, Amerika dan Uni Soviet bahwa engkau tidak melaksanakan isi persetujuan tersebut”.
Salah seorang yang dekat dengan Presiden Zia Ulhaq, (dan dia adalah orang yang dapat dipercaya) mengatakan pada saya, “Sebelum Zia Ulhaq membubarkan kabinet Junejo, dia mengatakan padaku, “Saya tidak mau hidup terhina dalam sisa umur saya”. Kemudian dia menendang Junejo dari kabinetnya. Selanjutnya Zia Ulhaq mengumpulkan anggota kabinet dan mengatakan pada mereka, “Kalian saya bubarkan. Saya tidak membutuhkan kalian. Kekuasaan sekarang ada di tangan saya”.
“Ini tidak konstitusional”. Protes mereka.
“Kenapa?” Tanya Zia Ulhaq.
“Karena Perdana Menteri Junejo tidak hadir”. Jawab mereka.
“Itu mudah”. Kata Zia Ulhaq sembari mengangkat gagang telepon dan menghubungi Junejo dan berbicara: “Halo Junejo, beristirahatlah di rumah, kamu saya copot dari jabatanmu sebagai Perdana Menteri”. Habis, selesai permasalahan!.
Karena Zia Ulhaq mereka anggap sebagai orang yang keras kepala dan tidak mau bekerja sama dengan mereka, maka Amerika berencana hendak membunuhnya. Sebab mereka hendak mengambil buah dari jihad di Afghan. Tetapi ini tidak bisa mereka lakukan selama Zia Ulhaq masih hidup…selama para pemimpin jihad masih hidup ….maka jalan satu-satunya adalah membunuh mereka semua.
Mereka mengira bahwa hidup dan mati berada di tangan mereka. Seorang menteri yang dekat dengan Zia Ulhaq mengatakan pada saya, “Dua bulan sebelum terbunuh, Zia Ulhaq mengatakan kepada saya, `Pemerintah Amerika ataupun Barat telah bersepakat hendak menyingkirkan dan membunuh saya. Mereka menandatangani kesepakatan itu dalam sebuah lembaran”. Lalu dia mendatangi keempat pemimpin Mujahidin (Sayyaf, Hikmatyar, Yunus Khalis dan Robbani) dan mengatakan pada mereka, “Ada rencana untuk membunuh saya dan kalian. Saya tidak tahu siapa yang bakal menemui Allah lebih dahulu, saya atau kalian”.
Ini menjadi kenyataan. Mereka meledakkan pesawat terbang yang ditumpanginya.
Ada yang mengatakan bahwa sabotase ini dilakukan oleh orang Syi`ah. Namun semua ini tidak terlepas dari rencana jahat yang telah dirancang oleh Amerika.
Karena itu, menjelang saat-saat terakhir terjadinya sabotase ini, Zia Ulhaq berupaya menyertakan duta Amerika dalam setiap kunjungannya. Dengan adanya duta ini, seakan-akan Zia Ulhaq mengatakan kepada mereka, “Teman kalian ikut bersama saya, apakah kalian akan tetap membunuh saya?”. Tapi akhirnya mereka melaksanakan rencananya meski harus mengorbankan orangnya sendiri. Mereka rela mengorbankan satu orang demi mencapai tujuannya, yakni membunuh Zia Ulhaq.
Duta Amerika yang tewas bersama Zia Ulhaq dalam sabotase itu adalah seorang Yahudi. Tetapi namanya memakai nama Kristen. Dia pernah bertugas di tiga negara Islam dan memainkan perannya di sana dengan nama Kristen dan mengaku beragama Kristen. Ketiga negara tersebut adalah Iran, Turki dan Pakistan.
