Malapetaka Memporak-porandakan Masyarakat
Unknown
04.00
0
Segala puji bagi Allah, dan semoga kesejahteraan dan kesentausaan senantiasa dilimpahkan kepada junjungan kita Muhammad SAW, dan kepada seluruh keluarganya, para sahabatnya serta siapa saja yang mengikutinya.
“Semoga Allah merahmati seseorang yang mengerti batas/ketentuan Allah serta berhenti pada batas-batas tersebut”. (Al Hadits)
“Cukuplah seseorang telah berbuat kejahatan, kalau ia menghina saudaranya sesama muslim”. (Al Hadits)
“Wailun (kecelakaan ) bagi setiap pengumpat lagi pencela”. (QS. Al Humazah : 1).
“Wailun” adalah kata yang berisikan ancaman dan siksa.
Sebagian mufassirin mengartikannya sebagai : “lembah di neraka jahanam”
Wahai saudara-saudara yang mulia!
Kita saling bersaudara. Dan seluruh muslim di berbagai penjuru bumi adalah saudara-saudara kita yang dipersatukan oleh satu ikatan, yakni ikatan Islam. Dan janganlah sekali-kali kamu menyangka bahwa puasa, shalat dan zakat itu lebih besar nilainya di sisi Allah daripada menjaga kehormatan seorang muslim, membelanya dan memberi pertolongan kepadanya. Dan janganlah sekali-kali kamu menganggap bahwa zina dan riba itu lebih besar keharamannya daripada keharaman menginjak-injak harga diri dan kehormatan seorang muslim.
Dalam sebuah hadits shahih dinyatakan :
“Riba itu ada tujuh puluh dua cabang. Yang paling rendah tingkatannya ialah seperti seorang laki-laki yang menikahi ibunya sendiri. Sedangkan yang paling tinggi tingkatannya ialah seorang muslim yang mencemarkan harga diri saudaranya”.[i]
Mencemarkan harga diri seorang muslim itu dosanya lebih besar daripada dosa seseorang yang menikahi ibunya di bawah naungan Ka’bah. Demi Allah, dahulu saya mengira bahwa hadits itu dlaif. Sampai saya melihatnya dalam silsilah hadits shahih atau dalam Al Jami’ Ash Shaghir oleh Albani. Sesungguhnya riba yang paling tinggi tingkatannya adalah seorang muslim yang mencemarkan harga diri saudaranya muslim.
Sepotong kecil daging yang tidak lebih dari beberapa sentimeter saja, namun mampu menyeretmu ke dalam neraka. Hanya sepotong daging yang Allah jadikan ia diantara dua penjara besar: dua rahang dan dua bibir, sehingga engkau benar-benar memperhatikan ciptaan Allah. Maka janganlah kamu melepaskan tali kekangnya. Rabbmu telah menciptakan bagimu dua telinga, dan satu lidah sehingga kamu dapat mendengar lebih banyak dari apa yang kamu ucapkan.
“Cukuplah seseorang dikatakan sebagai pendusta, kalau ia mengatakan setiap apa yang didengarnya”. (Al Hadits).
Barangsiapa mengatakan setiap apa yang didengarnya, maka ia adalah seorang pendusta.
Kita saling bersaudara. Dan seluruh muslim di berbagai penjuru bumi adalah saudara-saudara kita yang dipersatukan oleh satu ikatan, yakni ikatan Islam. Dan janganlah sekali-kali kamu menyangka bahwa puasa, shalat dan zakat itu lebih besar nilainya di sisi Allah daripada menjaga kehormatan seorang muslim, membelanya dan memberi pertolongan kepadanya. Dan janganlah sekali-kali kamu menganggap bahwa zina dan riba itu lebih besar keharamannya daripada keharaman menginjak-injak harga diri dan kehormatan seorang muslim.
Dalam sebuah hadits shahih dinyatakan :
“Riba itu ada tujuh puluh dua cabang. Yang paling rendah tingkatannya ialah seperti seorang laki-laki yang menikahi ibunya sendiri. Sedangkan yang paling tinggi tingkatannya ialah seorang muslim yang mencemarkan harga diri saudaranya”.[i]
Mencemarkan harga diri seorang muslim itu dosanya lebih besar daripada dosa seseorang yang menikahi ibunya di bawah naungan Ka’bah. Demi Allah, dahulu saya mengira bahwa hadits itu dlaif. Sampai saya melihatnya dalam silsilah hadits shahih atau dalam Al Jami’ Ash Shaghir oleh Albani. Sesungguhnya riba yang paling tinggi tingkatannya adalah seorang muslim yang mencemarkan harga diri saudaranya muslim.
Sepotong kecil daging yang tidak lebih dari beberapa sentimeter saja, namun mampu menyeretmu ke dalam neraka. Hanya sepotong daging yang Allah jadikan ia diantara dua penjara besar: dua rahang dan dua bibir, sehingga engkau benar-benar memperhatikan ciptaan Allah. Maka janganlah kamu melepaskan tali kekangnya. Rabbmu telah menciptakan bagimu dua telinga, dan satu lidah sehingga kamu dapat mendengar lebih banyak dari apa yang kamu ucapkan.
“Cukuplah seseorang dikatakan sebagai pendusta, kalau ia mengatakan setiap apa yang didengarnya”. (Al Hadits).
Barangsiapa mengatakan setiap apa yang didengarnya, maka ia adalah seorang pendusta.
Wahai saudaraku yang tercinta!
Apa yang membuat kita terpecah belah? Apa yang mengoyak-koyak keberadaan kita? Apa yang telah mencerai-beraikan jama’ah kita? Apa yang membuat hancur masyarakat kita? Apa yang mengancam kita dan menggoyang kemapanan kita kalau bukan lidah? Sekerat daging yang tak peduli dan tidak mengindahkan hubungan kekerabatan orang muslim.
Wahai saudaraku! Jika hatimu membisikkan sesuatu pada dirimu untuk mencela saudaramu, maka lihatkan aib-aibmu! Seperti yang pernah diucapkan ‘Isa bin Maryam AS ketika didatangkan padanya seorang wanita yang telah berzina, saat itu seluruh kaum berpaling, mengucapkan istirja’ (ucapan Inna lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun) dan menolak perbuatannya. Berkatalah ‘Isa AS kepada kaumnya : “Barangsiapa diantara kamu yang tidak pernah punya salah, maka silakan dia merajamnya”.
Alhamdulillah, bahwa kita tidak dapat mencium bau dosa. Telah disebutkan dalam sebuah atsar yang saya baca dalam Fatawa Ibnu Taimiyah (Majmu’ul Fatawa) bahwa apabila seorang hamba melakukan suatu perbuatan dosa, maka malaikat menjauhi dirinya sejauh satu mil karena ia mencium bau dosa.
Alhamdulillah, kita tidak bisa mencium bau dosa kita. Jika tidak demikian, maka bau dosa kita akan menyebabkan hidung menjadi selesma. Kadar dosa kita akan membuat bumi ini rata dengan bau busuk. Apakah ucapan kita (mencela sesama muslim itu) lebih ringan dibandingkan dengan kata-kata ‘Aisyah ra kepada Shafiyah ra. : “Cukuplah bagimu tentang Shafiyah itu begini dan begini”. (maksudnya Shafiyah itu badannya pendek). Maka Rasulullah SAW bersabda :
“Sungguh engkau telah mengucapkan suatu perkataan, yang sekiranya dicampur dengan air laut, maka perkataan itu dapat mencampurinya”.
Maksudnya, sekiranya perkataan itu bercampur dengan air laut, niscaya air laut tersebut berbau busuk semua. Padahal air laut itu tidak akan busuk lantaran kadar garamnya banyak.
Wahai saudaraku, berhati-hatilah kamu terhadap lidahmu. Jangan engkau melihat aib saudaramu, tetapi lihatlah lebih dulu aibmu.
Rasulullah SAW bersabda dalah hadits shahih :
“Seseorang diantara kalian dapat melihat kotoran halus yang ada di mata saudaranya, namum ia tak melihat batang pohon yang berada di depan matanya”. (
Yakni: sesungguhnya dosa-dosamu, aib-aibmu dan kekuranganmu lebih besar dan lebih banyak daripada kesalahan-kesalahan yang kamu lihat ada pada saudaramu. Dan seorang muslim itu tidak akan mencari-cari kekurangan/kesalahan, sebab al muru’ah (sikap perwira) itu dituntut untuk mampu memaafkan kesalahan (orang lain), sebagaimana sabda Nabi saw yang diriwayatkan oleh Abu Dawud:
“Maafkanlah kesalahan orang-orang yang mempunyai kedudukan, sesungguhnya salah seorang diantara mereka telah berbuat kesalahan, sedang tangannya berada di tangan Ar Rahman”. (Lihat Shahih Al Jami’ Ash Shaghir hal. 1185).
Berdasarkan dalil ini pengikut Madzhab Malikiyah menetapkan bahwa dakwaan yang berasal dari pendusta dan orang-orang fasiq terhadap orang-orang yang dikenal kebaikannya tidak diterima. Dan apabila ada seorang fasiq yang menuntut –di Pengadilan Islam- atas seseorang yang dikenal kebaikan dan taqwanya, maka yang mendakwa tersebut dihukum penjara supaya orang-orang yang jahat tidak (mudah-mudah) merusak kehormatan orang-orang yang baik dan agar supaya lesan-lesan orang-orang fasiq tidak memfitnah kehormatan orang-orang pilihan, yakni orang-orang yang telah dikenal kebaikan dan taqwanya.
