Select Menu
Select Menu

Favorit

Buku Referensi

Buku

Pergerakan Islam

Tokoh

Rumah Adat

Syamina

Pantai

Seni Budaya

Kuliner

» » » Sabar Adalah Ibadah


Unknown 00.00 0

Ketika majelis hakim menjatuhkan hukuman kerja berat seumur hidup atas Zainab Al Ghazali, beliau  berkata : Allahu Akbar, demi menegakkan bendera Islam dan masyarakat muslim Saya katakan: “Ash shabru billah (sabar itu dengan pertologan Allah )”

“Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah”. (QS. An Nahl : 127)
-----------------------------------------------------------
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad bin Abdullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan kepada siapa saja yang mengikutinya.

Ketika saya berbicara tentang sabar, maka terlintas dalam benak saya, bayangan saudaraku yang tercinta Asy Syahid Su’ud Al Bashri, Sa’ad Ar Rusyud, yang datang ke sini selama enam belas bulan. Dia kelilingi negeri Afghanistan seluruhnya. Siap di atas punggung kudanya manakala dia dengar suara yang menakutkan dari musuh, maka dia terbang mendatanginya, mencari maut di jalan Allah yang menjadi idamannya. Pernah saya katakan padanya : “Ya Su’ud, bagaimana jika kami datangkan keluargamu ke sini?” Dia menjawab : “Jangan. Biarkan mereka berjihad dengan kesabarannya atas perpisahan kami”.

Pernah dia bercerita kepadaku : “Aku telah lupa dengan wajah tiga orang putriku. Suatu malam aku bermimpi, salah seorang putriku menggodaku. Maka hatiku sangat rindu sekali kepadanya. Lalu aku terbangun dalam keadaan sangat terkejut. Tak berapa lama, aku sadar bahwa itu adalah mimpi dari syetan, yang menginginkan aku kembali pulang dengan kerinduanku kepada salah seorang putriku. Lalu aku meludah ke samping kiri tiga kali kemudian aku tidur kembali”.

Suatu saat saya menawarkan kepadanya : “Hai Su’ud, maukah engkau pergi ke Juzjan?” Dia menjawab : “Terserah padamu. Jika kamu pandang aku perlu pergi ke sana, maka aku akan ikut perintahmu”. Maka pergilah Su’ud dan kemudian menghilang selama enam bulan di tengan padang salju di wilayah utara sepanjang tepi sungai Amujihon.

Sungguh saya sangat heran sekali terhadap mereka. Terhadap adab mereka, pendidikan mereka, kesabaran mereka, ketaatan mereka. Padahal mereka belum lama berkecimpung dalam Jama’ah Islamiyah, padahal mereka belum lama mendapat gemblengan dari murrabi. Akan tetapi karena keikhlasan, yang menjadikan Allah mengalirkan berbagai kenikmatan atas hati dan melimpah budi pekerti yang utama atas anggota badan.

Percayalah wahai saudara-saudaraku, manakala saya berbicara tentang pemuda tadi, maka saya merasakan kerendahan, kekerdilan, dan kekecilan diri saya di hadapannya. Dia telah berpulang ke hadapan Rabbnya dengan diam-diam. Datang sebagai orang asing, hidup dalam keadaan asing dan pergi dalam keadaan asing pula. Dan alangkah bahagianya orang-orang asing itu. Yakni mereka yang tidak dikenal, bertakwa, berbudi baik. Jika mereka hadir, maka orang-orang tidak ada yang mengenalnya. Jika mereka tak ada, maka orang-orang tidak mencarinya.

Banyak yang tidak mengenal mereka, dan banyak yang tidak peduli dengan mereka. Sampai sekarang, saya yakin bahwa diantara kalian ada yang tak mengenal wajah Su’ud, ‘Abdul Wahhab, Abu Hamzah atau Abu ‘Utsman. Jika para pemuda yang tinggal di Maktab Khidmat tidak mengenal mereka maka Rabbnya mengenal mereka. Sebagaimana ucapan ‘Umar : “Jika ‘Umar tidak mengenal mereka, maka Rabbnya ‘Umar mengenal mereka”.

Mereka telah pergi menemui Allah, namun Allah tidak membiarkan mereka pergi tanpa memperlihatkan kepada kita karama karamah mereka, bahkan sampai sesudah kematian mereka.

Abu Dawud bercerita kepadaku bahwa dia melihat dengan mata kepala sendiri, pada Selasa malam, sebuah cahaya naik dari kubur mereka ke langit. Cahaya tersebut kembali dalam bentuk busur ke kubur mereka, kemudian kembali begini (seraya mengisyaratkan dengan tangannya). Cahaya di dunia dan cahaya di alam barzakh, dan cahaya Insya Allah di atas shirath. Dan mereka itu tidak akan terhalang bi idznillah.

Kita mohon kepada Allah semoga mereka tidak terhalang melihat cahaya Rabb mereka di Jannatul Firdaus yang tinggi, dimana kepada mereka Allah mengucapkan : “Salaamun qaulan min rabbir rahiim”. (QS. Yasin : 58).

Wahai saudara-saudaraku.

Sabar, bersabar di atas jalan ini, memudahkan kawan, mencintai sahabat. Sabar dalam menghadapi kesulitan, sabar terhadap ikhwan, sabar terhadap perintah amir, sabar terhadap makanan, sabar dalam jihad, sabar menghadapi hawa panas, sabar menghadapi hawa dingin, sabar berada jauh dari keluarga dan orang-orang yang dicintai. Inilah jalan yang sebenarnya. Maka bersabarlah kalian sehingga kalian berjumpa dengan Rasul kalian, Muhammad SAW di al haudh.