Persekongkolan yang diotaki oleh Amerika untuk melenyapkan para pimpinan Mujahidin sekarang ini semakin hebat. Namun rencana mereka menemui kegagalan berkat informasi yang disampaikan polisi Pusthon di sini (maksudnya, Pesawar) kepada pihak Mujahidin. Memang dari dahulu orang-orang Pusthon yang tinggal di Pakistan menaruh simpati kepada para pemimpin jihad. Mereka adalah warga negara Pakistan yang tinggal di Pesawar. Propinsi ini mayoritas warganya adalah dari etnis Pusthon. Mereka menyukai Sayyaf, Hikmatyar dan Yunus Khalis karena ketiganya adalah orang-orang Pusthon. Maka dari itu mereka selalu mengirimkan informasi kepada pihak Mujahidin jika ada rencana jahat yang ditujukan kepada mereka.
Pernah suatu ketika Hikmatyar mendapat informasi dari seorang polisi Pusthon bahwa ada rencana jahat yang bermaksud meledakkan rumah tempat tinggalnya di Pesawar. Polisi itu menasehati agar supaya dia berhati-hati, mengganti surban dan pakaiannya serta keluar dari rumah tersebut dengan beberapa kendaraan untuk mengelabui mereka.
Hikmatyar keluar dari rumahnya atas nasehat seorang polisi melalui HT (handy talky), namun peralatan yang dimiliki Pemerintah Pakistan lebih canggih dari kepunyaannya sehingga mereka berhasil menyadap pembicaraan itu.
Sewaktu mereka tahu Hikmatyar telah meningalkan rumah dan pergi ke A`zham Warsak, maka segera saja mereka menempatkan kendaraan berisi bahan peledak disamping jalan yang akan dilalui mobil Hikmatyar. Lalu mereka menunggu dari kejauhan sambil memegang remote control. Ketika mobil Hikmatyar melintas, mereka meledakkan mobil yang penuh dengan bahan peledak tersebut. Tetapi tanpa diduga, pada saat mobil yang penuh bahan peledak itu hendak meledak, sebuah otobis datang dari arah belakang dan masuk antara mobil Hikmatyar dan mobil yang meledak itu. Beberapa penumpang otobis itu tewas, tapi Hikmatyar selamat berkat karamah dari Allah Azza wa jalla.
Hikmatyar meninggalkan rumahnya. Lalu kami menawarkan usulan kepadanya, “Bagaimana jika rumah itu kami jadikan kantor?”.
“Silahkan “. Jawabnya.
Kemudian rumah itu kami perbaiki. Selesai kami perbaiki, Hikmatyar berkata pada kami, “Saya menghendaki rumah itu kembali”.
“Mengapa anda berubah pikiran?” Tanya kami.
“Karena tidak ada tempat yang saya rasa lebih aman dari rumah tersebut,” Katanya memberi alasan.
Lalu dia kembali ke rumah tersebut dan tinggal di sana. Tapi belum sampai satu bulan dia sudah meninggalkannya kembali karena mendapat informasi bahwa rumah tersebut akan diledakkan. Akhirnya dia mengatakan, “Saya akan meninggalkan Pesawar selama-lamanya”. Dan dia sekarang masuk ke wilayah Afghanistan.
Demikianlah, musuh-musuh Allah berulangkali membuat rencana jahat untuk melenyapkan para pemimpin jihad. Akan tetapi Allah Azza wa Jalla-lah yang memegang segala urusan makhluq-Nya. Dan segala urusan itu akan kembali kepada-Nya. Takdir bukan di tangan Amerika, bukan di tangan Rusia dan bukan di tangan India.
Kembali ke Daftar Isi
Di awal peperangan, orang-orang Islam yang hidup dalam kehinaan dan kerendahan berkata, “Bangsa Afghan telah melakukan tindakan yang sia-sia. Menghadapi Rusia sama saja bunuh diri”. Ya betul! Mereka mengatakan demikian, bahkan ketika saya mengajak pemuda –pemuda muslim yang tinggal di Amerika, di Eropa atau di negara lain untuk pergi jihad di Afghanistan mereka mengatakan, ”Abdullah Azzam ingin pemuda-pemuda muslim disembelih di Afghanistan”..