Jagalah lesan-lesan kalian dan mulailah dengan lembaran baru bersama Rabbmu sehingga sirna semua ghibah dan akibat yang ditimbulkannya, tajassus (memata-matai) dan musibah yang diakibatkannya atas masyarakat kaum muslimin, serta prasangka buruk dan akibat yang akan mencerai-beraikan ikatan keluarga, masyarakat dan Harakah…sehingga semua terbebas dari hal tersebut…Berjanjilah lepada Rabbmu untuk memulai lembaran baru dan untuk menjaga lesan secara terkendali.
Sebagaimana sebagian sahabat dalam rangka menjaga lesan, pada saat-saat tertentu ada yang memasang penutup pada mulutnya sehingga mereka tidak bisa berbicara, sebagian ada yang tidak mau bicara seraya berkata :
"Inilah yang akan membawaku kepada kebinasaan”
Dan sesungguhnya kamu akan binasa, jika dirimu memperturutkan hawa nafsu dan melepaskan kekang yang mengikat lisanmu.
Mu’adz ra pernah bertanya kepada Rasulullah SAW : “Apakah kami akan dituntut dari apa yang kami ucapkan?”
Beliau bersabda : “Celakalah ibumu wahai Muadz!? Apakah ada yang menjerumuskan manusia ke dalam neraka, kalau bukan hasil dari lesan-lesan mereka?”[ii]
Apabila fitnah telah merajalela, maka tangisilah kesalahanmu dan jagalah lesanmu supaya tidak menjerumuskanmu ke dalam neraka.
[i] Shahih Al Jami’ Ash Shaghir 3357
[ii] HR Tirmidzi, hasan shahih
Apa yang membuat kita terpecah belah? Apa yang mengoyak-koyak keberadaan kita? Apa yang telah mencerai-beraikan jama’ah kita? Apa yang membuat hancur masyarakat kita? Apa yang mengancam kita dan menggoyang kemapanan kita kalau bukan lidah? Sekerat daging yang tak peduli dan tidak mengindahkan hubungan kekerabatan orang muslim.
Wahai saudaraku! Jika hatimu membisikkan sesuatu pada dirimu untuk mencela saudaramu, maka lihatkan aib-aibmu! Seperti yang pernah diucapkan ‘Isa bin Maryam AS ketika didatangkan padanya seorang wanita yang telah berzina, saat itu seluruh kaum berpaling, mengucapkan istirja’ (ucapan Inna lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun) dan menolak perbuatannya. Berkatalah ‘Isa AS kepada kaumnya : “Barangsiapa diantara kamu yang tidak pernah punya salah, maka silakan dia merajamnya”.
Alhamdulillah, bahwa kita tidak dapat mencium bau dosa. Telah disebutkan dalam sebuah atsar yang saya baca dalam Fatawa Ibnu Taimiyah (Majmu’ul Fatawa) bahwa apabila seorang hamba melakukan suatu perbuatan dosa, maka malaikat menjauhi dirinya sejauh satu mil karena ia mencium bau dosa.
Alhamdulillah, kita tidak bisa mencium bau dosa kita. Jika tidak demikian, maka bau dosa kita akan menyebabkan hidung menjadi selesma. Kadar dosa kita akan membuat bumi ini rata dengan bau busuk. Apakah ucapan kita (mencela sesama muslim itu) lebih ringan dibandingkan dengan kata-kata ‘Aisyah ra kepada Shafiyah ra. : “Cukuplah bagimu tentang Shafiyah itu begini dan begini”. (maksudnya Shafiyah itu badannya pendek). Maka Rasulullah SAW bersabda :
“Sungguh engkau telah mengucapkan suatu perkataan, yang sekiranya dicampur dengan air laut, maka perkataan itu dapat mencampurinya”.
Maksudnya, sekiranya perkataan itu bercampur dengan air laut, niscaya air laut tersebut berbau busuk semua. Padahal air laut itu tidak akan busuk lantaran kadar garamnya banyak.
Wahai saudaraku, berhati-hatilah kamu terhadap lidahmu. Jangan engkau melihat aib saudaramu, tetapi lihatlah lebih dulu aibmu.
Rasulullah SAW bersabda dalah hadits shahih :
“Seseorang diantara kalian dapat melihat kotoran halus yang ada di mata saudaranya, namum ia tak melihat batang pohon yang berada di depan matanya”. (
Yakni: sesungguhnya dosa-dosamu, aib-aibmu dan kekuranganmu lebih besar dan lebih banyak daripada kesalahan-kesalahan yang kamu lihat ada pada saudaramu. Dan seorang muslim itu tidak akan mencari-cari kekurangan/kesalahan, sebab al muru’ah (sikap perwira) itu dituntut untuk mampu memaafkan kesalahan (orang lain), sebagaimana sabda Nabi saw yang diriwayatkan oleh Abu Dawud:
“Maafkanlah kesalahan orang-orang yang mempunyai kedudukan, sesungguhnya salah seorang diantara mereka telah berbuat kesalahan, sedang tangannya berada di tangan Ar Rahman”. (Lihat Shahih Al Jami’ Ash Shaghir hal. 1185).
Berdasarkan dalil ini pengikut Madzhab Malikiyah menetapkan bahwa dakwaan yang berasal dari pendusta dan orang-orang fasiq terhadap orang-orang yang dikenal kebaikannya tidak diterima. Dan apabila ada seorang fasiq yang menuntut –di Pengadilan Islam- atas seseorang yang dikenal kebaikan dan taqwanya, maka yang mendakwa tersebut dihukum penjara supaya orang-orang yang jahat tidak (mudah-mudah) merusak kehormatan orang-orang yang baik dan agar supaya lesan-lesan orang-orang fasiq tidak memfitnah kehormatan orang-orang pilihan, yakni orang-orang yang telah dikenal kebaikan dan taqwanya.
Jagalah lesan-lesan kalian dan mulailah dengan lembaran baru bersama Rabbmu sehingga sirna semua ghibah dan akibat yang ditimbulkannya, tajassus (memata-matai) dan musibah yang diakibatkannya atas masyarakat kaum muslimin, serta prasangka buruk dan akibat yang akan mencerai-beraikan ikatan keluarga, masyarakat dan Harakah…sehingga semua terbebas dari hal tersebut…Berjanjilah lepada Rabbmu untuk memulai lembaran baru dan untuk menjaga lesan secara terkendali.
Sebagaimana sebagian sahabat dalam rangka menjaga lesan, pada saat-saat tertentu ada yang memasang penutup pada mulutnya sehingga mereka tidak bisa berbicara, sebagian ada yang tidak mau bicara seraya berkata :
"Inilah yang akan membawaku kepada kebinasaan”
Dan sesungguhnya kamu akan binasa, jika dirimu memperturutkan hawa nafsu dan melepaskan kekang yang mengikat lisanmu.
Mu’adz ra pernah bertanya kepada Rasulullah SAW : “Apakah kami akan dituntut dari apa yang kami ucapkan?”
Beliau bersabda : “Celakalah ibumu wahai Muadz!? Apakah ada yang menjerumuskan manusia ke dalam neraka, kalau bukan hasil dari lesan-lesan mereka?”[ii]
Apabila fitnah telah merajalela, maka tangisilah kesalahanmu dan jagalah lesanmu supaya tidak menjerumuskanmu ke dalam neraka.
[i] Shahih Al Jami’ Ash Shaghir 3357
[ii] HR Tirmidzi, hasan shahih
Wahai mereka yang telah ridla Allah sebagai Rabbnya, dan Islam sebagai diennya, serta Muhammad sebagai Nabi dan Rasulnya. Ketahuilah, bahwasanya Allah telah menurunkan ayat dalam Surat Al Hujurat :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”. (QS. Al Hujurat : 11)
Surat Al Hujurat berisi prinsip-prinsip yang mencerminkan salah satu dari pilar-pilar utama kerangka pembangunan masyarakat Islam. Karena itu sistem masyarakat Islam, pembinaan keluarga muslim, adab berziarah, adab berpakaian dan sebagainya diambil dari tiga surat : Surat Al Hujurat, Surat An Nur dan Surat Al Ahzab.
Surat ini (yakni Al Hujurat), meski pendek dan sedikit ayatnya, namun berat bobotnya dalam timbangan Ar Rahman. Berat sekali jika ditinjau dari sisi pembinaan umat manusia. Sebuah masyarakat baik masyarakat jahiliyah atau masyarakat Islam, tidak mungkin bisa tegak jika tidak berjalan mengikuti langkah-langkah sistem yang mulia ini dan ayat-ayat yang berat dalam timbangan Allah baik ini, di dunia maupun akhirat.
Masyarakat itu terbentuk dari banyak individu. Dan tidak akan terbentuk suatu masyarakat, selama tidak ada ikatan yang erat, pertalian yang kuat, dan hubungan yang mendalam antara individunya. Dimana ikatan yang erat, pertalian yang kuat serta hubungan yang mendalam antara individunya itu menjaga bangunan masyarakat tersebut dari keruntuhan dan melindungi dari kehancuran dan kemusnahan.
Dua Ayat Saja.
Dua ayat saja di dalam Surat Al Hujurat yang menunjukkan makna yang dalam pada kehidupan manusia. Bagaimana manusia membangun masyarakat Islam? Bagaimana seseorang itu hidup di tengah-tengah masyarakat muslim ? Yang ditegakkan di atas landasan mahhabah (kecintaan). Yang dipertalikan di atas landasan mawaddah kasih sayang). Jika harakah Islamiyah tidak mengikuti sistem ini, dan tidak menjadikannya sebagai manhaj (khususnya dua ayat itu) maka tidak akan wujud suatu masyarakat muslim dan tidak akan wujud suatu Harakah Islamiyah, tidak akan sampai sasarannya serta tujuannya di persada bumi untuk selamanya.