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung”. (QS. Ali Imran : 200)

Ketahuilah olehmu, bahwa Allah memberikan ucapan shalawat dan salam kepada Nabi-Nya sejak dahulu. Dan Allah berfirman memerintahkan orang-orang beriman agar mengucapkan shalawat dan salam kepada Nabi-Nya, sebagai pengingat dan pengajaran bagi kalian, dan sebagai pemuliaan dan penghormatan bagi kedudukan Nabi-Nya.

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. (QS. Al Ahzab : 56)

Labbaika! Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah!

“Ya Allah, limpahkan rahmat kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau beri rahmat Nabi Ibrahim dan keluarganya, dan limpahkan berkah kepada Nabi Muhammad beserta keluarganya, sebagaimana Engkau memberi berkah kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Di seluruh alam semesta ini Engkaulah yang Maha terpuji dan maha Mulia.

Ya Allah, ridhailah para sahabat, para tabi’in dan tabi’i tabi’in dengan penuh kebaikan sampai hari kiamat.

Ya Allah, karunikanlah kekuasaan bagi orang-orang beriman di muka bumi, ya Allah karuniakanlah kekuasaan bagi orang-orang yang beriman, ya Allah karuniakanlah kekuasaan bagi orang-orang beriman di muka bumi.

Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu Jannatul Firdaus yang paling tinggi.
Ya Allah, bantulah kami agar selalu dapat mengingat-Mu
Mensyukuri-Mu dan memperbaiki ibadah kepada-Mu

Ya Allah, hidupkanlah kami sebagai orang-orang yang berbahagia, dan matikanlah kami sebagai para syuhada’ , dan kumpulkan kami bersama rombongan Muhammad SAW.

Ya Allah, perbaikilah dien kami dimana dien kami itu merupakan pelindung seluruh urusan kami dan perbaikilah dunia kami, dimana dunia kami itu merupakan tempat penghidupan kami dan perbaikilah akhirat kami, yang menjadi tempat kembali kami. Jadikanlah hidup ini sebagai penambah segala kebaikan, dan jadikanlah kematian itu sebagai tempat istirahat kami dari segala macam kejahatan, dan akhirilah hidup kami dengan khusnul khatimah.

Ya Allah, berilah pertolongan mujahidin Afghan dan persatukan hati mereka dan perbaikilah hubungan antar mereka, dan tunjukilah mereka kepada jalan keselamatan.

Ya Allah, berilah pertolongan mujahidin di Afghanistan, di Palestina, di Lebanon, di Philipina, di Suria, di Yaman, di Bosnia, dan di semua tempat.

Shalawat serta salam mudah-mudahan dilimpahkan kepada junjungan kita Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya.

Wahai hamba-hamba Allah!!

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu daoat mengambil pelajaran”. (QS. An Nahl : 90) 

Ingatlah kamu selalu kepada Allah, pasti Dia akan mengingatmu dan mintalah ampunan kepadaNya, pasti Dia akan memberikan ampunan kepadamu.

Wahai mereka yang telah ridla Allah sebagai Rabbnya, dan Islam sebagai Diennya dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasulnya. Ketahuilah, sesungguhnya Allah telah menurunkan ayat dalam Surat An Nahl :

“Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan”. (QS. An Nahl : 127)

Dan Allah ‘Azza wa Jalla juga berfirman:

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala tanpa batas”. (QS. Az Zumar : 10)

Dalam hadits disebutkan bahwa:

“Sabar itu adalah cahaya…[i] .

Apa itu sabar? Seperti apa kedudukan orang-orang sabar itu? Apa bekal dan persiapan supaya dapat menjadi orang yang sabar.

Kedudukan Sabar.

Sabar adalah separuh dari agama (dien). Sabar itu kedudukannya seperti kepala terhadap tubuh. Sebagaimana tidak ada jasad tanpa kepala, maka demikian juga tidak ada agama (dien) tanpa sabar.

Sabar itu menurut ijma’ ulama hukumnya wajib. Kata “washbir” adalah fi’il amar (kata kerja perintah), dan perintah itu menunjukkan suatu kewajiban. Tidak mungkin dapat melewati shirath (titian menuju surga) kecuali orang-orang yang sabar. Dan seseorang tidak mungkin naik ke suatu tempat di sisi Rabbnya kecuali mereka yang sabar dan bersyukur.

Allah 'Azza wa Jalla menyebut kata sabar di dalam Al Qur'an kurang lebih di sembilan puluh tempat. Allah menyebutnya dalam enam belas bentuk, setiap bentuk mempunyai suatu manfaat. Atau dengan kata lain, Allah menyebutkan enambelas manfaat sabar dalam kitab-Nya. Yang paling penting ialah :

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahalanya tanpa batas”. (QS. Az Zumar : 10)

Dalam sebuah atsar disebutkan :

“Pada hari kiamat, orang-orang yang selalu mendapatkan bala’ dari Allah di dunia didatangkan, tidak diadakan persidangan bagi mereka dan tidak pula ditimbang amalannya bahkan mereka diberikan kebaikan yang melimpah. Maka dari itu orang-orang yang jarang mendapatkan bala’ dari Allah di dunia berangan-angan kalau sekiranya jasad mereka dipotong-potong dengan gunting, karena mereka iri melihat kebaikan, kesejahteraan dan kedudukan yang dianugerahkan Allah kepada orang yang selalu sabar menghadapi bala’”.[ii]

Juga sabar dan takwa, keduanya merupakan dua perisai yang kuat lagi kokoh dalam menolak tipu daya musuh-musuh Allah dan rencana-rencana jahat mereka.