Demikianlah ucapan mereka, tidak memiliki sikap tawakkal terhadap ketentuan Allah. Kehinaan dan kerendahan telah merasuk dalam jiwa mereka, sehingga yang ma`ruf tampak munkar dan yang munkar tampak ma`ruf. Jihad mereka katakan dengan bunuh diri dan pasrah dalam kehinaan mereka katakan sikap bijaksana.
Para pengecut memandang rasa takut sebagai sikap bijaksana.
Padahal itu adalah perangai munafik yang tercela.
Pada permulaan jihad, Amerika merasa gembira. Sebab Rusia pasti akan mengalihkan perhatiannya dari persoalan Nicaragua yang selama ini menjadi duri dalam daging Amerika. Amerika tidak ingin Nicaragua menjadi negara komunis, karena hal ini dapat menjadi ancaman bagi mereka dimasa yang akan datang. Makanya mereka mengatakan, ”Biarlah bangsa Afghan membuat sibuk Rusia dan menguras habis kekuatannya. Tidak jadi soal siapa di antara mereka yang akan memperoleh kemenangan. Kita akan tetap mendapatkan keuntungan dari peperangan mereka. Tidak mengapa wilayah-wilayah perbatasan dibuka supaya mujahidin bisa keluar masuk dengan bebas tanpa ada kesulitan. Dan kita tidak akan mempersulit siapa saja yang hendak memberikan buntuan sukarela kepada mereka. Dan tidak mengapa pula bila kita lansir sebagian berita jihad mereka”.
Orang-orang Amerika senang melihat jihad Afghan berhasil menguras kekuatan Rusia sedikit demi sedikit. Tapi mereka tidak menyangka kalau akhirnya jihad ini dapat berkembang sampai batas yang membuat mereka cemas. Cemas akan kemenangan Mujahidin.
Lima tahun setelah pecahnya jihad Afghanistan, yakni pada tahun 1984 M. Amerika mendapati kenyataan bahwa Mujahidin hampir meraih kemenangan. Maka mereka mulai mengevaluasi kembali perhitungannya. Mereka berkata, “Kalian wahai Rusia, masuk negeri Afghanistan sehingga membangunkan kaum muslimin dari tidurnya. Kalian telah membangunkan bangsa Afghan. Mereka adalah bangsa yang terkenal dalam sejarah peperangannya. Bukan cuma persoalan Afghan saja yang menggelisahkan kami, tapi pengaruh jihad ini di negeri-negeri Islam. Mereka semuanya bersimpati terhadap persoalan Afghanistan dan menempatkannya dalam agenda mereka yang pertama. Orang Saudi datang…orang Mesir datang… orang Palestina datang…. Orang Syiria datang… dan orang-orang Islam dari seluruh dunia datang untuk bergabung dengan mujahidin Afghan”.
Tentu saja, Yahudilah yang mempunyai peran besar dalam mengendalikan politik negara-negara Barat.Yang paling membuat mereka cemas adalah apabila pemuda asli Palestina, asli Yordania atau asli Syiria datang ke Afghanistan, sebab mereka bisa menimbulkan ancaman bagi negeri Israel di masa mendatang.
Melalui berbagai tekanan dan rintangan yang kami hadapi di atas bumi jihad, dan yang saya hadapi secara pribadi selama beberapa tahun ini, maka saya memahami bahwa orang-orang Yahudi berkeyakinan bahwa pada suatu ketika nanti akan terjadi intifadah di bumi Palestina. Mereka menyadari akan timbulnya intifadah ini sebelum tiga atau empat tahun yang lalu. Karena jihad Afghan adalah seperti cahaya yang berjalan di tengah kegelapan. Seperti cahaya yang berjalan di kepekatan malam. Dan alangkah cepatnya cahaya itu menyebar di sekelilingnya karena cahaya tidak mengenal batas ruang apabila berjalan dalam kegelapan.