Sesungguhnya hubungan diantara orang muslim dengan muslim yang lain, tegak di atas landasan mahabbah. Maka dari itu, jika Baitul Muslim (rumah tangga muslim) yang jumlahnya tidak lebih dari jumlah jari-jari tangan, jika harakah Islamiyah yang jumlah anggotanya tidak lebih dari seratusan atau seribuan personil, jika masyarakat muslim yang membentuk inti-inti kehidupan bagi seluruh alam, hendak berdiri tegak di atas fondasi yang kokoh dan menancapkan kemapanannya di muka bumi secara mendalam, maka mereka harus beriltizam pada dua ayat tersebut.
Jika keluarga muslim tidak memperhatikan dua ayat tersebut, maka keluarga tersebut akan berubah menjadi persekutuan ekonomi, bahkan terkadang tanpa mendapatkan bayaran. Semua menjalankan peranannya dengan berat hati karena kejemuan telah melanda dan kebosanan telah mematikan semangatnya. Dan semua berangan-angan untuk mendapatkan waktu yang tepat untuk melepaskan diri dari kehidupan yang menjemukan tersebut.
Demikian juga halnya, jika Harakah Islamiyah tidak memperhatikan dua ayat tersebut, mereka akan berubah menjadi perkumpulan ekonomi, yang tidak mempunyai modal serta tidak memberikan gaji kepada personelnya. Masing-masing personel menjalankan peran yang dibebankan di pundaknya dengan berat hati, dan merasa tanggung jawab yang terletak di pundaknya itu bagaikan gunung. Dan merasa da’wah yang dia kerjakan, bagaikan pelepas nyawa yang akan membinasakan kehidupan serta mengancam kemapanannya.
Tidak mungkin bagi Harakah Islamiyah dan rumah tangga muslim senantiasa hidup dalam keadaan demikian dan terus menerus demikian, pasti para personelnya akan terlepas satu demi satu, para anggota akan tercerai berai, pertemuannya tercabik-cabik dan mereka akan hilang tiada bekas.
Dua ayat mulia ini adalah :
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yaang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. (QS. Al Hujurat : 12)
Sedangkan ayat yang lainnya telah tercantum pada pembukaan, yakni surat Al Hujurat ayat 11, yang mengandung tiga inti persoalan yaitu larangan mencela, larangan memperolok-olok, serta larangan panggil memanggil dengan gelaran yang buruk.
Larangan Memperolok-olok.
Dalam kaidah ilmu Ushul, larangan itu menunjukkan keharaman selama tidak dipalingkan oleh “qarinah” (hubungan kata) dari kedudukan haram menjadi makruh. Tak seorangpun mengatakan bahwa memperolok-olok seorang muslim itu hukumnya makruh. Bahkan umat Islam hampir sepakat bahwa memperolok-olok seorang muslim itu haram hukumnya. Perbuatan tersebut tergolong kaba’ir (dosa-dosa besar), sedangkan dosa tersebut tidak dapat dihapus hanya dengan istighfar yang sederhana namun pelakunya harus bertaubat dengan melengkapi syarat-syaratnya. Cukup bagi kita mengetahui hadits Muslim yang keluar dari lesan Nabi SAW :
“Janganlah kalian saling mendengki, dan janganlah kalian saling bersaing dalam penawaran, dan janganlah kalian saling membenci, dan janganlah kalian saling belakang-membelakangi, dan janganlah sebagian kalian menjual atas penjualan sebagian yang lain. Dan jadilah kalian hamba Allah yang saling bersaudara. Seorang muslim itu adalah saudara bagi muslim yang lain, tidak bolah menzhaliminya, tidak boleh menelantarkannya (tidak memberikan pertolongan kepadanya) dan tidak boleh merendahkannya, takwa itu disini (sambil menunjuk ke dadanya, beliau ucapkan kata-kata itu tiga kali). Cukuplah sebagai kejahatan seseorang, kalau ia menghina saudaranya sesama muslim. Setiap orang muslim haram darahnya, hartanya dan kehormatannya atas orang muslim yang lain”. (HR. Muslim).[i]
Kehormatan itu bukan hanya aurat yang tertutup saja, akan tetapi kehormatan itu juga termasuk celaan atau pujian dari seseorang, apabila engkau menggunjing seseorang, berarti engkau telah menggerogoti kehormatannya. Apabila engkau memfitnahnya, berarti engkau telah melukai kehormatannya. Dan apabila engkau memperolok-oloknya, berarti engkau telah mengurangi kehormatannya.
Rasulullah SAW tidak lalai mengenai perkara penting dalam kaitannya dengan pembinaan masyarakat muslim itu. Sungguh perkara itu menjadi titik berat dan pusat perhatian khutbah wada’ (perpisahan) beliau kepada sahabat-sahabatnya pada hari Haji Akbar (hari Arafah). Beliau bertanya kepada para sahabat ; “Hari apakah ini ? Bulan apakah ini ? Negeri apakah ini ? Bukankah hari ini adalah “Yaumul Haram ( hari yang diharamkan)?”
“Benar, ya Rasulullah !” Jawab para sahabat dengan serentak.
Beliau menambahkan :
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya darah kalian, harta kalian dan kehormatan kalian adalah haram atas kalian seperti halnya keharaman hari kalian ini”. [ii]
Beliau saw tidak mencukupkan sampai di situ saja, bahkan di penghujungnya beliau bersabda: “Ingatlah, adakah telah aku sampaikan?”
“Ya” , jawab mereka.
Beliau kemudian berkata : “Ya Allah, saksikanlah!”
Sesungguhnya “mahabbah” itu tidak akan tegak di antara dua orang selama masing-masing individu –minimal- tidak menjaga lima perkara penting dimana setiap agama datang menjaganya .. setiap agama datang untuk menjaga lima kepentingan manusia, yakni : Agama, jiwa, kehormatan, akal dan harta. Maka dari itu, jika engkau ingin melestarikan hubungan antara dirimu dengan saudaramu –jika engkau tidak dapat memberikan manfaat padanya, atau memberikan sesuatu kepadanya, atau menolongnya atau menjaganya- maka minimal engkau menjauhkan dirinya dari gangguanmu dan menjauhkan kejahatanmu darinya. Dan jika engkau menjatuhkan harga dirinya, mencela kehormatannya memakan hartanya atau menumpahkan darahnya, maka bagaimana mungkin engkau menarik simpatinya kepada dirimu.
Inilah lima perkara penting yang harus dipelihara, dan jangan sampai disentuh keharamannya. Kaidah pokok yang memperkuat masyarakat muslim dan kaidah fundamental yang akan memperkuat eksistensi keluarga muslim, harakah Islamiyah, masyarakat muslim dan umat Islam secara keseluruhan.
Mengapa harus memperolok-olok (menghina)? Penghinaan itu tidak akan timbul dari orang-orang rendahan terhadap orang-orang besar. Sesungguhnya penghinaan itu lahir dari perasaan sombong dan takabur. Yang memandang manusia dengan sebelah mata. Sesungguhnya orang-orang rendahan itu tidak akan berani menghina para raja. Penghinaan itu datang dari orang besar kepada orang-orang kecil. Lantas siapa sesungguhnya dirimu ? Apakah engkau merasa tinggi harkat dirimu terhadap manusia lain, dan bersikap congkak kepada mereka dengan hartamu, atau pangkatmu, atau kemuliaanmu? Dari mana engkau mendapatkan semua itu ? Bukankah Dzat yang telah mengaruniakan kepadamu itu dapat merampasnya kembali dari tanganmu ??? Tidakkah engkau tahu bahwa Dia, Allah, memuliakan siapa saja yang dikehendaki-Nya dan menghinakan siapa saja yang dikehendaki-Nya ? Menurunkan rezki dan mencabutnya kembali ? Bukankah Dia pula yang mengangkat derajat sebagian manusia dan merendahkan sebagian yang lain ? Tidakkah engkau tahu, sesungguhnya engkau, walaupun engkau adalah seorang raja, apabila engkau menghina manusia berarti telah bemaksiyat kepada Allah dengan penghinaan itu ! Sebagaimana dikatakan Al Hasan Al Bashri : “Sesungguhnya mereka, meski suara Bighal yang mereka tunggangi berkelotak dan kuda yang mereka tunggangi indah jalannya, akan tetapi kehinaan maksiyat itu tidak lepas dari tengkuknya. Dan Allah tidak menghendaki kecuali menghinakan siapapun yang bermaksiyat kepada-Nya”.
“Dan barangsiapa yang dihinakan Allah, maka tidak seorangpun yang dapat memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki”. (QS. Al Hajj : 18)
Mengapa kamu membanggakan dirimu dan merendahkan orang ? Kepada orang miskin dan orang lemah ? Tidakkah engkau tahu bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda :
“Berapa banyak orang yang kusut rambutnya, berdebu wajahnya, berpakaian dua kain usang serta tidak dihiraukan manusia, akan tetapi kalau dia sudah bersumpah atas nama Allah, niscaya Allah akan mengabulkan sumpahnya itu. Dan diantara mereka itu adalah Barra’ bin Malik”.[iii]
Pernah suatu ketika, kaum muslimin terjun dalam suatu pertempuran yang sengit melawan musuh. Mereka terdesak sehingga posisi mereka dalam bahaya. Maka merekapun mendatangi Barra’ dan berkata : “Hai Barra’, engkaulah yang disebut Rasulullah SAW dalam sabdanya : “Adakalanya seseorang yang kusut rambutnya bedebu wajahnya, akan tetapi kalau ia sudah minta kepada Allah, pasti Allah aka mengabulkan permohonannya itu”. Kemudian Barra’ menengadah ke langit seraya mengacungkan telunjuk jarinya. Dia meminta kepada Allah supaya musuh mereka dikalahkan dalam pertempuran tersebut : “Aku minta bahu-bahu mereka”. Belum sampai tangan Barra’ turun ke bumi, musuh mereka telah mengalami kekalahan. Mereka itu adalah orang-orang yang tertolak dari semua pintu rumah orang karena rendahnya dalam pandangan mereka. Orang-orang semisal itulah yang menyelamatkan manusia dari kehancuran dan menjaga mereka dari malapetaka dan siksa Ilahi
“Sesunggunhya Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan, bertaqwa lagi tersembunyi (tidak dikenal). Jika mereka itu tidak ada, maka manusia tidak ada yang merasa kehilangan. Dan jika mereka hadir maka merekapun tidak dipanggil dan dikenal orang. Hati mereka adalah lentera-lentera petunjuk yang keluar dari setiap fitnah kegelapan”. [iv]
Kemudian siapakan dirimu dalam mizan Allah ‘Azza wa Jalla ? Sudah sampaikah kepadamu hadits Al Bukhari yang menceritakan dialog antara beliau dengan salah seorang sahabatnya?. Pada suatu ketika seorang laki-laki berjalan melintas di depan Nabi SAW. Maka beliau bertanya : “Apa komentarmu tentang orang itu?”