“Sesungguhnya barangsiapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik”. (QS. Yusuf : 90)

“Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan”. (QS. Ali Imran : 120) 



“Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya”. (QS. Ali Imran : 120)


Demikian juga sabar khususnya dalam jihad, maka ia akan membuat malaikat penolong turun:

“Ketahuilah, bahwasa di dalam kesabaran atas sesuatu yang kamu tidak suka itu terdapat kebaikan yang banyak, dan bahwa pertolongan itu bersama kesabaran, dan jalan keluar itu bersama kesusahanserta sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan”.[iii]

“Ya (cukup), jika kamu bersabar dan bertaqwa dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda”. (QS. Ali Imran : 125)

Lima ribu malaikat. Menurut Qurthubi dan Hasan Al Bashri serta yang lain, bahwa malaikat yang lima ribu jumlahnya itu disiapkan untuk setiap tentara muslim yang sabar dan mengharapkan balasan dari amal hanya kepada Allah. Jadi setiap tentara yang sabar dan mengharapkan pahala amalnya hanya kepada Allah maka malaikat akan turun kepadanya.

Sabar dan takwa mengangkat kedudukan seseorang di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu Allah Rabbul ‘Izzati berfirman melalui lesan Nabi Yusuf, yakni ketika para saudara bertanya kepadanya :

“Mereka berkata: "Apakah kamu ini benar-benar Yusuf?" Yusuf menjawab: "Akulah Yusuf dan ini saudaraku. Sesungguhnya Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami”. (QS. Yusuf : 90)

Mengapa Allah melimpahkan karunia-Nya kepada Yusuf? Sesungguhnya dikarenakan ‘illat (sebab), yakni kata innahu sedangkan kata fa inna itu untuk penjelasan sebab. (Innahu man yattaqi wa yashbir, fa innallaha laa yudhii’u ajral muhsiniin)

Demikian juga, sabar itu dapat membuka jiwa untuk dapat menerima isyarat-isyarat dari alam semesta sehingga dia berfikir dan memperhatikan. Dan sabar juga membuat hati terbuka untuk menerima makna-makna Al Qur'an, sehingga dia dapat mengambil pelajaran dan melangkah di atas jalan kebenaran.

“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur”. (QS. Luqman : 31)

Macam-Macam Sabar dan Tingkatannya.

1. Sabar di dalam mentaati Allah

2. Sabar dari berbuat maksiyat terhadap Allah

3. Sabar dalam menghadapi ujian karena pilihannya/kehendaknya

4. Sabar dalam menghadapi musibah yang datang di luar kehendaknya

Semakin seseorang itu sabar menghadapi ujian karena pilihannya, maka pahala yang diterimanya semakin banyak dan kedudukannya juga semakin tinggi.

Orang-orang yang menyabarkan diri mereka dalam jihad, dan mengikat diri mereka, maka mereka itu lebih tinggi kedudukannya daripada mereka yang berjihad karena tidak ada alternatif lain kecuali jalan itu. Yang ini diberi pahala dan yang itu juga diberi pahala. Akan tetapi orang mengikat dirinya untuk mentaati Allah karena pilihannya, tidak diragukan lagi kalau ia lebih banyak pahalanya dan lebih besar ganjarannya. Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah bahwasanya kesabaran Yusuf dalam menghadapi godaan istri pembesar negeri lebih besar pahalanya dan lebih tinggi sebutannya daripada kesabaran Yusuf ketika menghadapi bala’ berada di dalam sumur. Karena dimasukkannya Yusuf ke dalam sumur tersebut bukan karena pilihannya.

Ketika itu beliau masih muda, lajang, dirantau, jauh dari pengawasan mata. Yang merayu adalah istri tuannya, yang cantik jelita, di rumah yang tertutup rapat, aman dari pengawasan, jauh dari pandangan mata. Wanita tersebut yang mendekat kepadanya dan membujuknya, serta mengancam Yusuf jika dia tidak meladeni ajakannya. Maka semua faktor yang mendorong Yusuf melakukan perbuatan tersebut tersedia lengkap. Namun demikian :

“Yusuf berkata: "Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukanku dengan baik". Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung. Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Rabbnya”. (QS. Yusuf : 23-24)

Adapun yang menjadi kecondongan para mufassir mengenai maksud : hammat bihi adalah bi dharbihi (wanita itu bermaksud memukul Yusuf) dan wa hamma biha artinya wa hamma bi dharbihaa (Yusuf bermaksud memukulnya). Sebab tidak mungkin makna kata al hammu (bermaksud) itu sebagaimana ucapan sebagian mufassir, yakni Yusuf condong untuk melakukan zina, sebab sebelumnya Yusuf menjawab : “Aku berlindung kepada Allah, sesungguhnya tuanku telah memperlakukanku dengan baik…”.

Seandainya Yusuf memukul wanita tersebut dan terjadi pergumulan dengannya, tentu baju wanita tersebut robek di depan yang akan justru bisa dijadikan alasan untuk membuktikan kesalahan Yusuf.

Tanda dari Rabbnya yang menghindarkan dia dari pergumulan dengan wanita tersebut :

“Dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu dan wanita itu menarik baju gamis Yusuf dari belakang hingga koyak dan kedua-duanya mendapati suami wanita itu dimuka pintu”. (QS. Yusuf : 25)

Sesungguhnya tingkatan sabar yang paling besar adalah sabar seperti ini. Bersabar, sedangkan perbuatan keji dimudahkan, faktor-faktornya tersedia. Muda belia, normal seksual, dan masih lajang namun demikian dia bersabar dan berpegang teguh kepada Allah.

“Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus”. (QS. Ali Imran : 101)

Sudah bukan rahasia lagi, bahwa jika seorang pemuda jauh dari pengawasan, jauh dari orang yang tinggal sekampung, lepas dari penjagaan keluarga serta telah berada di luar negerinya; maka dia cenderung berpaling dari moralitas atau nilai-nilai etika yang ditanamkan keluarganya sebelumnya. Namun meskipun demikian keadaannya, pemuda Yusuf as. tetap bersabar.

“Seandainya dia tidak melihat tanda (dari) Rabbnya. Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba -hamba kami yang terpilih”. (QS. Yusuf : 24)

Perbuatan keji itu membuat luka dalam hati seperti tulang yang patah. Mungkin seseorang akan bertaubat setelah melakukan perbuatan keji tersebut sehingga membuat tulang patah menyambung kembali. Akan tetapi perbuatan keji lain mematahkan tulang yang lain pula. Pada saat demikian itu maka tulang tersebut tidak mampu kembali dalam keadaan lurus. Akhirnya, kaki atau tangan yang pernah patah itu dapat menjalankan fungsinya sebagaimana saat-saat sebelum patahnya.

Dan termasuk nikmat Allah 'Azza wa Jalla yang dikaruniakan kepada kaum pemuda ialah mereka bersabar dari maksiyat dan perbuatan keji (zina). Mereka itu, diberi naungan Allah pada hari di mana tiada naungan kecuali naungan-Nya.

“Pemuda yang tumbuh dalam suasana ibadah kepada Rabbnya, seorang hatinya tergantung di masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah, bertemu dan berpisah karenanya. Seseorang yang diajak berbuat zina oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan dan berparas cantik jelita, lalu dia menjawab : Sesungguhnya aku takut kepada Allah Rabul ‘Alamin…”. Seseorang yang bersedekah secara sembunyi-sembunyi sehingga tangan kirinya tidak tahu akan apa yang telah diperbuat oleh tangan kanannya. Seseorang yang berdzikir kepada Allah sendirian, lalu meneteslah air matanya. (HR. Al Bukhari)[iv]

Sabar dalam mentaati Allah, sebagaimana ucapan Ibnu Taimiyah lebih besar kedudukannya di sisi Allah daripada sabar terhadap maksiyat. Oleh karena sabar dalam mentaati Allah membutuhkan jiwa yang selalu waspada, punya tekad membara, kekuatan dan kemauan tinggi, tak mengenal bimbang ragu, sehingga ibadah tegak terus menerus sampai dia bertemu Allah 'Azza wa Jalla.

Adapun sabar terhadap maksiyat, maka ia lebih rendah kedudukannya di sisi Allah, khususnya jika faktor-faktor yang mendorong untuk berbuat maksiyat tidak tersedia, caranya tidak mudah dan jalannya tidak tersedia.

Sabar atas sesuatu yang menjadi pilihan/kehendak sendiri, seperti kesabaranmu dalam ribath dan jihad sedangkan dunia senantiasa menggodamu, kesabaranmu terhadap makanan Afghan, sementara hiasan dunia menyunggingkan senyuman kepadamu, dunia mengulurkan kedua tangannya untuk memelukmu, meskipun demikian tidak engkau pedulikan. Bahkan engkau hidup di tengah-tengah salju, di puncak-puncak gunung. Makananmu hanya roti yang telah keras, pakaianmu seadanya. Bahkan kadang engkau harus mencari roti atau pakaian atau sepatu dengan susah payah. Tidak ada yang mengikatmu kecuali satu hal, yakni sabar demi Rabbul ‘Alamin, dan sabar karena Rabbul ‘Alamin. Kedudukan sabar ini sangat tinggi, maka dari itu bersabarlah kamu sekalian di atas ketaatan kalian.

Adapun sabar dalam menghadapi bala’, tinggi kedudukannya, namun masih di bawah kedudukan orang yang sabar karena pilihannya. Sabar dalam menanggung sakit atau sabar dalam penjara dan yang sejenis itu lebih rendah kedudukannya dari sabar dalam jihad, khususnya jika engkau berjihad atas pilihanmu sendiri. Engkau pergi berjihad untuk Allah 'Azza wa Jalla atas kehendakmu dan karena ketaatanmu. Engkau tinggalkan keluargamu, pekerjaanmu, harta kekayaanmu dan duniamu demi Allah 'Azza wa Jalla. Kedudukan sabar yang seperti ini amat tinggi, dibanding kedudukan orang yang menempuh jalan “Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin” (Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan), maksudnya ahli-ahli ibadah.

Sabar itu harus memenuhi tiga aspek, yaitu:

· Ash Shabru lillah

· Ash Shabru ma’allah , dan

· Ash Shabru billah .

Adapun ash shabru billah, adalah hendaknya bersemayam di dalam hatimu dan terpateri dalam relung kalbu bahwa sabar yang engkau tanggungkan itu, sebenarnya hanya dari Rabul ‘alamin sejak awal hingga akhir. Tidak ada daya kekuatan untuk menanggungnya, karena ia hanyalah dari Allah 'Azza wa Jalla.

“Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati)mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka”. (QS. Al Isra : 74)

Dalam Kegelapan Penjara

Telah menceritakan kepadaku beberapa ikhwan yang pernah dijebloskan ke penjara. Mereka mengatakan : “Kami mengalami saat-saat yang menyakitkan dan penuh siksaan. Sesudah kami dijebloskan ke dalam sel yang sempit”. Kami katakan : “Sekiranya mereka minta sesuatu kepada kami, pasti kami katakan hal itu pada mereka: ‘Sungguh kesabaran kami telah habis”. Hingga ketika tiba saat interogasi, mendadak mereka mendapat tekad baru, kekuatan baru dan kesabaran baru. Tak satu patah katapun keluar dari bibir mereka. Semoga Allah memberi rahmat kepada Yusuf Hawassy. Dia selalu mengulang-ulang kalimat dengan bahasa ‘amiyah manakala kesempitan memuncak dan mencekik lehernya. Mengengadah ke langit seraya berkata : “Demi keridlaan-Mu, semuanya kecil dan remeh bagiku”.