Mereka berupaya menghentikan jihad Afghanistan dan mengatakan pada Rusia , “Keluarlah dari negeri Afghanistan”. Rusia memberikan jawaban, “Kami bersedia menarik mundur pasukan kami. Tapi apakah kalian rela apabila Islam mengambil alih kekuasaan di negeri Afghanistan sepeninggal kami?”.
“ Kami tidak akan rela”. Jawab mereka.
“Jika demikian, carilah orang Afghanistan yang Islamnya fleksible dan bisa berkompromi dengan pihak manapun untuk menggantikan posisi kami”. Kata Rusia.
“Jika itu yang kalian maksudkan, maka orangnya adalah Zhahir Syah”. Kata mereka.
Maka mereka menawarkan Zhahir Syah kepada kaum Mujahidin. Syeikh Sayyaf yang waktu itu menjadi pimpinan Ittihad Mujahidin Afghanistan memberi jawaban ,”Kami akan sambut kedatangannya, dan bila sudah di lapangan terbang akan kami bunuh dia”.
Mereka membawa orang-orang Afghan yang menamakan dirinya juga Mujahidin untuk bertemu dengan mantan raja Zhahir Syah dalam rangka membujuknya supaya dia mau kembali ke Afghanistan”. Ketika mereka telah menyampaikan maksudnya, Zhahir Syah mengatakan, “Selama Sayyaf dan Hikmatyar masih hidup, tidak mungkin bagi saya kembali ke Afghanistan”.
Mereka terus berupaya mencari tokoh yang dapat diterima oleh kaum Mujahidin,”Baik, jika Zhahir Syah tidak diterima, carilah orang-orang dekatnya. Misalnya: mantan Perdana Menterinya, yakni Muhammad Yusuf, atau Shamad Hamid dan seorang lagi namanya Abdul Hakim Thabibi, yang sekarang ini tinggal di Jenewa.
Tentang yang terakhir ini Syeikh Sayyaf dan Yunus Khalis menceritakan, “Kami pernah menumpang mobil bersama Abdul Hamid Thabibi ketika kami menghadiri perundingan yang diadakan di Jenewa. Dia mengundang kami karena dia orang Afghan dan kami juga orang Afghan. Sewaktu melewati pemakaman Nasrani, Abdul Hamid berujar, “Tengoklah keelokan bunga-bunga yang terdapat di atas kuburan itu. Ah seandainya saja saya nanti di kuburkan di sana”.
Abdul Hamid ingin mayatnya dikubur bersama orang-orang Nasrani! Maka apakah patut orang semacam itu ditawarkan sebagai salah seorang anggota Ahli Syuro. Tentu saja kaum mujahidin menolaknya mentah-mentah!
Kekalahan Rusia Di Afghanistan
Sewaktu Michael Gorbachev memegang kekuasaan tertinggi di Rusia, tentara Rusia mengalami kekalahan yang beruntun dari Mujahidin di Afghanistan. Maka dia mengumpulkan para jendralnya dan mengatakan pada mereka, “Sebaiknya kita tarik saja tentara kita dari Afghanistan”.
“Jika kita menarik mundur tentara kita dengan cara yang hina ini, maka kita tak akan punya muka lagi di hadapan NATO, negeri-negeri Barat dan Amerika. Berilah tempo kami selama dua bulan untuk menutup daerah-daerah perbatasan dan menghentikan jihad”. Kata para jenderalnya
“Cuma dua bulan saja yang kalian butuhkan?” Tanya Gorbachev.
“Ya dua bulan saja “. Jawab para jendral.
Gorbachev berkata, “Saya berikan waktu sejak dari sekarang sampai akhir tahun nanti”.
Mereka kemudian melakukan serangan besar-besaran di tiga daerah, yaitu di daerah Joji yang menewaskan 13 orang syuhada Arab di front Ma`sadah, di Nengrahar dan di wilayah Kandahar.
Pertempuran di Joji berlangsung selama 22 hari. Dalam pertempuran ini Rusia mengerahkan 4 batalyon tentara reguler I serta satu batalyon pasukan Komando. Ditambah 3 detasemen pasukan komunis Afghan yang didatangkan dari wilayah Gardez, Ghazni dan Kabul. Namun akhirnya Rusia mengalami kekalahan telak dengan meninggalkan 122 tank dan panser yang rusak serta 1500 serdadu yang tewas.