Sahabat tersebut menjawab : “Orang itu pantas jika meminang akan diterima pinangannya, dan apabila meminta tolong akan dikabulkan permintaannya”.
Rasulullah SAW diam mendengar jawaban tersebut. Kemudian ada seseorang lain yang lewat, lantas beliau bertanya lagi kepada sahabatnya yang berada di sampingnya tadi : “Apa pendapatmu tentang orang itu ?”
Sahabat itu menjawab : “Orang itu pantas jika meminang tidak akan diterima pinangannya, dan jika meminta tolong maka permintaannya itu ditolak”.
Maka Rasulullah SAW bersabda :
"Yang ini (orang yang kemudian) lebih baik daripada sepenuh bumi yang tadi (orang pertama)”.
Dua-duanya dari golongan sahabat … keduanya dari golongan sahabat (Yang ini lebih baik daripada sepenuh bumi yang tadi), karena segi lahir kedua orang tersebut Islam.
Dua ayat mulia ini adalah :
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yaang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. (QS. Al Hujurat : 12)
Sedangkan ayat yang lainnya telah tercantum pada pembukaan, yakni surat Al Hujurat ayat 11, yang mengandung tiga inti persoalan yaitu larangan mencela, larangan memperolok-olok, serta larangan panggil memanggil dengan gelaran yang buruk.
Larangan Memperolok-olok.
Dalam kaidah ilmu Ushul, larangan itu menunjukkan keharaman selama tidak dipalingkan oleh “qarinah” (hubungan kata) dari kedudukan haram menjadi makruh. Tak seorangpun mengatakan bahwa memperolok-olok seorang muslim itu hukumnya makruh. Bahkan umat Islam hampir sepakat bahwa memperolok-olok seorang muslim itu haram hukumnya. Perbuatan tersebut tergolong kaba’ir (dosa-dosa besar), sedangkan dosa tersebut tidak dapat dihapus hanya dengan istighfar yang sederhana namun pelakunya harus bertaubat dengan melengkapi syarat-syaratnya. Cukup bagi kita mengetahui hadits Muslim yang keluar dari lesan Nabi SAW :
“Janganlah kalian saling mendengki, dan janganlah kalian saling bersaing dalam penawaran, dan janganlah kalian saling membenci, dan janganlah kalian saling belakang-membelakangi, dan janganlah sebagian kalian menjual atas penjualan sebagian yang lain. Dan jadilah kalian hamba Allah yang saling bersaudara. Seorang muslim itu adalah saudara bagi muslim yang lain, tidak bolah menzhaliminya, tidak boleh menelantarkannya (tidak memberikan pertolongan kepadanya) dan tidak boleh merendahkannya, takwa itu disini (sambil menunjuk ke dadanya, beliau ucapkan kata-kata itu tiga kali). Cukuplah sebagai kejahatan seseorang, kalau ia menghina saudaranya sesama muslim. Setiap orang muslim haram darahnya, hartanya dan kehormatannya atas orang muslim yang lain”. (HR. Muslim).[i]
Kehormatan itu bukan hanya aurat yang tertutup saja, akan tetapi kehormatan itu juga termasuk celaan atau pujian dari seseorang, apabila engkau menggunjing seseorang, berarti engkau telah menggerogoti kehormatannya. Apabila engkau memfitnahnya, berarti engkau telah melukai kehormatannya. Dan apabila engkau memperolok-oloknya, berarti engkau telah mengurangi kehormatannya.
Rasulullah SAW tidak lalai mengenai perkara penting dalam kaitannya dengan pembinaan masyarakat muslim itu. Sungguh perkara itu menjadi titik berat dan pusat perhatian khutbah wada’ (perpisahan) beliau kepada sahabat-sahabatnya pada hari Haji Akbar (hari Arafah). Beliau bertanya kepada para sahabat ; “Hari apakah ini ? Bulan apakah ini ? Negeri apakah ini ? Bukankah hari ini adalah “Yaumul Haram ( hari yang diharamkan)?”
“Benar, ya Rasulullah !” Jawab para sahabat dengan serentak.
Beliau menambahkan :
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya darah kalian, harta kalian dan kehormatan kalian adalah haram atas kalian seperti halnya keharaman hari kalian ini”. [ii]
Beliau saw tidak mencukupkan sampai di situ saja, bahkan di penghujungnya beliau bersabda: “Ingatlah, adakah telah aku sampaikan?”
“Ya” , jawab mereka.
Beliau kemudian berkata : “Ya Allah, saksikanlah!”
Sesungguhnya “mahabbah” itu tidak akan tegak di antara dua orang selama masing-masing individu –minimal- tidak menjaga lima perkara penting dimana setiap agama datang menjaganya .. setiap agama datang untuk menjaga lima kepentingan manusia, yakni : Agama, jiwa, kehormatan, akal dan harta. Maka dari itu, jika engkau ingin melestarikan hubungan antara dirimu dengan saudaramu –jika engkau tidak dapat memberikan manfaat padanya, atau memberikan sesuatu kepadanya, atau menolongnya atau menjaganya- maka minimal engkau menjauhkan dirinya dari gangguanmu dan menjauhkan kejahatanmu darinya. Dan jika engkau menjatuhkan harga dirinya, mencela kehormatannya memakan hartanya atau menumpahkan darahnya, maka bagaimana mungkin engkau menarik simpatinya kepada dirimu.
Inilah lima perkara penting yang harus dipelihara, dan jangan sampai disentuh keharamannya. Kaidah pokok yang memperkuat masyarakat muslim dan kaidah fundamental yang akan memperkuat eksistensi keluarga muslim, harakah Islamiyah, masyarakat muslim dan umat Islam secara keseluruhan.
Mengapa harus memperolok-olok (menghina)? Penghinaan itu tidak akan timbul dari orang-orang rendahan terhadap orang-orang besar. Sesungguhnya penghinaan itu lahir dari perasaan sombong dan takabur. Yang memandang manusia dengan sebelah mata. Sesungguhnya orang-orang rendahan itu tidak akan berani menghina para raja. Penghinaan itu datang dari orang besar kepada orang-orang kecil. Lantas siapa sesungguhnya dirimu ? Apakah engkau merasa tinggi harkat dirimu terhadap manusia lain, dan bersikap congkak kepada mereka dengan hartamu, atau pangkatmu, atau kemuliaanmu? Dari mana engkau mendapatkan semua itu ? Bukankah Dzat yang telah mengaruniakan kepadamu itu dapat merampasnya kembali dari tanganmu ??? Tidakkah engkau tahu bahwa Dia, Allah, memuliakan siapa saja yang dikehendaki-Nya dan menghinakan siapa saja yang dikehendaki-Nya ? Menurunkan rezki dan mencabutnya kembali ? Bukankah Dia pula yang mengangkat derajat sebagian manusia dan merendahkan sebagian yang lain ? Tidakkah engkau tahu, sesungguhnya engkau, walaupun engkau adalah seorang raja, apabila engkau menghina manusia berarti telah bemaksiyat kepada Allah dengan penghinaan itu ! Sebagaimana dikatakan Al Hasan Al Bashri : “Sesungguhnya mereka, meski suara Bighal yang mereka tunggangi berkelotak dan kuda yang mereka tunggangi indah jalannya, akan tetapi kehinaan maksiyat itu tidak lepas dari tengkuknya. Dan Allah tidak menghendaki kecuali menghinakan siapapun yang bermaksiyat kepada-Nya”.
“Dan barangsiapa yang dihinakan Allah, maka tidak seorangpun yang dapat memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki”. (QS. Al Hajj : 18)
Mengapa kamu membanggakan dirimu dan merendahkan orang ? Kepada orang miskin dan orang lemah ? Tidakkah engkau tahu bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda :
“Berapa banyak orang yang kusut rambutnya, berdebu wajahnya, berpakaian dua kain usang serta tidak dihiraukan manusia, akan tetapi kalau dia sudah bersumpah atas nama Allah, niscaya Allah akan mengabulkan sumpahnya itu. Dan diantara mereka itu adalah Barra’ bin Malik”.[iii]
Pernah suatu ketika, kaum muslimin terjun dalam suatu pertempuran yang sengit melawan musuh. Mereka terdesak sehingga posisi mereka dalam bahaya. Maka merekapun mendatangi Barra’ dan berkata : “Hai Barra’, engkaulah yang disebut Rasulullah SAW dalam sabdanya : “Adakalanya seseorang yang kusut rambutnya bedebu wajahnya, akan tetapi kalau ia sudah minta kepada Allah, pasti Allah aka mengabulkan permohonannya itu”. Kemudian Barra’ menengadah ke langit seraya mengacungkan telunjuk jarinya. Dia meminta kepada Allah supaya musuh mereka dikalahkan dalam pertempuran tersebut : “Aku minta bahu-bahu mereka”. Belum sampai tangan Barra’ turun ke bumi, musuh mereka telah mengalami kekalahan. Mereka itu adalah orang-orang yang tertolak dari semua pintu rumah orang karena rendahnya dalam pandangan mereka. Orang-orang semisal itulah yang menyelamatkan manusia dari kehancuran dan menjaga mereka dari malapetaka dan siksa Ilahi
“Sesunggunhya Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan, bertaqwa lagi tersembunyi (tidak dikenal). Jika mereka itu tidak ada, maka manusia tidak ada yang merasa kehilangan. Dan jika mereka hadir maka merekapun tidak dipanggil dan dikenal orang. Hati mereka adalah lentera-lentera petunjuk yang keluar dari setiap fitnah kegelapan”. [iv]
Kemudian siapakan dirimu dalam mizan Allah ‘Azza wa Jalla ? Sudah sampaikah kepadamu hadits Al Bukhari yang menceritakan dialog antara beliau dengan salah seorang sahabatnya?. Pada suatu ketika seorang laki-laki berjalan melintas di depan Nabi SAW. Maka beliau bertanya : “Apa komentarmu tentang orang itu?”