Demikian juga dengan Hajjah Zainab Al Ghazali, semoga Allah merahmati hidup dan matinya; penguasa thaghut menyiksa perempuan ini dengan sadis dan brutal. Segala bentuk siksaan mereka timpakan padanya tanpa belas kasihan sehingga keadaanya antara hidup dan mati. Mereka melampiaskan kemarahan kepada tubuh wanita yang belum pernah sama sekali mengenal siksaan dan kekerasan sebelumnya. Mereka mendera tubuhnya sebanyak 6800 kali cambukan. Meski, demikian di sidang pengadilan beliau tetap bersikap tegar dan gagah. Pada hari persidangan, Jaksa Penuntut Umum bertanya kepada beliau : “Apakah benar engkau pernah mengatakan bahwa bapak presiden (Gammal Abdul Nashr) adalah Abu Jahal?”

Maka ia menjawab : “Ya memang benar, akan tetapi saya menyesal karena ia ternyata bukan cuma Abu Jahal (bapaknya kebodohan), tapi dia bahkan Abu Ajhal (bapaknya segala kebodohan)”.

Dan dalam suatu persidangan yang direkam dalam satu pita rekaman, yang nantinya akan dikirimkan kepada Presiden. Jaksa Penuntut Umum bertanya : “Apakah benar anda menyebut “lalat” kepada Gammal Abdul Nashr ?”

Beliau menjawab : “Ya memang benar. Kemudian sesudah itu saya menarik sebutan tersebut lantaran ada sebuah hadits shahih yang menyebutkan bahwa pada salah satu sayap lalat ada penyakit dan sayap yang lain terdapat obat. Sedangkan orang itu sama sekali tidak ada obat dalam dirinya”.

“Lantas anda namakan apa dia dan apa sebutan terakhir anda padanya?”, tanya Jaksa. Maka Zainab Al Ghazali menjawab: “Saya menyebutnya orang-orangan, yakni penjaga sawah. Orang-orangan yang dibikin dari kain gombal, dari kayu yang dipakaikan sepotong kain, menakut-nakuti manusia seperti tongkat menakut-nakuti burung”. Mendengar jawaban tersebut sang Jaksa berteriak dengan suara tinggi dan badannya turut bergetar : “Empat puluh juta manusia hanya dikendalikan oleh sebuah tongkat?!” Zainab menjawab : “Ya, dengan sebuah tongkat, dan tongkat itu dikendalikan dari luar”. Kemudian majelis hakim menjatuhkan hukuman kerja berat seumur hidup atasnya. Maka Zainab Al Ghazali berkata : “Allahu Akbar, demi menegakkan bendera Islam dan masyarakat muslim”.

Saya katakan, “Ash shabru billah (sabar itu dengan pertologan Allah )”:

“Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah”. (QS. An Nahl : 127)

Manakala situasi yang kau hadapi semakin menjepitmu, dan kesusahan semakin menghimpitmu, maka menghadaplah kamu kepada Dzat yang Maha Mengetahui perkara-perkara yang ghaib, dan mohonlah kepada-Nya supaya Dia mengalirkan kesabaran ke dalam hatimu yang lemah itu. Kesabaran yang layak sebagai ibadah kepada-Nya, kesabaran yang dapat memenuhi nikmat-nikmat-Nya, dan dapat membalas pemberian-Nya.

“Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih”. (QS. Saba’ : 13)

Adapun ash shabru lillah, ialah engkau senantiasa melihat dengan sepenuh hatimu, niatmu dan kedua matamu ke langit. Bahwasanya saya melakukan amalan-amalan ini dan akan bersabar atasnya. Saya bersabar terhadap perintah-perintah amir, meskipun dia lebih rendah kedudukannya dariku, meskipun saya lebih terpandang daripadanya. Saya bersabar karena Allah, karena saya mengharapkan pahala dari-Nya.

Manakala diberikan kepadamu suatu perintah atau dihadapkan kepada suatu tugas, sedangkan perintah dan tugas itu bertentangan dengan kehendakmu atau bertolak belakang dengan hawa nafsumu maka engkau harus bersabar.

Amir dan Jama’ah Itu Harus Ada

Sesungguhnya wasiat yang disampaikan Rasulullah SAW kepada golongan Anshar dahulu ialah supaya mereka bersabar atas sifat egoisme, yakni : manusia memonopoli urusan dunia dan melupakan hak-hak yang ada pada mereka; sampai mereka menemuinya di al haudh (telaga). Dan supaya mereka bersabar terhadap para umara’ yang mereka kenal (setujui) atau mereka pungkiri perbuatannya sampai mereka menemuinya di telaga.

“Kelak kalian akan menemui sifat egoisme sesudahku, maka bersabarlah kalian shingga bertemu denganku di al haudh (telaga)”. (Potongan Hadits riwayat Al Bukhari)[v]

Sabar terhadap perintah-perintah amir, meskipun hanya Amir Safar, Amir sebuah kelompok yang jumlah personelnya tidak lebih dari tiga, empat atau lima orang. Ini adalah ibadah dan hakekat ketaatan ini tak dapat dimengerti dan diketahui maknanya kecuali oleh orang-orang yang mencari tanda-tandanya. Maka dari itu engkau harus mengetahui kedudukanmu dan memahami hakekat dirimu. Kepada siapa engkau ikut? Dengan siapa engkau engkau berjalan? Dan mengapa ada di sini?