Saya dan Syeikh Sayyaf ketika itu berada di terowongan (yang dibikin mujahidin untuk berlindung dari serangan udara). Beliau berkata pada saya, “Syeikh Abdullah, anda lihat sendiri bagaimana armada darat dan udara musuh, sedang armada kami hanya 4 buah mobil toyota pick up. Tak satupun armada kami yang hancur, semuanya masih tetap utuh”.
Rusia juga mengalami kekalahan di wilayah Nengrahar, juga di wilayah Kandahar. Lalu Gorbachev bertanya pada jendralnya : “Bagaimana, kalian berhasil?’.
Mereka menjawab, ”Kami mengalami kegagalan, bagaimana jika kita menarik mundur pasukan setelah mengadakan perundingan Internasional? Dengan cara demikian kita dapat menyelamatkan muka kita di mata dunia”.
Akhirnya Gorbachev memutuskan menarik mundur pasukan Rusia dari Afghanistan, baik PBB mengadakan perundingan Jenewa atau tidak. Kata Gorbachev , ”Kita harus menarik mundur pasukan kita. Karena kita tidak mampu melanjutkan peperangan di sana setelah mengalami kekalahan demi kekalahan”.
Zia Ulhaq Dibunuh karena Membela Jihad Afghan
Sebelum berlangsungnya persetujuan Jenewa, pihak Amerika mengetahui bahwa Zia Ulhaq memberikan dukungan kepada mujahidin Afghan. Sampai sekarang orang-orang Amerika berusaha mengetahui reaktor nuklir yang dikembangkan Pemerintah Pakistan. Namun mereka tidak dapat melihatnya, karena usaha mereka dirintangi oleh Presiden Zia Ulhaq. Pada masa-masa awal pemerintahannya, orang-orang Amerika bermaksud menyingkirkannya karena dia berusaha membuat bom atom. Karena hal itu bisa menimbulkan ancaman yang besar bagi mereka.
Ketika Nushrat Butho ikut dalam pemilihan parlemen pertama bersama putrinya Benazir Butho, dia mengatakan, “Jika saya menang dalam pemilihan, maka saya akan mengizinkan Amerika untuk melihat reaktor-reaktor nuklir yang kami kembangkan”.
Posisi Zia Ulhaq yang kuat dalam pemerintah Pakistan menyebabkan Amerika berpikir keras bagaimana cara menyingkirkannya. Maka mereka melakukan negosiasi melalui Junejo Khan, Perdana Menteri Pakistan saat itu, untuk merongrong kekuasaannya. Orang inilah yang mempunyai peran besar dalam menggoalkan persetujuan Jenewa. Dia mendesak Presiden Zia Ulhaq menerima isi persetujuan Jenewa. Meskipun pada akhirnya Zia Ulhaq menerima isi persetujuan Jenewa, tapi dia tetap bersikukuh menjadikan isi perjanjian itu hanya sebagai formalitas belaka.
Di antara butir-butir isi persetujuan yang disepakati dalam perjanjian tersebut adalah : Pemerintah Pakistan harus menutup kamp-kamp mujahidin Afghanistan yang berada di wilayah Pakistan. Maka PBB mengirimkan utusan untuk memeriksa; apakah isi persetujuan itu ditaati atau tidak oleh Pemerintah Pakistan. Sebelum utusan itu datang, Zia Ulhaq memberikan informasi kepada Mujahidin bahwa utusan PBB akan datang memeriksa kamp-kamp mereka. Maka Mujahidin segera mengisi kamp-kamp tersebut dengan anak-anak yatim, janda-janda kaum muhajirin. Ketika utusan PBB datang memeriksa , mereka hanya mendapati anak-anak yatim, janda-janda dan suasana pengungsian. Maka mereka kembali dan melaporkan bahwa tidak ada lagi kamp-kamp militer di wilayah Pakistan. Tapi hari-hari berikutnya, Mujahidin membuka lagi gudang-gudang senjatanya dan kembali mengadakan latihan serta melakukan aktivitas seperti biasanya.