Sahabat tersebut menjawab : “Orang itu pantas jika meminang akan diterima pinangannya, dan apabila meminta tolong akan dikabulkan permintaannya”.
Rasulullah SAW diam mendengar jawaban tersebut. Kemudian ada seseorang lain yang lewat, lantas beliau bertanya lagi kepada sahabatnya yang berada di sampingnya tadi : “Apa pendapatmu tentang orang itu ?”
Sahabat itu menjawab : “Orang itu pantas jika meminang tidak akan diterima pinangannya, dan jika meminta tolong maka permintaannya itu ditolak”.
Maka Rasulullah SAW bersabda :
"Yang ini (orang yang kemudian) lebih baik daripada sepenuh bumi yang tadi (orang pertama)”.
Dua-duanya dari golongan sahabat … keduanya dari golongan sahabat (Yang ini lebih baik daripada sepenuh bumi yang tadi), karena segi lahir kedua orang tersebut Islam.
Tidak ada sesuatu yang nilainya lebih baik dari seribu sesuatu yang sama jenisnya kecuali manusia
//Maka, berapa banyak satu orang yang diperhitungkan sebagai seribu orang.
Dan berapa banyak seribu orang yang berlalu tanpa diperhitungkan//.
Engkau tidak akan dapati seekor kuda yang lebih baik dari seribu kuda, atau seekor onta yang lebih baik dari seribu onta, atau seekor keledai yang lebih baik dari seribu keledai. Akan tetapi manusia terkadang sebanding dengan sepenuh bumi orang yang sejenisnya.
Kemudian wahai saudaraku …. Mengapa engkau takkabur? Dan mengapa engkau ‘ujub (kagum pada diri sendiri)? Tidakkah engkau tahu bahwa maksiyat lantaran ‘ujub itu dikhawatirkan tidak terampunkan, sedangkan maksiyat lantaran hawa nafsu serta dosa-dosa itu terkadang diampunkan? Tidakkah engkau tahu bahwa Iblis bermaksiyat kepada Allah lantaran dia ‘ujub, sehingga Allah tidak mengampuninya. Sementara Adam bermaksiyat kepada Allah lantaran hawa nafsu, kendati demikian Allah mengampuninya. Berhatilah-hatilah kalian terhadap sifat
//Maka, berapa banyak satu orang yang diperhitungkan sebagai seribu orang.
Dan berapa banyak seribu orang yang berlalu tanpa diperhitungkan//.
Engkau tidak akan dapati seekor kuda yang lebih baik dari seribu kuda, atau seekor onta yang lebih baik dari seribu onta, atau seekor keledai yang lebih baik dari seribu keledai. Akan tetapi manusia terkadang sebanding dengan sepenuh bumi orang yang sejenisnya.
Kemudian wahai saudaraku …. Mengapa engkau takkabur? Dan mengapa engkau ‘ujub (kagum pada diri sendiri)? Tidakkah engkau tahu bahwa maksiyat lantaran ‘ujub itu dikhawatirkan tidak terampunkan, sedangkan maksiyat lantaran hawa nafsu serta dosa-dosa itu terkadang diampunkan? Tidakkah engkau tahu bahwa Iblis bermaksiyat kepada Allah lantaran dia ‘ujub, sehingga Allah tidak mengampuninya. Sementara Adam bermaksiyat kepada Allah lantaran hawa nafsu, kendati demikian Allah mengampuninya. Berhatilah-hatilah kalian terhadap sifat
dan ‘ujub. Dalam hadits shahih disebutkan :
“Tidak akan masuk Jannah, seseorang yang di dalam dirinya (hatinya) ada seberat biji dari kesombongan”. (HR. Muslim)[v]
Mengapa engkau merasa dirimu lebih tinggi daripada yang lain? Mengapa engkau mencemooh mereka? Tidakkah engkau mau mengintrospeksi dirimu sendiri? Hitunglah aibmu wahai saudaraku sebelum engkau menghitung aib orang lain. Lihatlah kekurangan dirimu sebelum engkau mencela kekurangan orang lain.
“Tidak akan masuk Jannah, seseorang yang di dalam dirinya (hatinya) ada seberat biji dari kesombongan”. (HR. Muslim)[v]
Mengapa engkau merasa dirimu lebih tinggi daripada yang lain? Mengapa engkau mencemooh mereka? Tidakkah engkau mau mengintrospeksi dirimu sendiri? Hitunglah aibmu wahai saudaraku sebelum engkau menghitung aib orang lain. Lihatlah kekurangan dirimu sebelum engkau mencela kekurangan orang lain.
//Jika engkau ingin hidup selamat dari bahaya
Rezkimu melimpah dan kehormatan terjaga
Hendaklah lisanmu jangan sesekali engkau gunakan
Menggunjing aurat seseorang
Masing-masing kamu adalah aurat
Padahal manusia itu punya lesan
Jika nampak olehmu aib seseorang, maka katakanlah
Wahai mata ketahuilah manusia juga punya mata
Pergaulilah manusia dengan baik dan berlapang dada
Terhadap seseorang yang berlaku aniaya
Tinggalkan ia dengan cara yang bijak pula
Tidakkah engkau tahu bahwa neraka itu dikhususkan sebagai tempat orang-orang yang takabbur dan sombong.
Dan surga itu dikhususkan sebagai tempat orang-orang yang lemah ?//
Dalam hadits shahih riwayat Bukhari disebutkan :
“Berdebatlah antara Surga dan Neraka. Berkata neraka : “Aku diperuntukkan bagi orang-orang besar yang bertindak lalim”. Maka Surgapun menyahut : “Mengapa tidak masuk kepadaku kecuali orang-orang yang lemah, orang-orang rendahan dan budak sahaya?” Maka Allah Ta’ala berfirman kepada Surga : “Sesungguhnya engkau adalah rahmat-Ku, Aku merahmati denganmu siapa saja yang Kukehendaki. Lantas Allah berfirman kepada Neraka : “Sesungguhnya engkau adalah siksaKu, Aku menyiksa denganmu siapa saja yang Kukehendaki. Dan bagi masing-masing akan Kami penuhkan”.[vi]
Larangan Mencela.
"Dan janganlah kalian mencela diri (saudara) kalian sendiri”.(QS. ???)
Kata Al Lumaz (mencela) dan Al Humaz (mengumpat) banyak disebut oleh Rabbul ‘Izzati dalam kitab-Nya. Al Lumaz ialah mencela seseorang dengan selain lesan, dengan isyarat atau dengan tangan atau dengan yang lainnya. Atau mencela seseorang di depan matanya, sementara Al Humaz mencela seseorang yang tidak ada atau di luar kehadirannya.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :
“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela”. (QS. Al Humazah : 1)
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah, yang sangat enggan berbuat baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, yang kaku kasar, selain dari itu, yang terkenal kejahatannya”. (QS. Al Qalam : 10-13)
“Wa laa talmizuu anfusakum”………Ta’bir Rabbani (ungkapan Ilahi) yang tidak mungkin manusia mampu mengubahnya. Karena, jika engkau mencela saudaramu dan mencacatnya, maka pada hakikatnya engkau mencela dirimu sendiri. Sebab orang beriman itu satu sama lain adalah seperti bangunan.
Rasulullah SAW bersabda :
"Perumpamaan orang-orang beriman dalam kecintaan, kasih sayang dan kelemah-lembutan diantara mereka itu bagaikan satu tubuh. Apabila salah satu anggota menderita maka seluruh badanpun ikut merasakan panas dan tidak dapat tidur”. (HR. Al Bukhari)[vii]
Umat Islam itu adalah satu tubuh, yang bekerja aktif secara keseluruhan. Yang satu adalah matanya, yang kedua adalah telinganya, yang ketiga adalah jantungnya, yang keempat adalah otaknya, yang kelima adalah kaki dan tangan. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang tidak lengkap atau tidak berfungsi, maka hal itu akan mengurangi hasil produksi, pemberian usaha dan pengorbanannya. Maka pada saat engkau mencela salah seorang diantara kamu (kaum muslimin), sebenarnya engkau telah mencela dirimu sendiri.