Engkau harus mengerti bahwa engkau mengikuti sebuah kelompok. Tidak ada jihad tanpa jama’ah. Tidak mungkin jihad bisa berjalan kalau tidak dengan cara kolektif. Dan Islam tidak menerima suatu jama’ah kecuali jika jama’ah tersebut mempunyai seorang Amir. Tidak ada Islam tanpa jama’ah, tidak ada jama’ah tanpa ada Amir, dan tidak ada Amir tanpa ketaatan.

Jihad yang diiringi ketaatan itu lebih baik daripada jihad yang diiringi maksiyat. Maka pilihlah seorang Amir bagimu, dan pilihlah bagi dirimu seorang kepala rombongan. Tidak boleh berjalan sendirian tanpa tali penghubung yang mengikatmu dengan orang lain. Orang yang darinya engkau menerima perintah-perintah, meminta nasehat serta bimbingan, yang engkau ikuti pendapat-pendapatnya meski engkau berpendapat yang berbeda. Dan tiada pahala dan kesabaran itu melainkan engkau taat atas sesuatu yang tidak engkau sukai.

“Kami menyatakan bai’at kami kepada Rasulullah SAW atas mendengar dan taat dalam keadaan suka ataupun benci, dalam keadaan lapang maupun sempit dan atas tindakan mengutamakan kepentingan orang lain daripada kami”.[vi]

adapun ash shabru ma’allah, adalah engkau berputar bersama syari’at Allah kemanapun ia berputar, dan engkau berjalan bersamanya kemanapun ia berjalan, tanpa rasa dongkol atau cemas serta tanpa bimbang. Tiadalah sabar itu melainkan mencegah lisan dari mengeluh, mencegah anggota badan dari kebingungan dan menahan hati dari kecemasan. Inilah perkara sabar : menahan hati dari kecemasan terhadap perkara apa saja yang dihadapi, atau akibat bala’ yang menimpanya, dan mencegah lisan dari mengeluh.

//Apabila engkau tertimpa suatu musibah

Maka bersabar dengan setinggi-tinggi kesabaran

Dan jika engkau mengeluh kepada anak Adam, maka

Sesungguhnya engkau hanyalah mengeluh kepada

seseorang yang tiada dapat memberi belas kasih //

Mencegah anggota badan dari kebingungan, tidak menampar pipi, tidak merobek-robek saku, tidak menjerit-jerit dengan jeritan jahiliyah. Oleh karena itu, wahai saudaraku, kamu harus menjadi orang yang ash shabru billah, yakni menganggap dan meyakini bahwa tiada yang dapat membuatmu sabar kecuali Allah.

Dan kamu juga harus menjadi orang ash shabru lillah, yakni hati selalu mengarah kepada Allah dalam setiap melaksanakan perintah dan menjalankan apa-apa yang tidak disenangi, dan mata tiada menghadap kecuali ke atas langit, mengharap dan memohon pahala dari Pencipta langit dan bumi.

Dan demikian pula kamu harus menjadi orang yang ash shabru ma’allah, yakni engkau melangkah bersama Allah dengan iradah dan syari’ah-Nya, menahan diri dari maksiyat, melangkah di atas ketaatan dengan mengikuti peritnah-perintah dan menjauhi larangan-larangan dan berserah diri kepada qadla dan qadar.

Contoh-Contoh Yang Senantiasa Hidup Dalam Sejarah.

Sungguh orang-orang salaf dan khalaf telah meninggalkan contoh-contoh kesabaran yang tinggi dari hidup dalam panggung sejarah Islam. Kendati demikian ketika saya menelaah sirah dan tarikh, maka saya masih merasa samar tentang tafsir keluarnya tentara Islam dari Jazirah Arab pada masa pemerintahan Abu Bakar tanpa gaji, tanpa dijanjikan kedudukan apapun di dunia. Keadaan demikian itu masih terasa samar bagi saya. Bagaimana mereka meninggalkan putra-putranya, istri-istrinya dan keluarga-keluarganya? Padahal tidak ada kantor tempat mengambil gaji, tidak ada daftar nama bagi syuhada’ sehingga keluarga mereka dapat santunan hidup atau anak-anak mereka yang yatim mendapat tunjangan!!! Kantor-kantor belum didirikan, nama-nama belum didaftar kecuali pada masa pemerintahan ‘Umar ra, yakni pada masa tentara Islam telah mengalahkan negeri-negeri sekitarnya dan berdatanganlah rampasan perang dari negeri yang ditaklukkan. Maka pada saat itulah ‘Umar memerintah supaya dibangun dewan-dewan untuk tentara.

Namun demikian, sebagian besar perkara-perkara yang menjadi teka-teki saya telah terpecahkan di saat saya melihat jihad Afghan. Sungguh telah jelas dalam benakku seluruh persoalan-persoalan tarikh Islam. Bagaimana seseorang mampu bersabar bertahun-tahun dalam jihad, padahal keluarganya tengah menggeliat kelaparan.

Apa yang dia dapatkan dari komandannya paling-paling hanya sekedar menutupi kebutuhannya selama berada di front tersebut. Tak punya uang sedirhampun yang dapat ia masukkan ke dalam kantongnya atau dia berikan kepada keluarganya. Berapa banyak diantara mereka yang tidak melihat istri-istri mereka, mereka tinggalkan anak-anak mereka yang masih kanak-kanak tanpa ada seorangpun yang mengurus hidup dan memberi makan mereka. Mereka juga tinggalkan ibu-ibu mereka yang telah renta. Semua itu mereka tinggalkan untuk Allah, karena Allah.