Junejo mengancam Zia Ulhaq, ”Saya akan memberikan laporan kepada PBB, Amerika dan Uni Soviet bahwa engkau tidak melaksanakan isi persetujuan tersebut”.
Salah seorang yang dekat dengan Presiden Zia Ulhaq, (dan dia adalah orang yang dapat dipercaya) mengatakan pada saya, “Sebelum Zia Ulhaq membubarkan kabinet Junejo, dia mengatakan padaku, “Saya tidak mau hidup terhina dalam sisa umur saya”. Kemudian dia menendang Junejo dari kabinetnya. Selanjutnya Zia Ulhaq mengumpulkan anggota kabinet dan mengatakan pada mereka, “Kalian saya bubarkan. Saya tidak membutuhkan kalian. Kekuasaan sekarang ada di tangan saya”.
“Ini tidak konstitusional”. Protes mereka.
“Kenapa?” Tanya Zia Ulhaq.
“Karena Perdana Menteri Junejo tidak hadir”. Jawab mereka.
“Itu mudah”. Kata Zia Ulhaq sembari mengangkat gagang telepon dan menghubungi Junejo dan berbicara: “Halo Junejo, beristirahatlah di rumah, kamu saya copot dari jabatanmu sebagai Perdana Menteri”. Habis, selesai permasalahan!.
Karena Zia Ulhaq mereka anggap sebagai orang yang keras kepala dan tidak mau bekerja sama dengan mereka, maka Amerika berencana hendak membunuhnya. Sebab mereka hendak mengambil buah dari jihad di Afghan. Tetapi ini tidak bisa mereka lakukan selama Zia Ulhaq masih hidup…selama para pemimpin jihad masih hidup ….maka jalan satu-satunya adalah membunuh mereka semua.
Mereka mengira bahwa hidup dan mati berada di tangan mereka. Seorang menteri yang dekat dengan Zia Ulhaq mengatakan pada saya, “Dua bulan sebelum terbunuh, Zia Ulhaq mengatakan kepada saya, `Pemerintah Amerika ataupun Barat telah bersepakat hendak menyingkirkan dan membunuh saya. Mereka menandatangani kesepakatan itu dalam sebuah lembaran”. Lalu dia mendatangi keempat pemimpin Mujahidin (Sayyaf, Hikmatyar, Yunus Khalis dan Robbani) dan mengatakan pada mereka, “Ada rencana untuk membunuh saya dan kalian. Saya tidak tahu siapa yang bakal menemui Allah lebih dahulu, saya atau kalian”.
Ini menjadi kenyataan. Mereka meledakkan pesawat terbang yang ditumpanginya.
Ada yang mengatakan bahwa sabotase ini dilakukan oleh orang Syi`ah. Namun semua ini tidak terlepas dari rencana jahat yang telah dirancang oleh Amerika.
Karena itu, menjelang saat-saat terakhir terjadinya sabotase ini, Zia Ulhaq berupaya menyertakan duta Amerika dalam setiap kunjungannya. Dengan adanya duta ini, seakan-akan Zia Ulhaq mengatakan kepada mereka, “Teman kalian ikut bersama saya, apakah kalian akan tetap membunuh saya?”. Tapi akhirnya mereka melaksanakan rencananya meski harus mengorbankan orangnya sendiri. Mereka rela mengorbankan satu orang demi mencapai tujuannya, yakni membunuh Zia Ulhaq.
Duta Amerika yang tewas bersama Zia Ulhaq dalam sabotase itu adalah seorang Yahudi. Tetapi namanya memakai nama Kristen. Dia pernah bertugas di tiga negara Islam dan memainkan perannya di sana dengan nama Kristen dan mengaku beragama Kristen. Ketiga negara tersebut adalah Iran, Turki dan Pakistan.