Sesungguhnya orang-orang yang berpikiran dangkal tidak melihat Islam kecuali dari skala masyarakatnya yang kecil, kecuali dari sudut kelompok mereka yang sedikit. Dan pemahaman seperti itu, demi Allah, betul-betul berbahaya bagi Islam dan berbahaya pula bagi manusia. Berbahaya bagi manusia yang menganggap bahwa jari-jari kakinya jauh dari jari-jari tangannya. Apa engkau menganggap bahwa engkau beserta kelompokmu atau engkau beserta organisasimu atau engkau beserta partaimu mewakili Islam dan umat Islam ?? Sesungguhnya engkau mewakili sebagian kecil dari kepala semut. Lalu jika engkau ambil pisau yang tajam atau pedang yang tajam kemudian engkau potong jari-jari kakimu karena engkau menganggap bahwa jari-jari kaki jauh dari jari-jari tangan, maka sesungguhnya engkau telah menjauhkan salah saru peran dari peran yang bekerja secara aktif pada tubuhmu. Padahal jari-jari itu bermanfaat bagimu di waktu senang dan susah, dalam masa kelapangan dan kesempitan. Engkau membutuhkannya. Jika engkau memotong jari-jari kakimu, maka kuman dan rasa sakit mulai menyerang tubuhmu dari bagian tubuh yang merupakan tempat yang dijaga oleh saudaramu, karena kamu adalah satu tubuh. Lalu kuman-kuman itu masuk ke dalam darahmu sehingga menjalar ke seluruh tubuh dan akhirnya merusak dan membinasakan.
Seorang muslim dan umat muslim adalah saru kesatuan. Maka pantaskah bagimu memandang mereka dengan pandangan sinis dan merendahkan? Atau engkau gunakan lesanmu untuk mencela, mengumpat dan memfitnah saudaramu sendiri? Sesungguhnya engkau wahai si miskin, telah memotong anggota tubuhmu sendiri.
“Barangsiapa yang menyangka bahwa Allah sekali-kali tiada menolongnya (Muhammad) di dunia dan akhirat, maka hendaklah ia merentangkan tali ke langit, kemudian hendaklah ia melaluinya, kemudian hendaklah ia pikirkan apakah tipu dayanya itu dapat melenyapkan apa yang menyakitkan hatinya.
Dan demikianlah Kami telah menurunkan Al-Qur'an yang merupakan ayat-ayat yang nyata; dan bahwasanya Allah memberikan petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki”. (QS. Al Hajj : 15-16)
Dalam Musnad Ahmad disebutkan hadits sebagai berikut :
“Wahai orang-orang yang beriman dengan lesannya dan iman belum masuk ke dalam hatinya!Janganlah kalian menggunjing kaum muslimin, dan janganlah kalian mencaricari aurat mereka. Karena sesungguhnya, barangsiapa yang mencari-cari aurat saudaranya sesama muslim, maka Allah akan mencari-cari auratnya, dan barangsiapa yang Allah mencari-cari auratnya, Allah akan menelanjangi auratnya walaupun di dalam rumahnya sendiri”. [viii]
Mencari-cari aurat kaum muslimin dengan cara al Lumaz (mencela) dan al Humaz (mengumpat) merupakan tanda kemunafikan bukan tanda keimanan.
“Bukanlah orang yang beriman itu yang suka mencela atau sering melaknat atau kotor dan keji mulutnya atau jelek akhlaknya atau suka berbicara kotor”. (Hadits shahih)[ix]
oleh karena itu, ketika orang-orang Yahudi datang menemui Rasulullah SAW, dan mengucapkan salam: “As-Saamu’alaika ya Abal Qasim” (artinya : “Semoga kebinasaan menimpa dirimu wahai Abal Qasim”), dan A’isyah mendengar ucapan tersebut maka ia segera menjawab ucapan mereka : “Dan semoga kebinasaan, celaan, dan laknat menimpa kalian”. Maka berkatalah beliau saw kepada A’isyah : “Wahai A’isyah, sesunguhnya Allah sangat benci dengan kata-kata keji dan kotor. Tidakkah engkau mendengar jawabanku tadi? Sungguh tadi aku katakan kepada mereka : “Wa’alaikum” (Bagimu atas apa yang kalian ucapkan). Mereka mengatakan : “As-Saamu’alaika”, maka aku menjawab : “Wa’alaikum”.[x]
Beliau tidak menyetujui jika A’isyah menjawab ucapan mereka dengan kata-kata yang keji pula. Sabdanya : “Sesungguhnya Allah sangat benci dengan kata-kata keji dan kotor”.
Aib itu ada dua macam. Boleh jadi aib tersebut memang benar ada pada diri saudaramu saat engkau mencelanya di depan matanya, dan boleh jadi aib tersebut tidak ada pada dirinya, maka celakalah engkau dan celakalah engkau. Dengarkanlah apa yang diucapkan Rasulullah SAW, dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Ath Thabrani :
“Barangsiapa membicarakan sesuatu yang tidak benar atas diri seseorang, untuk mencemarkan kehormatannya dengan perkataan itu, maka Allah akan menahannya di neraka jahanam sampai dia dapat mendatangkan / membuktikan kebenaran apa yang dia katakan mengenainya”.[xi]
Sehingga dia dapat membuktikan apa yang dikatakan mengenainya, dan sekali-kali dia tidak akan dapat membuktikannya, bagaimana dapat kalau dia sendiri berdusta ?
Wahai saudaraku yang tercinta, berhati-hatilah dengan lesanmu.
//Berhati-hatilah dengan lesanmu wahai insan.
Jangan sampai mematuk dirimu, karena ia adalah ular.
Berapa banyak orang mati di kuburan gara-gara lidahnya.
Adalah para ksatria pemberani takut menemuinya//
Luka karena lidah itu lebih menyakitkan daripada luka karena tusukan lembing. Karena luka akibat tusukan lembing dapat sembuh sebab luka itu di kulit. Adapun luka karena lidah tak dapat sembuh, sebab luka itu meremukan hati. Sungguh sulit sekali hati yang telah remuk dapat pulih kembali.
Dengarlah isi hadits riwayat Bukhari dan Bilal bin Al Harits ra, dia berkata; Rasulullah SAW bersabda :
“Sesungguhnya ada seseorang yang berbicara dengan suatu perkataan yang diridlai Allah ‘Azza wa Jalla dan tak sekalipun ia menyangka perkataannya itu akan membawa akibat sedemikian jauhnya, yakni Allah menetapkan baginya dengan perkataannya itu keridlaan sampai hari kiamat. Dan ada seseorang yang berbicara dengan suatu perkataan yang dimurkai Alah ‘Azza wa Jalla dan tak sekalipun ia menyangka perkataannya itu akan membawa akibat sedemikian jauhnya, yakni menetapkan baginya dengan perkataannya itu kemurkaan-Nya sampai hari kiamat”. (HR. At Tirmidzi).[xii]
Alqamah berkata : “Hadits Bilal bin Al Harits telah mencegahku dari beberapa banyak perkataan yang hendak aku ucapkan”
Hadits itu ada dalam riwayat Bukhari dan Ahmad. Maknanya hadits tersebut shahih tidak perlu diragukan lagi dan tidak perlu didebat lagi.
Larangan Saling Memanggil Dengan Gelaran Buruk.
“Dan janganlah kalian mencela diri (saudara) kalian sendiri dan janganlah kalian panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk”. (QS. Al Hujurat: 11)
Ayat ini turun kepada Bani Salamah. Ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah Munawwarah, beliau mendapati para sahabat Anshar mempunyai sejumlah nama. Suatu saat beliau memanggil salah seorang sahabat Anshar dengan namanya. Lantas para sahabat yang lain berkata : “Ya Rasulullah, sesungguhnya gelaran itu tidak disukai saudara ini”. Maka turunlah ayat yang melarang mereka memanggil dengan gelaran-gelaran yang dibenci. Apa kerugianmu jika engkau bicara dengan kata-kata yang baik? Hatimu na’udzu billahi minhu penuh dengan perasaan hasad, dengki, kebencian dan dendam terhadap kaum muslimin. Lidahmu, tidak engkau gunakan berbicara yang baik. Wajahmu, senantiasa cemberut, tertutup sama sekali dari kebaikan. Apa sih yang memberatimu sekiranya engkau memanggil saudaramu dengan nama yang paling disukainya? Untuk memasukkan rasa gembira ke dalam hatinya yang mungkin luka, lalu engkau menawarkannya dengan kata-kata yang baik itu. Apa yang memberatimu? Sehingga engkau sangat bakhil. Sampai bakhil berbicara baik, sampai bakhil mengucapkan salam !!!
“Maukah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu yang jika kalian kerjakan, maka kalian akan saling cinta mencintai. Yakni sebarkanlah salam diantara kalian. Berilah makan mereka yang menghajatkan, sambunglah tali persaudaraan dan shalatlah kalian di waktu malam, ketika manusia tengah nyenyak tidurnya, niscaya kalian akan masuk Surga”. (Al Hadits)
Tidak ada yang menambah umur kalian kecuali kebajikan, kecuali perbuatan baik. Untuk itu, penuhilah katimu dengan mahabbah, sesungguhnya dengan mahabbah ini engkau dapat membantu dirimu untuk memperoleh sumber kebaikan yang sangat jernih dan tidak akan pernah keruh. Kebaikan itu akan senantiasa mengalir kepada dirimu, meski engkau ada di rumah, tidak bergerak dan tidak beramal, lantaran kecintaan (mahabbah)mu kepada seorang mu’min.
Dalam hadits shahih diserbutkan :
“Tidaklah kecintaan seorang hamba kepada saudaranya, melainkan yang paling dicintai Allah dari kedua hamba tersebut adalah yang paling besar kecintaannya terhadap saudaranya”.
“Hiduplah kamu sesuka hatimu, sesungguhnya engkau akan mati jua. Dan beramallah sesuka hatimu, sesungguhnya amalanmu akan mendapat balasan”.