Sebagaimana Abu Bakar ra ketika menjawab pertanyaan Rasulullah SAW : “Apa yang kamu tinggalkan buat keluargamu?”

Maka dia menjawab : “Aku tinggalkah bagi mereka Allah dan Rasul-Nya”.[vii]

Bagaimana engkau membicarakan kesabaran mereka, tetap saja kita tidak dapat memenuhi hak-hak mereka. Bagaimanapun engkau berbicara tentang ketinggian mereka, maka terkadang kita tidak mampu mencapai ketinggian mereka. Lebih-lebih menyusul mereka dengan amalan-amalan kita.

Suatu puncak ketinggian yang hampir-hampir tidak dapat dipercaya oleh manusia dengan khayalannya. Oleh karena itu kecongkakan si cebol terhadap sang raksasa adalah merupakan perbuatan yang membuat lari jiwa yang mempunyai harga diri, dan membuat mual hati orang-orang yang baik dan tidak mungkin diterima oleh orang-orang yang mempunyai keutamaan.

Dan sesungguhnya keutamaan itu hanya dapat dimengerti oleh orang-orang yang mempunyai keutamaan (Meskipun saya bukan orang yang mempunyai keutamaan), hanya saja saya mengetahui kebesaran dan ketinggian mereka.

Ini karena saya pernah mengalami ujian dan cobaan dalam perjuangan bersama bangsa-bangsa Arab, dan saya juga pernah hidup bersama Mujahiddin Afghan. Lalu saya bandingkan antara orang-orang yang sabar di sini dengan orang-orang sabar yang ada di sana (negeri-negeri Arab), antara orang yang melangkah di sini (Afghan) dan orang-orang yang berjihad di sana (Arab), maka akhirnya saya mendapati kenyataan bahwa adalah sia-sia saya membandingkan antara keduanya, tidak ada bandingannya.

Tidak ada bandingannya antara bangsa-bangsa Arab (yang tidak mampu bertahan lebih dari tiga jam dalam menghadapi serangan Israel) dengan bangsa yang telah kehilangan apa saja kecuali iman mereka kepada Rabbnya serta tawakal mereka kepada Allah. Mereka (bangsa Afghan) bersabar selama delapan tahun. Telah berjalan jihad mereka sampai sekarang delapan tahun kurang sebulan, dimuali sejak revolusi komunis yang dipimpin Taraqi.

Bom-bom musuh tidak menyisakan sebuah rumahpun, kecuali ia hancurkan, tidak membiarkan sebuah keluargapun kecuali ia porak-porandakan, tidak meninggalkan apapun, tidak membiarkan sebuah rumahpun kecuali ia jadikan panti asuhan dan rumah berkabung. Meski demikian, jiwa mereka tak mau dihina karena tahu harga diri, hati mereka dengan ketinggiannya menembus mega. Hampir-hampir kaki mereka tidak menyentuh tanah, karena mereka berjalan di atas bumi, meski ruh mereka dan hati mereka tidak berada di atas bumi. Mereka hidup di atas bumi dan jiwa mereka sebagaimana ucapan ‘Ali ra, tergantung di tempat yang tinggi.

Lalu sesudah itu, datang manusia yang belum pernah mengenal arti kepedihan dan tidak pernah mengenal kepahitan. Mereka hidup bergelimang kenikmatan, makan minum dilayani oleh pelayan. Mereka memandang bangsa Afghan yang muslim, yang tak mau dihina, yang sabar, dengan pandangan menghina dan melecehkan!!!

Mengapa begitu? Karena bajunya lebih bagus dari baju orang Afghan, atau sepatunya jauh lebih baik daripada sepatu orang Afghan, atau makanannya lebih lezat, kasurnya lebih empuk, tempat tidurnya lebih tinggi daripada orang Afghan.

Bukan dengan itu nilai keutamaan jiwa. Sesungguhnya nilai keutamaan jiwa itu dengan sabar dan amal perbuatan. Jika manusia mengukur derajat mereka dengan nasab, maka nasab itu adalah amal dan perbuatan. Sesungguhnya nasab itu tidak ada nilainya di dunia ini bagi orang-orang yang shidiq, dan di akhirat di sisi Rabbul ‘alamin.

Mereka mengatakan : “Apa sih bangsa Afghan itu? Apa sih nilai bangsa tersebut? Ya saudaraku mengapa engkau memperhatikan bangsa tersebut, demi Allah mereka itu tidak pantas mendapat perhatian!!! (ini adalah perkataan orang-orang murjifin, yang menyebarkan berita-berita yang membuat orang antipati terhadap bangsa Afghan).

Dan sayapun berpaling dari mereka (yakni orang murjifin), karena mereka tidak berhak mendapatkan sesuatu dari kita kecuali ratapan tangis belaka. Mereka, demi Allah, jika kamu melihat mereka, maka tangisilah mereka, karena mereka telah hilang di dunia ini.

“Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka)”. (QS. Al Hijr : 3)

Sungguh merupakan musibah yang sangat besar, kalau mereka memandang dirinya telah melangkah di atas jalan kebenaran, sedangkan orang lain telah sesat dan kehilangan jalan.

“Sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya”. (QS. Al Kahfi : 104)

Bercerita salah seorang ikhwan kepadaku : “Pernah terjadi, sebuah rumah orang Afghan dihantam peluru mitraliur musuh hingga hancur. Lantas pemiliknya menyembelih binatang sembelihan dan mengundang kami sebagai rasa syukurnya kepada Allah. Maka kamipun terheran-heran dan berkata padanya : “Rumahmu dihantam mitraliur dan anak perempuanmu ikut tewas, kendati demikian engkau masih sempat menyembelih binatang untuk kami, apa-apaan ini!!” Maka dia menjawab : “Aku menyembelih binatang ini sebagai tanda syukurku kepada Allah, karena Dia hanya mengambil salah seorang dari anakku dan meninggalkan sisanya bagiku”.

Dimanakah kesabaran kita dibandingkan kesabaran mereka!!! Taruhlah misalnya, aliran listrik di rumah kita terputus di malam hari atau rumah kita terbalik di atas kepala kita, seberapa jauh kita dapat bersabar?

Bandingkan mereka, orang-orang Arab yang hidup bergelimang kenikmatan dan kerjanya mengkritik kekurangan, dengan orang-orang yang hidup di bawah tenda selama bertahun-tahun, hidup diantara tumpukan batu dan tanah.

Namun demikian, di bawah tumpukan batu itu mereka berfikir bagaimana melawan kekuatan yang paling kejam di bumi dan paling ganas. Kesabaran apa yang lebih besar dari ini?? Kenikmatan mana yang dilimpahkan Allah kepada hati manusia yang lebih besar dan kenikmatan sabar ini?? Dengarlah apa yang diucapkan ‘Umar berikut ini : “Kami temukan kehidupan kami yang terbaik adalah dengan sabar. Dia juga berkata : “Sekiranya sabar dan syukur itu adalah dua ekor kuda, maka saya tak peduli mana saja yang akan aku kendarai. Kalau aku menunggang bala’ aku akan bersabar. Dan jika aku menunggang kenikmatan, maka aku akan bersyukur”.

Karamah. 

Mithraf berkata : “Aku pernah mengunjungi ibnu Hushain yang tengah sakit parah. Keluarganya melubangi tempat tidurnya (untuk tempat saluran air kencing atau berak), sebab dia tidak dapat turun sendiri dari tempat tidur. Melihat itu maka meneteslah air mataku. “Apa yang membuatmu menangis?” tanyanya.

Aku jawab : “Keadaanmu”.

Dia berkata ; “Janganlah engkau menangis, karena aku menyenangi apa yang Dia senangi (seraya mengisyaratkan tangannya ke langit). Hai Mithraf, maukah engkau merahasiakan kata-kataku ini? Demi Allah, sesungguhnya malaikat benar-benar mengunjungiku selama aku sakit. Dia menjawab salamku dan aku terhibur karenanya”.

Maka wahai saudara-saudaraku. Sabar, sabar, sabar. Kedudukan sabar itu sangat tinggi. Dan sesungguhnya Allah berfirman kepada kalian untuk bersabar dan menguatkan kesabaran kalian sebelum Dia memerintahkan kalian melakukan ribath.

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung”. (QS. Ali Imran : 200)

Kamu tidak akan mampu melanjutkan jihad tanpa kesabaran, karena jihad itu adalah ibadah yang paling berat, sangat berat bagimu untuk dapat hidup bersama kelompok yang kamu tidak sukai peraturannya, atau yang membatasimu, namun demikian kamu tetap sabar. Dan sekali-kali kamu tidak akan mendapat pahala dan balasan yang setimpal kecuali dengan bersabar terhadap sahabatmu dalam jihad.

Dalam sebuah hadits diterangkan :

“Perang itu ada dua macam. Barangsiapa berperang mencari keridlaan Allah, dan menta’ati Imam, menginfakkan harta yang terbaik, memudahkan kawan, menjauhi kerusakan di muka bumi, maka tidur dan bangunnya adalah berpahala semuanya”.[viii]

Memudahkan kawan, yakni budi pekerti lembut, mudah terhadap kawan-kawannya, berseri wajahnya bila melihat mereka, memaafkan kekeliruan mereka, dan merapatkan kedua pelupuk matanya dari kesalahan mereka.

Qalam akan selalu mencatat pahala bagimu dengan kelima syarat tersebut. Yakni engkau berperang, karena mencari keridlaan Allah, mentaati Amir, bersikap lembut dan pemudah terhadap kawan jihadmu, u menginfakkan harta terbaik, dan menjauhi kerusakan. Tidak menghasut, tidak menggunjing, tidak dengki, tidak memecah belah, tidak tinggi hati, tidak riya’, tidak memandang rendah yang lain, tidak melihat aib kawan. Lihatlah aibmu sendiri, lihatlah hatimu. Maka pada saat kamu melihat orang lain, maka kamu akan mengetahui bahwa orang yang paling berhak diperbaiki adalah dirimu sendiri.

“Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar) kamu berkata: "Dari mana datangnya (kekalahan) ini." Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri". Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Ali Imran : 165)

[i] HR Muslim shahih

[ii] Diriwayatkan oleh Ath Thabrani dalam Al Kabir, demikian juga dalam At Targhib oleh Al Mundziri 2824

[iii] HR Tirmidzi, hasan shahih. Diriwayatkan juga oleh Ahmad. Albani berkomentar : Isnadnya shahih lighairi, lihat Shahih Al Jami’ Ash Shaghir 7957

[iv] HR Bukhari, shahih

[v] Sepotong hadits shahih riwayat Bukhari

[vi] Dalam shahih Bukhari dan Muslim dengan kontek yang lebih panjang

[vii] Lihat ‘Asad al Ghabah : 3/218

[viii] Shahih Al Jami’ Ash Shaghir 4117

Kembali ke Daftar Isi

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar

Leave a Reply