Persekongkolan yang diotaki oleh Amerika untuk melenyapkan para pimpinan Mujahidin sekarang ini semakin hebat. Namun rencana mereka menemui kegagalan berkat informasi yang disampaikan polisi Pusthon di sini (maksudnya, Pesawar) kepada pihak Mujahidin. Memang dari dahulu orang-orang Pusthon yang tinggal di Pakistan menaruh simpati kepada para pemimpin jihad. Mereka adalah warga negara Pakistan yang tinggal di Pesawar. Propinsi ini mayoritas warganya adalah dari etnis Pusthon. Mereka menyukai Sayyaf, Hikmatyar dan Yunus Khalis karena ketiganya adalah orang-orang Pusthon. Maka dari itu mereka selalu mengirimkan informasi kepada pihak Mujahidin jika ada rencana jahat yang ditujukan kepada mereka.
Pernah suatu ketika Hikmatyar mendapat informasi dari seorang polisi Pusthon bahwa ada rencana jahat yang bermaksud meledakkan rumah tempat tinggalnya di Pesawar. Polisi itu menasehati agar supaya dia berhati-hati, mengganti surban dan pakaiannya serta keluar dari rumah tersebut dengan beberapa kendaraan untuk mengelabui mereka.
Hikmatyar keluar dari rumahnya atas nasehat seorang polisi melalui HT (handy talky), namun peralatan yang dimiliki Pemerintah Pakistan lebih canggih dari kepunyaannya sehingga mereka berhasil menyadap pembicaraan itu.
Sewaktu mereka tahu Hikmatyar telah meningalkan rumah dan pergi ke A`zham Warsak, maka segera saja mereka menempatkan kendaraan berisi bahan peledak disamping jalan yang akan dilalui mobil Hikmatyar. Lalu mereka menunggu dari kejauhan sambil memegang remote control. Ketika mobil Hikmatyar melintas, mereka meledakkan mobil yang penuh dengan bahan peledak tersebut. Tetapi tanpa diduga, pada saat mobil yang penuh bahan peledak itu hendak meledak, sebuah otobis datang dari arah belakang dan masuk antara mobil Hikmatyar dan mobil yang meledak itu. Beberapa penumpang otobis itu tewas, tapi Hikmatyar selamat berkat karamah dari Allah Azza wa jalla.
Hikmatyar meninggalkan rumahnya. Lalu kami menawarkan usulan kepadanya, “Bagaimana jika rumah itu kami jadikan kantor?”.
“Silahkan “. Jawabnya.
Kemudian rumah itu kami perbaiki. Selesai kami perbaiki, Hikmatyar berkata pada kami, “Saya menghendaki rumah itu kembali”.
“Mengapa anda berubah pikiran?” Tanya kami.
“Karena tidak ada tempat yang saya rasa lebih aman dari rumah tersebut,” Katanya memberi alasan.
Lalu dia kembali ke rumah tersebut dan tinggal di sana. Tapi belum sampai satu bulan dia sudah meninggalkannya kembali karena mendapat informasi bahwa rumah tersebut akan diledakkan. Akhirnya dia mengatakan, “Saya akan meninggalkan Pesawar selama-lamanya”. Dan dia sekarang masuk ke wilayah Afghanistan.
Demikianlah, musuh-musuh Allah berulangkali membuat rencana jahat untuk melenyapkan para pemimpin jihad. Akan tetapi Allah Azza wa Jalla-lah yang memegang segala urusan makhluq-Nya. Dan segala urusan itu akan kembali kepada-Nya. Takdir bukan di tangan Amerika, bukan di tangan Rusia dan bukan di tangan India.
Kembali ke Daftar Isi
Klo menuju ke perbatasan afghan dengan jalan kaki dari indo.. Gmn caranya yaa mohon diberitahu..
BalasHapusKlo menuju ke perbatasan afghan dengan jalan kaki dari indo.. Gmn caranya yaa mohon diberitahu..
BalasHapus