“Jauhilah perkara-perkara yang haram, niscaya engkau akan menjadi manusia yang paling berbakti. Dan ridlalah engkau terhadap apa yang Allah telah bagikan kepadamu, niscaya engkau jadi manusia yang paling kaya. Berbuat baiklah kepada tetanggamu, niscaya engkau menjadi seorang mukmin. Dan cintailah untuk manusia apa-apa yang engkau mencintai untuk dirimu sendiri, niscaya engkau menjadi seorang muslim. Dan janganlah banyak tertawa, karena banyak tertawa itu akan mematikan hati”.[xiii]
Tiga perkara yang semuanya haram: as sukhriyah (menghina), al lamzu (mencela) dan at tanaabazu bil alqab (panggil memanggil dengan gelaran yang buruk). Dan sebagai akibat dari melanggar salah satu dari ketiga perkara itu adalah balasan dari sisi Allah dengan dua gelar yang buruk. Engkau menerima dari Allah dua nama buruk dan kehilangan sebuah gelar yang agung. Sebelum itu namamu di sisi Allah adalah mu’min, lalu Allah memberikan padamu gantinya dengan nama fasid dan fusuq. Dan jika engkau tidak cepat-cepat bertaubat, maka Allah akan menambah dengan gelar lain, yakni fasiq dan zhalim.
“Seburuk-buruk panggilan ialah panggilan yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itu orang-orang yang zhalim”. (QS. Al Hujurat : 12)
Adakah engkau suka menukar nama mu’minmu di sisi Allah dengan nama fasik ?!! Engkau jual nama mu’minmu dan kemudian engkau beli sebagai gantinya nama fasik dan zhalim. Dengan apa? Dengan umpatan lesan atau engkau gunakan kedua bibirmu untuk mencela saudaramu atau gerakan hati yang serupa itu. Celaka dan celakalah orang yang menukar nama mu’min dari Rabbul ‘Izzati dengan dua nama: fasik dan zhalim. Sungguh jelek sekali jual beli tersebut.
[i] Shahih Muslim 16/120
[ii] Hadits Shahih (lihat Al Jami’ Ash Shaghir 2968)
[iii] Shahih Al Jami’ Ash Shaghir 4573
[iv] Lihat at TARghib wa Tarhib 3/44 (Shahih tak ada cacatnya)
[v] HR Muslim shahih (Shahih Al Jami’ Ash Shaghir 7674)
[vi] HR. Bukhari (lihat : Shahih Al Jami’ Ash Shaghir )
[vii] HR Bukhari shahih (lihat Shahih Al Jami’ Ash Shaghir 5849)
[viii] Shahih Al Jami’ Ash Shaghir 7584
[ix] Shahih Al Jami’ Ash Shaghir 5381
[x] Shahih Al Jami’ Ash Shaghir 1877
[xi] Diriwayatkan Tirmidzi dengan isnad jayyid/baik, sebagaimana disebutkan dalam At Targhib wat Tarhib 3/515
[xii] HR. Shahih Tirmidzi (Shahih Al Jami’ Ash Shaghir 1619)
[xiii] Hadits shahih Tirmidzi (Shahih Al Jami’ Ash Shaghir 100)
Kembali ke Daftar Isi
Rezkimu melimpah dan kehormatan terjaga
Hendaklah lisanmu jangan sesekali engkau gunakan
Menggunjing aurat seseorang
Masing-masing kamu adalah aurat
Padahal manusia itu punya lesan
Jika nampak olehmu aib seseorang, maka katakanlah
Wahai mata ketahuilah manusia juga punya mata
Pergaulilah manusia dengan baik dan berlapang dada
Terhadap seseorang yang berlaku aniaya
Tinggalkan ia dengan cara yang bijak pula
Tidakkah engkau tahu bahwa neraka itu dikhususkan sebagai tempat orang-orang yang takabbur dan sombong.
Dan surga itu dikhususkan sebagai tempat orang-orang yang lemah ?//
Dalam hadits shahih riwayat Bukhari disebutkan :
“Berdebatlah antara Surga dan Neraka. Berkata neraka : “Aku diperuntukkan bagi orang-orang besar yang bertindak lalim”. Maka Surgapun menyahut : “Mengapa tidak masuk kepadaku kecuali orang-orang yang lemah, orang-orang rendahan dan budak sahaya?” Maka Allah Ta’ala berfirman kepada Surga : “Sesungguhnya engkau adalah rahmat-Ku, Aku merahmati denganmu siapa saja yang Kukehendaki. Lantas Allah berfirman kepada Neraka : “Sesungguhnya engkau adalah siksaKu, Aku menyiksa denganmu siapa saja yang Kukehendaki. Dan bagi masing-masing akan Kami penuhkan”.[vi]
Larangan Mencela.
"Dan janganlah kalian mencela diri (saudara) kalian sendiri”.(QS. ???)
Kata Al Lumaz (mencela) dan Al Humaz (mengumpat) banyak disebut oleh Rabbul ‘Izzati dalam kitab-Nya. Al Lumaz ialah mencela seseorang dengan selain lesan, dengan isyarat atau dengan tangan atau dengan yang lainnya. Atau mencela seseorang di depan matanya, sementara Al Humaz mencela seseorang yang tidak ada atau di luar kehadirannya.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :
“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela”. (QS. Al Humazah : 1)
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah, yang sangat enggan berbuat baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, yang kaku kasar, selain dari itu, yang terkenal kejahatannya”. (QS. Al Qalam : 10-13)
“Wa laa talmizuu anfusakum”………Ta’bir Rabbani (ungkapan Ilahi) yang tidak mungkin manusia mampu mengubahnya. Karena, jika engkau mencela saudaramu dan mencacatnya, maka pada hakikatnya engkau mencela dirimu sendiri. Sebab orang beriman itu satu sama lain adalah seperti bangunan.
Rasulullah SAW bersabda :
"Perumpamaan orang-orang beriman dalam kecintaan, kasih sayang dan kelemah-lembutan diantara mereka itu bagaikan satu tubuh. Apabila salah satu anggota menderita maka seluruh badanpun ikut merasakan panas dan tidak dapat tidur”. (HR. Al Bukhari)[vii]
Umat Islam itu adalah satu tubuh, yang bekerja aktif secara keseluruhan. Yang satu adalah matanya, yang kedua adalah telinganya, yang ketiga adalah jantungnya, yang keempat adalah otaknya, yang kelima adalah kaki dan tangan. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang tidak lengkap atau tidak berfungsi, maka hal itu akan mengurangi hasil produksi, pemberian usaha dan pengorbanannya. Maka pada saat engkau mencela salah seorang diantara kamu (kaum muslimin), sebenarnya engkau telah mencela dirimu sendiri.
Sesungguhnya orang-orang yang berpikiran dangkal tidak melihat Islam kecuali dari skala masyarakatnya yang kecil, kecuali dari sudut kelompok mereka yang sedikit. Dan pemahaman seperti itu, demi Allah, betul-betul berbahaya bagi Islam dan berbahaya pula bagi manusia. Berbahaya bagi manusia yang menganggap bahwa jari-jari kakinya jauh dari jari-jari tangannya. Apa engkau menganggap bahwa engkau beserta kelompokmu atau engkau beserta organisasimu atau engkau beserta partaimu mewakili Islam dan umat Islam ?? Sesungguhnya engkau mewakili sebagian kecil dari kepala semut. Lalu jika engkau ambil pisau yang tajam atau pedang yang tajam kemudian engkau potong jari-jari kakimu karena engkau menganggap bahwa jari-jari kaki jauh dari jari-jari tangan, maka sesungguhnya engkau telah menjauhkan salah saru peran dari peran yang bekerja secara aktif pada tubuhmu. Padahal jari-jari itu bermanfaat bagimu di waktu senang dan susah, dalam masa kelapangan dan kesempitan. Engkau membutuhkannya. Jika engkau memotong jari-jari kakimu, maka kuman dan rasa sakit mulai menyerang tubuhmu dari bagian tubuh yang merupakan tempat yang dijaga oleh saudaramu, karena kamu adalah satu tubuh. Lalu kuman-kuman itu masuk ke dalam darahmu sehingga menjalar ke seluruh tubuh dan akhirnya merusak dan membinasakan.
Seorang muslim dan umat muslim adalah saru kesatuan. Maka pantaskah bagimu memandang mereka dengan pandangan sinis dan merendahkan? Atau engkau gunakan lesanmu untuk mencela, mengumpat dan memfitnah saudaramu sendiri? Sesungguhnya engkau wahai si miskin, telah memotong anggota tubuhmu sendiri.
“Barangsiapa yang menyangka bahwa Allah sekali-kali tiada menolongnya (Muhammad) di dunia dan akhirat, maka hendaklah ia merentangkan tali ke langit, kemudian hendaklah ia melaluinya, kemudian hendaklah ia pikirkan apakah tipu dayanya itu dapat melenyapkan apa yang menyakitkan hatinya.
Dan demikianlah Kami telah menurunkan Al-Qur'an yang merupakan ayat-ayat yang nyata; dan bahwasanya Allah memberikan petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki”. (QS. Al Hajj : 15-16)
Dalam Musnad Ahmad disebutkan hadits sebagai berikut :
“Wahai orang-orang yang beriman dengan lesannya dan iman belum masuk ke dalam hatinya!Janganlah kalian menggunjing kaum muslimin, dan janganlah kalian mencaricari aurat mereka. Karena sesungguhnya, barangsiapa yang mencari-cari aurat saudaranya sesama muslim, maka Allah akan mencari-cari auratnya, dan barangsiapa yang Allah mencari-cari auratnya, Allah akan menelanjangi auratnya walaupun di dalam rumahnya sendiri”. [viii]
Mencari-cari aurat kaum muslimin dengan cara al Lumaz (mencela) dan al Humaz (mengumpat) merupakan tanda kemunafikan bukan tanda keimanan.
“Bukanlah orang yang beriman itu yang suka mencela atau sering melaknat atau kotor dan keji mulutnya atau jelek akhlaknya atau suka berbicara kotor”. (Hadits shahih)[ix]
oleh karena itu, ketika orang-orang Yahudi datang menemui Rasulullah SAW, dan mengucapkan salam: “As-Saamu’alaika ya Abal Qasim” (artinya : “Semoga kebinasaan menimpa dirimu wahai Abal Qasim”), dan A’isyah mendengar ucapan tersebut maka ia segera menjawab ucapan mereka : “Dan semoga kebinasaan, celaan, dan laknat menimpa kalian”. Maka berkatalah beliau saw kepada A’isyah : “Wahai A’isyah, sesunguhnya Allah sangat benci dengan kata-kata keji dan kotor. Tidakkah engkau mendengar jawabanku tadi? Sungguh tadi aku katakan kepada mereka : “Wa’alaikum” (Bagimu atas apa yang kalian ucapkan). Mereka mengatakan : “As-Saamu’alaika”, maka aku menjawab : “Wa’alaikum”.[x]
Beliau tidak menyetujui jika A’isyah menjawab ucapan mereka dengan kata-kata yang keji pula. Sabdanya : “Sesungguhnya Allah sangat benci dengan kata-kata keji dan kotor”.
Aib itu ada dua macam. Boleh jadi aib tersebut memang benar ada pada diri saudaramu saat engkau mencelanya di depan matanya, dan boleh jadi aib tersebut tidak ada pada dirinya, maka celakalah engkau dan celakalah engkau. Dengarkanlah apa yang diucapkan Rasulullah SAW, dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Ath Thabrani :
“Barangsiapa membicarakan sesuatu yang tidak benar atas diri seseorang, untuk mencemarkan kehormatannya dengan perkataan itu, maka Allah akan menahannya di neraka jahanam sampai dia dapat mendatangkan / membuktikan kebenaran apa yang dia katakan mengenainya”.[xi]
Sehingga dia dapat membuktikan apa yang dikatakan mengenainya, dan sekali-kali dia tidak akan dapat membuktikannya, bagaimana dapat kalau dia sendiri berdusta ?
Wahai saudaraku yang tercinta, berhati-hatilah dengan lesanmu.
//Berhati-hatilah dengan lesanmu wahai insan.
Jangan sampai mematuk dirimu, karena ia adalah ular.
Berapa banyak orang mati di kuburan gara-gara lidahnya.
Adalah para ksatria pemberani takut menemuinya//
Luka karena lidah itu lebih menyakitkan daripada luka karena tusukan lembing. Karena luka akibat tusukan lembing dapat sembuh sebab luka itu di kulit. Adapun luka karena lidah tak dapat sembuh, sebab luka itu meremukan hati. Sungguh sulit sekali hati yang telah remuk dapat pulih kembali.
Dengarlah isi hadits riwayat Bukhari dan Bilal bin Al Harits ra, dia berkata; Rasulullah SAW bersabda :
“Sesungguhnya ada seseorang yang berbicara dengan suatu perkataan yang diridlai Allah ‘Azza wa Jalla dan tak sekalipun ia menyangka perkataannya itu akan membawa akibat sedemikian jauhnya, yakni Allah menetapkan baginya dengan perkataannya itu keridlaan sampai hari kiamat. Dan ada seseorang yang berbicara dengan suatu perkataan yang dimurkai Alah ‘Azza wa Jalla dan tak sekalipun ia menyangka perkataannya itu akan membawa akibat sedemikian jauhnya, yakni menetapkan baginya dengan perkataannya itu kemurkaan-Nya sampai hari kiamat”. (HR. At Tirmidzi).[xii]
Alqamah berkata : “Hadits Bilal bin Al Harits telah mencegahku dari beberapa banyak perkataan yang hendak aku ucapkan”
Hadits itu ada dalam riwayat Bukhari dan Ahmad. Maknanya hadits tersebut shahih tidak perlu diragukan lagi dan tidak perlu didebat lagi.
Larangan Saling Memanggil Dengan Gelaran Buruk.
“Dan janganlah kalian mencela diri (saudara) kalian sendiri dan janganlah kalian panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk”. (QS. Al Hujurat: 11)
Ayat ini turun kepada Bani Salamah. Ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah Munawwarah, beliau mendapati para sahabat Anshar mempunyai sejumlah nama. Suatu saat beliau memanggil salah seorang sahabat Anshar dengan namanya. Lantas para sahabat yang lain berkata : “Ya Rasulullah, sesungguhnya gelaran itu tidak disukai saudara ini”. Maka turunlah ayat yang melarang mereka memanggil dengan gelaran-gelaran yang dibenci. Apa kerugianmu jika engkau bicara dengan kata-kata yang baik? Hatimu na’udzu billahi minhu penuh dengan perasaan hasad, dengki, kebencian dan dendam terhadap kaum muslimin. Lidahmu, tidak engkau gunakan berbicara yang baik. Wajahmu, senantiasa cemberut, tertutup sama sekali dari kebaikan. Apa sih yang memberatimu sekiranya engkau memanggil saudaramu dengan nama yang paling disukainya? Untuk memasukkan rasa gembira ke dalam hatinya yang mungkin luka, lalu engkau menawarkannya dengan kata-kata yang baik itu. Apa yang memberatimu? Sehingga engkau sangat bakhil. Sampai bakhil berbicara baik, sampai bakhil mengucapkan salam !!!
“Maukah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu yang jika kalian kerjakan, maka kalian akan saling cinta mencintai. Yakni sebarkanlah salam diantara kalian. Berilah makan mereka yang menghajatkan, sambunglah tali persaudaraan dan shalatlah kalian di waktu malam, ketika manusia tengah nyenyak tidurnya, niscaya kalian akan masuk Surga”. (Al Hadits)
Tidak ada yang menambah umur kalian kecuali kebajikan, kecuali perbuatan baik. Untuk itu, penuhilah katimu dengan mahabbah, sesungguhnya dengan mahabbah ini engkau dapat membantu dirimu untuk memperoleh sumber kebaikan yang sangat jernih dan tidak akan pernah keruh. Kebaikan itu akan senantiasa mengalir kepada dirimu, meski engkau ada di rumah, tidak bergerak dan tidak beramal, lantaran kecintaan (mahabbah)mu kepada seorang mu’min.
Dalam hadits shahih diserbutkan :
“Tidaklah kecintaan seorang hamba kepada saudaranya, melainkan yang paling dicintai Allah dari kedua hamba tersebut adalah yang paling besar kecintaannya terhadap saudaranya”.
“Hiduplah kamu sesuka hatimu, sesungguhnya engkau akan mati jua. Dan beramallah sesuka hatimu, sesungguhnya amalanmu akan mendapat balasan”.
“Jauhilah perkara-perkara yang haram, niscaya engkau akan menjadi manusia yang paling berbakti. Dan ridlalah engkau terhadap apa yang Allah telah bagikan kepadamu, niscaya engkau jadi manusia yang paling kaya. Berbuat baiklah kepada tetanggamu, niscaya engkau menjadi seorang mukmin. Dan cintailah untuk manusia apa-apa yang engkau mencintai untuk dirimu sendiri, niscaya engkau menjadi seorang muslim. Dan janganlah banyak tertawa, karena banyak tertawa itu akan mematikan hati”.[xiii]
Tiga perkara yang semuanya haram: as sukhriyah (menghina), al lamzu (mencela) dan at tanaabazu bil alqab (panggil memanggil dengan gelaran yang buruk). Dan sebagai akibat dari melanggar salah satu dari ketiga perkara itu adalah balasan dari sisi Allah dengan dua gelar yang buruk. Engkau menerima dari Allah dua nama buruk dan kehilangan sebuah gelar yang agung. Sebelum itu namamu di sisi Allah adalah mu’min, lalu Allah memberikan padamu gantinya dengan nama fasid dan fusuq. Dan jika engkau tidak cepat-cepat bertaubat, maka Allah akan menambah dengan gelar lain, yakni fasiq dan zhalim.
“Seburuk-buruk panggilan ialah panggilan yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itu orang-orang yang zhalim”. (QS. Al Hujurat : 12)
Adakah engkau suka menukar nama mu’minmu di sisi Allah dengan nama fasik ?!! Engkau jual nama mu’minmu dan kemudian engkau beli sebagai gantinya nama fasik dan zhalim. Dengan apa? Dengan umpatan lesan atau engkau gunakan kedua bibirmu untuk mencela saudaramu atau gerakan hati yang serupa itu. Celaka dan celakalah orang yang menukar nama mu’min dari Rabbul ‘Izzati dengan dua nama: fasik dan zhalim. Sungguh jelek sekali jual beli tersebut.
[i] Shahih Muslim 16/120
[ii] Hadits Shahih (lihat Al Jami’ Ash Shaghir 2968)
[iii] Shahih Al Jami’ Ash Shaghir 4573
[iv] Lihat at TARghib wa Tarhib 3/44 (Shahih tak ada cacatnya)
[v] HR Muslim shahih (Shahih Al Jami’ Ash Shaghir 7674)
[vi] HR. Bukhari (lihat : Shahih Al Jami’ Ash Shaghir )
[vii] HR Bukhari shahih (lihat Shahih Al Jami’ Ash Shaghir 5849)
[viii] Shahih Al Jami’ Ash Shaghir 7584
[ix] Shahih Al Jami’ Ash Shaghir 5381
[x] Shahih Al Jami’ Ash Shaghir 1877
[xi] Diriwayatkan Tirmidzi dengan isnad jayyid/baik, sebagaimana disebutkan dalam At Targhib wat Tarhib 3/515
[xii] HR. Shahih Tirmidzi (Shahih Al Jami’ Ash Shaghir 1619)
[xiii] Hadits shahih Tirmidzi (Shahih Al Jami’ Ash Shaghir 100)
Kembali ke Daftar Isi
Tidak ada komentar